“Antara Harapan dan anak gadis Pak Haji”

Tanpa harapan hidup tak lagi seru…


Ku adalah seorang anak manusia yang menaruh harapan besar kepada siapa-siapa saja yang bisa untuk itu. Pada diriku sendiri ku taruh harapan yang sangat besar dan sampai sekarang ku masih bekerja –kadang bersemangat kadang-kadang tidak- untuk mewujudkan harapan itu. Sampai sekarang –mudah-mudahan sampai mati- ku masih memengang teguh idealisme-idealisme yang telah tertanam kuat dalam jiwa. Idealsime ku tentang harapan adalah bahwa untuk mewujudkan harapan, seseorang harus focus, tak boleh menoleh kanan dan kiri dan tak boleh ada tawar menawar.
Jika saja harapan itu tak terpenuhi seratus persen, lima puluh persen pasti dapat, karena Rabb tak pernah menyia-nyiakan usaha seorang hamba yang penuh harap. Jikalau menaruh harapan pada diri sendiri adalah sebuah kenikmatan karena bisa sekuat-kuatnya memacu tenaga untuk mewujudkannya, tak demikian halnya dengan menaruh harapan pribadi pada diri orang lain. Sangat riskan dan seringkali harus terpaksa makan hati dan mengurut dada menabah-nabahkan diri. Menurutku, terkait status manusia sebagai makhluk sosial –zoon politicon, tak mungkin rasanya tak berharap kepada orang lain, toh Tuhan telah membekali kita sifat “memaafkan dan mengerti” yang bisa kita gunakan ketika harapan pribadi yang kita taruh pada pundak orang lain ternyata tak terwujud seperti yang kita harapkan.



Telah lama ku taruh harapan sangat besar pada Jama’ah haji yang baru pulang dari rumah Allah.



Harapan sangat besar pada orang lain? Aiiih, bukankah itu resikonya besar?


Secara teoritis tidak. Begini penjelasannya …



Rukun Islam ada lima. Berturut-turut dari satu sampai lima, saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Seorang Muslim harus menanamkan dengan sangat kuat makna syahadat di dalam jiwanya, bahwa hidupnya hanyalah untuk Allah sang Rabb, hidupnya untuk ikut aturan Muhammad sang Nabi. Segala yang bertolak belakang dengan aturan Rabb, akan ia perbaiki sebaik mungkin, jikalau tak mampu ia perbaiki, ia akan berdoa semoga suatu saat akan menjadi baik. Maka jangan heran jikalau kawan-kawan mu’allaf kita, rela meninggalkan “zona nyaman” mereka demi Allah sang Rabb.

Shalat adalah yang kedua. Hamba-hamba Tuhan yang rindu dan khusyu’ kan selalu membutuhkan Tuhan dalam kehidupan mereka. Ibarat makhluk hidup selalu butuh makan. Lima kali sehari semalam, menjalin komunikasi dan cinta kepada Rabb. Jika itu dilakukan dengan tulus hati, akan bermunculanlah manusia yang indah. Shalat terbaik adalah berjamaah. Shalat berjamaah adalah ritual yang sangat unik, beginilah kata Jeffray Lang menggammbarkan keunikan shalat berjamaah “ disaat engkau menjalin komunikasi yang sangat intim dengan Tuhan, kau juga harus menyadari bahwa di kanan-kirimu masih ada manusia lain yang harus kau perhatikan kebaradaanya..”. Silahkan kawan simpulkan sendiri makna ungkapan Jeffray Lang, sang professor matematika asal Amerika itu.



Shaum adalah yang ketiga. Kenapa menggunakan shaum kan ada kata “puasa”?. Menurutku begini, seluruh terminology ibadah dalam Islam, mempunyai pengertian yang amat rinci sehingga tak dapat dicari bandingannya dalam bahasa Indonesia. Shaum adalah menahan lapar dan menahan diri dari segala yang membatalkannya mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari ikhlas karena Allah. Apakah kata “puasa” bermakna demikian? Ku kira tidak. Singkat kata singkat cerita, shaum akan menjadikan seseorang menjadi pribadi yang lebih dekat dengan Allah sekaligus lebih peka terhadap lingkungan sosial.



Yang keempat adalah zakat. Zakat adalah lanjutan setelah shaum. Jika memang merasa dekat dengan Allah dan merasa peka, tak cukuplah itu tinggal di perasaan saja, keluarkanlah sedikit harta untuk kaum-kaum asnaf yang delapan itu. Bukankah demikian kawan?



Maka, sejak dulu kala ku sudah beranggapan bahwa saudara-saudara sesama Muslim yang beribadah haji adalah manusia-manusia terdekat dengan Tuhan. Sudah lekat dengan sangat kuat pada diri mereka hikmah dan manfaat rukun-rukun islam yang empat, ibadah haji adalah penyempurna. Kesimpulanku adalah seorang haji adalah seorang manusia paripurna, manusia-manusia indah, manusia-manusia yang akan mewarnai bangsa dengan warna keTuhanan, dulu kala mereka sampai membuat Belanda sesak napas dengan bibir putih sambil menahan-nahan kencing.

Wajarkah menggantung harapan sangat besar kepada para haji?



Tentu sangat wajar, bahkan dengan sangat yakin kukatakan : “amat rugi benar orang-orang yang tidak menggantung harapan mereka kepada para haji!”



Tapi inilah fakta yang telah membuatku agak ragu menggantung harapan besar pada para haji :

1. Beberapa bulan lalu, kubaca di Koran seorang haji bunuh diri.

2. Seorang haji dekat rumahku, istrinya tak menutup aurat, anak gadisnya berpakaian seksi

3. ……..

4. …….

5. …….

6. dll



Mudah-mudahan mereka hanyalah oknum…


 *Oleh: Isral Naska

Label:

0 komentar:

Posting Komentar

MOhon kritik dan sarannya..!!

Search

Tentang Saya

Foto Saya
Heru Perdana
Menulis adalah sarana pembebasan jiwa
Lihat profil lengkapku

Add Me on Facebook

Blog Archive

Download

Download ebook gratis Download ebook gratis

Blog Info

free counters
Powered by  MyPagerank.Net

Followers