“Aku Bersyukur Hal itu Pernah Terjadi”

Hari itu hujan mengguyur bumi pertiwi dengan sangat deras dihiasi tiupan angin yang agak kencang. Praktis suasana terasa sedikit dingin dan membuat aku malas untu beraktifitas. Dalam suasana seperti itu, akupun duduk termenung dan entah kenapa pikiranku berkelana ke masa lalu dan terdampar pada sebuah bayangan peristiwa yang cukup berkesan dalam hidupku. Sebuah peristiwa yang belakangan ini aku syukuri pernah aku alami kala itu. Kalau saja peristiwa itu tidak terjadi entah bagaimana kehidupanku saat ini.

Tentu kawan bertanya, sebanarnya peristiwa apa yang terlitas di benakku saat itu. Perisitiwa itu adalah kejadian di mana ketika itu aku dan beberapa kawanku dihakimi oleh beberapa orang ustadz karena perkara merokok yang sudah jelas-jelas dilarang keras dilakukan di lingkungan pondok pesantren tempat aku bersekolah ketika itu. Walaupun begini keadaanku kawan, setidaknya aku dulu pernah menjadi seorang santri di sebuah pondok pesantren.

Pada saat itu usiaku memang sangat muda dan boleh dikatakan berada pada fase kanak-kanak akhir atau remaja awal. Pada usia itu adalah wajar rasanya ketika kita ingin mencoba untuk melakukan sesuatu yang baru. Dan bodohnya aku waktu itu mencoba hal yang dilarang oleh aturan kehidupan di pondok pesantren. Sehingga hasilnya jadilah aku terdakwa di depan para ustadz yang sudah siap menjatuhkan beberapa hukuman kepada aku dan beberapa kawanku terkait pelanggaran yang kami lakukan.

Masih segar dalam ingatanku, ketika itu aku dan beberapa temanku tengah mengikuti kegiatan belajar di kelas setelah shalat magrib. Tiba-tiba datang seorang teman memanggil aku dan beberapa kawanku yang lain. Setelah mendapat izin dari ustadz yang mengajar ketika itu, kami pun keluar dan segera menuju ke mesjid pondok pesantren. Di sana sudah berdiri beberapa orang ustadz yang sudah siap mencerca kami dengan beberapa pertanyaan tentunya dengan nada yang sangat keras layaknya orang yang sedang marah.


Baru saja kami sampai di hadapan para ustadz itu, setelah berbaris dengan rapi layaknya para tentara yang sudah siap menerima perintah dari sang komandan, langsung saja dua buah tamparan bolak balik dengan sebuah peci mendarat dengan indah di kedua belah pipi kami, para terdakwah. Ah, rasanya tamparan itu seperti ucapan selamat datang saja kepada kami para pelanggar aturan pesantren saat itu. Namun bagaimana pun itu, tetap saja adalah sebuah wujud kasih sayang dari seorang guru kepada muridnya agar para murid tahu dan tidak mengulangi kesalahannya.

Setelah menerima tamparan selamat datang, masing-masing dua kali, selanjutnya kami dihadiahi satu batang rokok yang tidak boleh dipegang dengan tangan dan juga tidak boleh terlebas dari bibir kami. Kemudian pada akhir episode sidang kesalahan kami, rokok itu harus kami kunyah dan tahan beberapa saat dalam mulut. Kawan tentu bisa bayangkan bagaimana rasanya mengunyah tembakau dan menahannnya dalam mulut beberapa saat. Sulit diungkapkan dengan kata-kata, yang jelas dengan mengunyah tembakau itu cukup membuat selera makanku tak enak selama tiga hari.

Menyesal, tapi sudah terlambat. Dan tidak penyesalan namanya kalau tidak datang di akhir. Semenjak kejadian itu aku berjanji dalam hati kecilku bahwa aku akan berusaha untuk sekuat tenaga tidak menghisap lagi benda selinder berukuran sekitar delapan centi meter barnama rokok itu. Alhamdulilah sejauh ini komitmen tersebut masih tetap terjaga dan aku berharap akan bisa selalu terjaga sampai akhir hayatku. Aku akui bahwa menjaga komitmen itu sangat sulit karena aku hidup di lingkungan para pengemar setia benda selinder itu. Tapi tak maslah, aku akan berusaha.

