Wanita dalam Presfektif Islam

Islam adalah agama yang universal. Agama yang tidak pernah membedakan antara yang kaya dan yang miskin. Agama yang tidak mengenal suku, bangsa dan ras. Islam tidak pernah membedakan antara laki-laki dan perempuan. Semua manusia di dunia ini di mata Islam sama. Sama-sama hanya hamba Allah. Yang mebedakan manusia di mata Allah adalah drajat taqwa. Allah telah tegaskan masalah ini dalam firmannya:

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling Bertaqwa”

Ayat di atas dengan gamblang menjelaskan kepada kita bahwa taqwalah yang membedakan posisi manusia di mata Allah. Bukan keelokan paras, bukan harta kekayaan dan juga bukan pangkat dan jabatan.
Dulu ketika masa jahiliyah wanita di tempatkan dalam posisi yang sangat hina. Hak-hak wanita sebagai seorang manusia sering kali diabaikan. Seorang ayah di kala itu akan sangat merasa malu jika punya anak wanita. Karena mereka menilai wanita adalah makhluk paling lemah dan tidak bisa diandalkan untuk berperang. Bahkan syadina Umar bin Khatab pernah mengubur hidup-hidup putrinya. Alasannya, hanya satu yaitu rasa malu. 


Sungguh memprihatikan kondisi wanita di masa itu. Hingga datanglah Islam, agama rahmatan lil ‘alamin, mengangakat harkat dan martabat wanita. Wanita dimuliakan dan hak-haknya diakui oleh Islam. Islam menyadri betul bahwa wanita memiliki kedudukan yang sangat penting dalam keluarga bahkan dalam kehidupan bernegara. Ada yang mengatakan bahwa wanita ini adalah tiang Negara, maju atau mundurnya suatu Negara ditentukan oleh kualitas wanita di Negara tersebut.


Wanitalah orang yang paling dekat dengan anak dalam keluarga, karena memang itulah tugas utama wanita dalam keluarga yaitu mengurus suami dan anak-anak mereka. Wanitalah yang paling bertanggungjawab dengan pendidikan generasi muda bangsa dalam keluarga. Sehingga tidak mengherankan jika muncul sebuah ungkapan bahwa “anak yang cerdas diwarisi oleh seorang ibu yang cerdas”. Agaknya ungkapan ini mengisyaratkan kepada kita bahwa wanita itu juga harus memiliki ilmu pengetahuan. Selama cara mendapatkannya tidak bertentangan dengan aturan yang telah digariskan oleh Islam. Begitulah cara Islam dalam memuliakan seorang wanita.


Namun sayang, di tengah kebebasan dan ketinggian posisi wanita dalam islam, banyak mereka yang lupa diri dengan kodratnya sebagai seorang wanita. Mereka menuntut kebebasan secara menyeluruh, termasuk kebebasan yang menyalahi kodratnya sebagai seorang wanita. Mereka kemas tuntutan mereka itu dalam sebuah kata “emansipasi” yang selalu mereka dengung-dengungkan dewasa ini. Mereka menuntut hak yang sama dengan laki-laki dalam segala aspek kehidupan. Kita lihat saja ada beberapa pekerjaan dan olahraga yang hanya pantas dilakukan dan dikerjakan oleh laki-laki, tapi wanita sangat ingin sekali terlibat dalam semua persoalan tersebut yang jelas-jelas sudah mencedrai kodrat mereka sebagi seorang wanita.


Para penyeru kebebasan wanita dewasa ini, bertambah gencar saja dalam melambungkan kata-kata emansipasi, dengan berusaha sekuat tenaga menodai kehormatan dan kedudukan para wanita, berbagai ucapan dan slogan-sloganpun dengan entengnya keluar dari mulut mereka. Semua itu pada intinya adalah untuk menyeret wanita agar supaya mempunyai kedudukan setara dengan kaum laki-laki, agar wanita meninggalkan serta menanggalkan identitasnya sebagai seorang muslimahnya. agar wanita berhias secantik mungkin agar bertambah ayu, feminim, dan menawan bagi kaum laki-laki ketika keluar dari tempat tinggalnya. Dan berbagai seruan lainya yang terlihat manis dan menjajikan namu pada hakekatnya tanpa mereka sadari itu semua telah menggiring mereka untuk keluar dari syari’at yang telah digariskan oleh agama Islam.


Jelas dalam pandangan islam untuk beberapa hal kedudukan wanita beda dengan pria. Seorang pria akan menjadi imam bagi anak istrinya dan anaknya sementara wanita akan menjadi istri dan ibu bagi anak-anak mereka. Pada dasarnya Allah tidak akan membebani wanita dengan tanggung jawab untuk mencari nafkah karena itu adalah tanggungjawab laki-laki sebagai seorang suami. Namun, islam juga tidak melarang seorang wanita membantu meringankan beban dan tanggungjawab suami selagi caranya tidak bertentangan dengan ajaran dan syari’at agama.


Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita semua. Semestinya, kaum wanita hendaknya menjadikan rumahnya seperti istananya dan tidak terlalu berambisi untuk menyamai kodrat laki-laki, serta tidak terlalu hanyut dengan kata “emansipasi” yang selalu didengung-dengungkan itu. Karena memang rumah dan keluargalah medan kerja mereka sebagai seorang wanita. Allah berfirman:

"Hendaklah kaum wanita (wanita muslimah), tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkahlaku seperti orang -orang jahiliyah dahulu." (QS. Al-Ahzab: 33)

Rasulullah bersabda:
Dan wanita adalah penanggung jawab di dalam rumah suaminya ia akan di minta pertanggung jawabannya atas tugasnya.





*Oleh: Heru Perdana P

Label:

0 komentar:

Posting Komentar

MOhon kritik dan sarannya..!!

Search

Tentang Saya

Foto Saya
Heru Perdana
Menulis adalah sarana pembebasan jiwa
Lihat profil lengkapku

Add Me on Facebook

Blog Archive

Download

Download ebook gratis Download ebook gratis

Blog Info

free counters
Powered by  MyPagerank.Net

Followers