Zakat Produktif dan Permasalahanya

Pembicaraan tentang zakat produktif kian hari makin hangat dibicarakan, baik itu di kalangan akedemisi, praktisi bahkan telah menyentuh lapisan masyarakat umum. Munculnya pembicaraan tentang zakat produktif ini, agaknya tidak terlepas dari kekecewaan masyarakat tentang zakat yang seyogyanya adalah salah satu elemen penting dalam mengentaskan kemiskinan yang juga tidak kunjung terlihat membuahkan hasil dalam mengurangi angka kimiskinan di Indonesia. Karena sistem pendistribusian zakat yang ada selama ini hanya digunakan untuk hal-hal konsumtif saja.

Sebenarnya zakat produktif ini bukan lagi barang baru. Penyaluran zakat secara produktif ini pernah terjadi dan dilakukan di zaman Rasulullah SAW. Hal ini dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dari Salim Bin Abdillah Bin Umar dari ayahnya, “bahwa Rasulullah telah memberikan zakat kepadanya lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi”.

Zakat produktif juga bukan jenis zakat baru. Zakat pruduktif ini lebih kepada tata cara pengelolaan zakat, dari yang sebelumya hanya digunakan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif dan pemenuhan kebutuhan sesaat saja, lalu diubah penyaluran dana zakat yang telah dihimpun itu kapada hal-hal yang bersifat produktif dalam rangka pemberdayaan umat. Dengan kata lain dana zakat tidak lagi diberikan kepada mustahik lalu habis dikonsumsi. Akan tetapi dana zakat itu diberikan kepada mustahik untuk mengembangkan sebuah usaha produktif dimana pelaksanaanya tetap dibina dan dibimbing oleh pihak yang berwenang seperti BAZ dan LAZ.

Jika kita tetap bertahan pada sistem pendistribuisan zakat yang bersifat konsumtif maka kenginan dan cita-cita untuk cepat mengurangi dan menghapus kemiskinan di ranah Indonesia ini hanya akan jadi mimpi belaka. Karena mustahik yang menerima zakat pada tahun ini akan kembali menerima zakat pada tahun tahun berikutnya. Dengan kata lain, mustahik saat ini akan melahirkan mustahik-mustahik baru dari keturunanya. Hal ini tentu tidak akan bisa menggambarkan bahwa zakat itu adalah salah satu media untuk mencapai pemerataan kesejahtaraan masyarakat.

Nah, jika kita mau sedikit merubah tata cara pendistribusian zakat kepada yang bersifat produktif, maka diharapkan zakat sebagai salah satu instrumen penting kebijakan fiskal Islam akan dapat mengurangi atau bahkan mengahapuskan kemiskinan di Republik ini. Kita berharap dengan adanya zakat produktif ini akan bisa memunculkan muzakki-muzakki baru. Dengan bahsa lain, mereka yang tahun ini adalah penerima zakat mungkin dengan adanya zakat produktif akan bisa membayar zakat satu, dua atau tiga tahun ke depan. Tidak hanya itu, dengan adanya kebijakan zakat prduktif ini juga akan bisa mengenjot laju pertumbuhan ekonomi umat.

Bukankah salah satu tujuan disyaria’tkannya zakat adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umat khususnya kaum du’afa, baik dari segi moril maupun materil. Penyaluran zakat secara produktif adalah salah satu cara cerdas untuk meujudkan itu semua. Tentu saja, agar hal itu bisa direalisasikan dengan baik dan tepat sasaran, maka kerja keras dan profesionalisme pihak-pihak atau institusi-institusi pengumpul dan menyalur dana zakat. Mulai dari pemilihan program pemberdayaan yang tepat, disertai dengan proses pendampingan dan pembinaan para mustahik secara berkesinambungan dan termenajemen dengan baik harus dilakukan. Ini akan menjadi kata kunci kesuksesan pendayagunaan zakat.

Penerapan pola penyaluran zakat produktif ini bukan berarti tanpa hambatan dan kendala. Pada praktikya di lapangan banyak ditemukan kandala dan permasalahan menyertai program ini. Mulai dari kendala pengumpulan dana zakat dari para muzakki, pengelolaan, hingga pendistribusian serta pembinaannya kerap kali menuai masalah. Sehingga program ini belum begitu banyak terlihat berperan dalam pemberdayaan ekonomi umat.