Sekali lagi aku katakan kawan, bahwa aku bersyukur mengalami kejadian seperti yang telah aku utarakan di atas tadi. Bagaimana tidak, menurut pengamatanku rata-rata kawan-kawanku yang merokok menghabiskan satu bungkus rokok dalam satu hari. Jika saja kita asumsikan harga satu bungkus rokok sepuluh ribu per bungkus, itu artinya mereka harus mengeluarkan uang sebesar tiga ratus ribu rupiah perbulan dan tiga juta enam ratus ribu selama satu tahun hanya untuk rokok, benda selinder berbahan dasar tembakau.

Coba kawan bayangkan, jika saja mereka tidak merokok mungkin uang yang tiga ratus ribu rupiah itu bisa mereka pergunakan untuk membeli buku, baju, atau keperluan lainnya. Bisa saja uang itu mereka tabungkan dan membatu kawan yang tengah kesusahan dalam hal keuangan dalam bentuk pinjaman. Nah, menyadari hal ini lah, tidak berlebihan rasanya jika aku bersyukur dengan apa yang pernah aku alami delapan tahun yang silam.



*Padang, 20 Desember 2011

[ Selengkapnya...]
Label:

Pulang Kampung yang "Dramatis"

Mentari tak juga kunjung memancarkan sinarnya, masih saja bersembunyi malu-malu di balik gelapnya awan hitam yang mengucurkan air untuk membasahi bumi. Hari ini genap sudah empat hari hujan turun tanpa henti. Itu artinya sudah empat hari juga aku merindukan hangatnya sinar matahari. Mungkin tidak hanya aku, banyak juga orang di luar sana yang merasakan hal yang sama dengan diriku. 

Rintikan hujan kadang memang bisa menghibur jiwa yang sedang gundah. Hujan yang menitik membasahi bumi tak jarang menjadi hiburan tersendiri bagi sebahagian orang. Tapi jika sudah begini keadanya, siapa lagi yang akan terhibur dengan turunnya hujan? Jujur saja, bahkan aku sendiri sudah mulai agak muak dengan guyuran hujan ini. Rindu rasanya hati ini dengan hangatnya sinar matahari pagi, hangatnya terik mentari di kala siang dan rona keemasan di ufuk barat sana ketika mentari sudah mulai masuk ke peraduannya.

Masih segar dalam ingatanku bagaimana genangan banjir menghadang perjalanan pulang menuju kampung halaman kemarin sore. Hampir saja surut niatku untuk pulang kampung melihat genangan banjir “oleh-oleh” dari langit yang tak kunjung surut kala itu. Kalau saja tidak karena ingin merayakan hari raya qurban bersama keluarga di kampung yang tahun kemarin tidak sempat aku rasakan, mungkin saja aku dan adikku segera balik kanan dan kembali ke kota Padang. Siapa yang tak ciut hatinya menunggu banjir yang mengenangi jalan setinggi pinggang orang dewasa. Belum lagi gelapnya gulugan awan hitam di hulu sana yang siap menumpahkan ribuan gallon air ke bumi, ranah tumpah darahku.

Kalau boleh sedikit ber-lebay-lebay, maka pulang kampung kali ini adalah pulang kampung yang pailing dramatis sepanjang sejarah kehidupanku. Tidak berlibihan rasanya pernyataan seperti itu aku lontarkan jika kawan ikut merasakan bagai mana rasanya menahan perut lapar sambil menunggu banjir yang tak kunjung surut. Mungkin tidak akan menjadi lebay jika kawan tahu bagaimana rasanya menunggu hampir lima jam di tengah rintikan hujan dan dinginnya hembusan angin malam yang menusuk tulang.
Untung saja aku tidak hanya berdua dengan adikku menikmati prosesi pulang kampung yang dramatis itu. Ada puluhan mahasiswa rantau lainnya yang bertujuan sama dengan aku dan adikku terjebak menunggu surutnya banjir yang mengenangi jalan menuju kampung kami. Hanya gelak canda yang sedikit bisa menghangatkan badan kami kala itu. Suasana senja hingga malam itu hanpir mirip dengan acara reunian para alumni SD, hanya saja tidak ada makanan dan orgen tunggalnya.

Kawan, sekali lagi aku bertanya, jika sudah seperti ini keadaannya apakah hujan ini masih manjadi berkah dan hiburan buat kita? Aku rasa jawaban yang paling pas untuk saat ini adalah “tidak”. Aku juga berani bertaruh bahwa kawan akan sepakat dengan jawabanku ini, jika kawan ikut menjadi salah satu rombongan yang menunggu banjir surut, dengan baju basah dan dalam keadaan perut kosong. Belum lagi gelapnya malam karena mati lampu menambah syahdunya suasana di malam itu. Nah, kalau sudah begini saya rasa sangat sulit memberikan jawaban “iya” terhadap pertanyaanku tadi.

Tapi malam itu aku dan segenap rombongan tetap saja sabar menunggu air surut. Mungkin alasan terkuat yang membuat kami tetap bertahan dalam kondisi yang memprihatinkan itu adalah keinginan untuk bisa merayakan hari raya Qurban bersama keluarga di kampung halaman. Kalaupun ada alasan lain, namun ini adalah alasan utama yang memeberikan semangat tersendiri dalam penantian kami kala itu.

Jujur saja kawan, apa yang kami rasakan ini belum seberapa ketimbang saudara-saudara kita yang ada di belahan Pesisir Selatan arah ke selatan sana. Kami mungkin hanya terhalang untuk lewat ke rumah. Sementara mereka di sana sudah kehilangan rumah dan bahkan kehilangan anggota keluarga. Sungguh musim hujan kali ini telah memancing isak tangis sebahagian besar masyarakat Pesisir Selatan menjelang hari raya qurban.

Hampir lima jam berselang, akhirnya penantian kami berbuah hasil. Air yang menghalangi jalan kami berlahan sudah mulai surut. Hujan telah berhenti. Satu persatu mobil yang ikut dalam barisan rombongan menunggu banjir surut sudah mulai jalan. Namun kami yang mengendarai sepeda motor belum bisa berbuat apa-apa, karena genangan air masih cukup dalam untuk ukuran sepeda motor. Bersabar dan tetap menunggu, hanya itu yang dapat kami lakukan.

Hingga akhirnya penantian kami pun berbuah manis. Air surut dan sepeda motor sudah bisa lewat. Bukan kepalang rasanya girang hati ini, ketika jalan menuju rumah sudah bisa ditempuh. Aku pacu sepeda motorku menerjang genagan banjir yang masih tersisa di jalan. Alhamdulilah, Terimakasih ya Allah, sepenggal kalimat itu terbersit di lubuk hatiku yang paling dalam ketika melalui jalan yang masih digenangi air itu. Mungkin kawan-kawanku yang lain juga merasakan hal yang sama denganku.

Satu pelajaran yang bisa aku dan kita semua petik untuk saat ini, bahwa segala sesuatu yang berlebihan itu tidak akan menjadi baik, dan bahkan akan merusak. Apapun itu, jika berlebihan pasti tidak akan baik. Tidak terkecuali dengan hujan. Hujan jika turun dengan porsi yang pas mungkin akan menjadi berkah buat kehidupan kita di bumi Allah yang elok ini. Akan tetapi, jika sudah berlebihan maka hujan akan menjelma menjadi sebuah bencana atau teguran buat kita. Seperti yang tengah aku, adiku dan segenap warga Pesisir Selatan alami saat ini.

Namun terlepas dari itu, ini adalah teguran Allah kepada kita. Mungkin saja kita sering lupa dan khilaf serta berbuat salah. Allah telah menegur, maka segeralah introspeksi diri dan berubah ke arah yang lebih baik untuk masa yang akan datang. Semoga saja kita cukup cerdas untuk mengambil hikmah di balik bencana ini. Yakinlah, apapun yang terjadi di bawah kolong langit Allah ini tidak mungkin terjadi tanpa sebuah hikmah. Lihat, rasakan dan renungkan, lalu ambil hikmahnya.

Pesisir Selatan, 05 November 2011
-Ditulis sehari menjelang hari raya qurban dalam kondisi hujan dan banjir masih mengenangi jalan-

[ Selengkapnya...]
Label:

Hujan Menjelang Hari Raya Qurban

Beberapa hari ini hujan tak pernah bosan membasahi bumi pertiwi. Seolah persedian air di langit sana tak pernah habis untuk dikucurkan ke bumi. Sudah lama aku dan penduduk lainnya di negeri ini tak menyaksikan indahnya matahari di kala pagi, dan juga sudah lama kami tak merasakan hangatnya sengatan mentari pagi. Sudah rindu rasanya hati ini dengan panasnya terik matahari di kala siang.

Hujan menjelang hari raya Qurban ini telah meninggalkan kenangan yang sangat tidak enka buat warga di kampongku, kawan. Hujan ini telah merendam dan mengenangi kampong kami dengan banjir ini. Banjir yang telah menelan korban. Tidak hanya korban materi, tapi juga korban nyawa. Sedih memang mendengar berita ini, tapi ini suka atau tidak suka, mau atau tidak mau ini adalah bagian dari teguran Allah buat kita hambaNya yang sering lupa dan salah.