Minimnya dana zakat yang terkumpul oleh lembaga-lembaga amil zakat adalah satu kendala utama tidak berjalannya program ini dengan baik. Disenyalir hal itu disebabkan karena kurangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga pengelola zakat yang dipandang kurang anamah, sehingga mereka lebih memilih mendistribusikan zakat langsung kepada mustahik, dan oleh mustahik dana zakat yang mereka terima itu habis dikonsumsi. Akibatnya tahun ini mereka menerima zakat, tahun depan juga tetap menirima zakat. Tidak ada perubahan dan hanya akan menampah panjang daftar penduduk miskin Indonesia.

Kendala seperi ini sebenarnya bisa diatasi dengan adanya transparansi pengelolaan zakat oleh lembaga-lembaga pengumpul dan pengelola dana zakat. Hal ini bisa direalisasikan dengan melibatkan akuntan profesional, lalu mempuplikasikan hasil penghitungan dan penyaluran zakat itu di media masa, seperti koran-koran nasional atau media televisi. Diharapkan dengan adanya upaya seperti itu akan kembali meningkatkan kepercayaan masyarakat, hingga dana zakat bisa dihimpun secara maksimal.

Belum memadainya sumber daya manusia yang dimiliki oleh lembaga-lembaga pengumpul zakat untuk menjalankan program ini. Apakah itu pada bagian pengelolaan atau pada tahap pembinaan. Karena mustahil rasanya program ini akan berjalan dengan baik sesuai harapan jika tidak dilakukan pembinaan yang berkesinambungan terhadap para mustahik penerima zakat. Pemberian zakat produktif ini tidak akan berhasil jika bantuan modal kerja diberikan tanpa diiringi proses perubahan mindset mustahik penerima zakat. Selama ini mustahik beranggapan bahwa dana zakat hanya untuk dikonsumsi, dengan adanya pembinaan maka akan terjadi perubahan mindset mustahik dan juga bisa menumbulkan jiwa enterpreniur dalam diri mereka. Pendistribusian zakat secara produktif, mulai dari proses pemilihan mustahik yang tepat, meberikan pelatihan dan bimbingan tentunya akan menghasilkan SDM yang tidak hanya berbeda dari pola fikir tetapi juga kuat dan mandiri secara ekonomi.

Minimnya dukungan politik dari pemerintah dalam betuk undang-undang juga dipandang sebagai salah satu kendala dalam penerapan zakat produktif ini. Selama ini pemerintah terkesan setenga hati dalam menyikapai permasalahn zakat ini. Padahal tanpa dukungan dari pemerintah tersebut, zakat tidak akan pernah menjadi gejala objektif masyarakat yang bersifat nasional. Sehingga kebanyakan lembaga-lembaga pengumpul zakat seperti PKPU, dompet duafa, rumah zakat indonesia dan LAZ yang lainnya bergerak sendiri-sendiri dalam menarik para muzakki untuk mau menyalurkan zakat mereka melalui lembaga amil zakat untuk bisa didistribusikan secara produktif.

Jadi, mari kita dukung bersama tata cara pengelolaan zakat secara produktif ini. Agar zakat sebagai salah satu kebijakan fiskal dalam mengentakan kemiskinan dan sarana pemerataan tingkat kesejahteraan umat benar-benar dapat kita rasakan bersama. Denagn terwujutnya itu semua maka Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin akan terbukti dengan sendirinya. Amin.


*Oleh: Heru Pedana P (mhs. Ekonomi Islam IAIN Imam Bonjol Padang)
Padang, 01 April 2011, 15.10 WIB

Label:

0 komentar:

Posting Komentar

MOhon kritik dan sarannya..!!

Search

Tentang Saya

Foto Saya
Heru Perdana
Menulis adalah sarana pembebasan jiwa
Lihat profil lengkapku

Add Me on Facebook

Download

Download ebook gratis Download ebook gratis

Blog Info

free counters
Powered by  MyPagerank.Net

Followers