Entah apa yang salah, yang jelas banjir itu telah datang dan merendam segenap ranah kelahiranku dan juga telah berhasil merenggut beberapa nyawa. Itu artinya akan ada beberapa anak yatim atau piatu baru di kampungku setelah ini. Maungkin juga akan ada orang tua yang akan kehilangan anaknya. Tapi, semuanya telah terjadi kawan. Menyesalpun sudah terlambat. Satu hal yang bisa kita lakukan hanyalah intropeksi diri dan mulai memperbaiki kesalahan. Yakinlah, Allah tidak mungkin menegur kalau kita tak salah.
Tuhan, marahkan Engkau kepada kami.???

Padang, 04 November 2011


[ Selengkapnya...]
Label:

Catatan Selasa Pagi

Sudah hampir dua minggu aku tak menulis sesuatu apapun. Entah apa masalahnya aku juga tak mengerti. Semangat untuk menulis tiba-tiba itu hilang entah ke mana. Gairah untuk menulis meredup dan nyaris padam rasanya. Entah apa yang salah dengan diriku ini, aku juga tak mengerti. Malas, dan malas mungkin itulah alasan paling pas untuk aku kemukakan. Namun jika kawan bertanya kembali, kenapa malas? Maka aku akan binggung sendiri menjawabnya. Jadi, tak usah lah bertanya lagi, kawan. 

Kadang aku sempat berfikir, bagaiamana sih para penulis hebat yang telah menghasilkan ribuan tulisan yang sangat hebat itu memotivai diri mereka untuk tetap dan terus menulis? Apakah mereka pernah kehilangan keinginan untuk menulis? Apakah mood menulis mereka pernah menguap dan menghilang? Ah, meskipun pernah tapi mereka tetap saja telah menghasilkan tulisan-tulisan yang hebat dan indah. Dengan karya indah itu mereka telah berhasil mencatatkan nama mereka dalam sejarah.

Lalau bagaimana dengan aku? Aku tetap saja aku yang masih kehilangan semangat dan mood untuk menulis sampai saat sekarang ini. Ingin sekali rasanya aku mencoba untuk menulis kembali, mengukir rangkaian tulisan-tulisan di lembaran kertas putih. Berulang kali aku mencoba, dan berulang kali juga aku gagal untuk memulai. 


Dulu bagiku menulis adalah sarana pembabasan jiwa. Nah, sekarang aku merasa sangat sulit sekali merenda tulisan di lembaran kertas putih. Ah, rasanya saat ini jiwaku terkungkung. Susah rasanya menuangkan ide itu. Kadang ide itu ada, tapi memulainya sangat rumit sekali.


Pagi ini, kejenuhan itu kian memuncak, dan di sisi lain keinginan untuk kembali menulis itu kian kuat menhentak. Akahirnya aku coba untuk menuliskan tulisan ini. Inilah secarik catatan di selasa pagi. Oh semangat kembalilah,..!!!

[ Selengkapnya...]
Label:

Teruslah Berbagi

Tidak ada manusia yang sempurna. Ya, tak seorang pun di dunia ini yang terlahir sebagai sesosok manusia yang sempurna. Saya, anda dan kita semua terlahir dengan berbagai kekurangan di tengah segelintir kelebihan yang kita miliki. Agaknya ini merupakan bagian dari takdir Maha Besar Allah, agar kita manusia bisa hidup saling berdampingan dan saling berbagi. Ya, kita memang ditakdirkan sebagai makhluk sosial yang tidak mungkin bisa untuk hidup sendiri di hamparan bumi Allah yang elok ini. Dengan alasan apapun kita tidak akan mungkin bisa mengingkari sunatullah ini. 

Apapun profesi kita, bagaimana pun status sosial kita dan seberapa pun tingginya pendidikan kita, serta tak peduli seberapa banyak gelar yang kita miliki, tetap saja kita akan membutuhkan orang lain untuk menunjang dan menjamin kelangsungan kehidupan kita di muka bumi ini. Di samping kita membutuhkan orang lain, kita juga dianjurkan untuk bisa berbagi dan membatu orang lain yang berada di sekeliling kita. Inilah bagian dari takdir Allah yang saya maksud di atas tadi. Allah tidak akan menciptakan sesuatu di kolong langit ini tanpa hikmah. Singkatnya, kita sangat dianjurkan untuk saling meberi dan menerima.

Manusia terlahir sudah ditakdirkan sebagai makhluk sosial. Itu artinya kita akan selalu saling berinteraksi antar sesama manusia dalam kehidupan ini. Di mana pun kita berada interaksi itu pasti akan terjadi. Bukankah keberadaan kita di dunia ini sangat terkait erat dengan lingkungan kita? Kita akan selalu bersosialisasi dengan orang yang ada di sekeliling kita. Nah, di dalam proses sosialisasi itulah adanya proses tukar menukar manfaat melalui kegiatan saling memberi dan menerima. Kita sangat butuh orang lain dan tidak tertutup kemungkinan oranglain juga sangat membutuhkan kita.

Karena kita sangat dianjurkan untuk memberi dan berbagi kepada sesama, maka alangkah sangat mulianya orang yang bisa memberi manfaat bagi orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Bukankah baginda Rasulullah SAW pernah berpesan melalui haditsnya:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain”. Dan salah satu cara member manfaat kepada orang lain adalah dengan berbagi dan memberi.

Agaknya hadits Rasulluah di atas sudah cukup bagi kita untuk membuktikan bahwa kita sangat dianjurkan untuk bisa memberikan dan berbagi kepada orang lain dan lingkungan sekitar kita. Memberi dan berbagi tidak harus berupa uang atau materi. Banyak hal lain yang dapat kita berikan untuk orang di sekeliling kita. Apakah pemberian itu berbentuk ide, sumbangan pikiran, saran dan nasehat atau berupa tenaga misalnya. Apapun itu, selagi itu bisa bermanfaat bagi orang lain dan lingkungan kita, kenapa tidak kita bagi dengan orang lain.

Jika kita adalah seorang yang berilmu, maka berbagilah dengan ilmu yang kita miliki. Berilah manfaat orang dan lingkungan di sekeliling kita dengan ilmu yang kita punya. Ilmu jika tidak dimanfaatkan ibarat pohon tanpa buah. Tidak ada artinya. Tahukah kawan bahwa tidak ada orang yang serba tahu di dunia ini. Kita memiliki keterbatasan pengetahuan. Oleh sebab itu kita sangat dianjurkan untuk saling berbagi ilmu agar pengetahuan kita lebiah luas. Tidak ada untungnya menyembunyikan ilmu. Berbagi ilmu tidak akan membuat kita bodoh. Jika berbagi ilmu tidak akan membuat kita bodoh, lalu masih adakah alasan bagi kita untuk tidak berbagi ilmu? Jawablah dengan jujur dan setulus hati.

Jikalau seandainya kita adalah seseorang yang kebetulan diberikan kelimpahan materi oleh Allah, maka berbagilah dengan materi yang kita punya. Karena di dalam harta yang kita miliki itu juga terdapat hak orang lain. Gunakanlah harta dan kelimpahan materi yang kita punya itu untuk bisa membantu dan memberi maanfaat kepada orang yang hidupnya masih kurang beruntung ketimbang kita. Alangkah indahnya hidup ini jika kita mampu berbagi dengan sesama melalui kelebihan harta yang diberikan Allah kepada kita. Toh, kelebihan harta yang kita miliki juga tidak akan kita bawa mati bukan? Bukankah tangan di atas itu lebih baik daripada tangan di bawah?


Kemudian jika kita tergolong orang yang bijak, maka berbagilah dengan nasehat-nasehat yang baik yang dapat mecerahkan kehidupan seseorang. Lihatlah sekeliling kita. Pekalah terhadap lingkungan. Mungkin saja banyak orang di sekitar kita yang sangat membutuhkan motivasi dan semangat dari kita.

Kalaupun kita tidak memiliki semua itu, dengan senyuman pun kita bisa berbagi. Tebarkanlah senyuman kedamaian dan persahabatan di lingkungan kita. Semoga dengan senyuman tersebut bisa memberikan kedamaian dan keharmonisan pergaulan kita di tengah-tengah masyarakat. Tetap berbagi, meskipun hanya dengan senyuman yang penuh kedamaian.

Apapun profesi dan kedudukan kita di tengah masyarakat, teruslah berbagi dan meberi manfaat bagi orang lain dan lingkungan sekitar kita. Menjadi orang sukses itu memang baik dan terhormat, namun jauh lebih baik dan terhormat jika kesuksesan kita itu bisa juga dirasakan dan memberi manfaat bagi orang yang ada di sekitar kita. Dengan kata lain orang yang sukses sejati itu adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain dan lingkungannya.

Memberi tidak akan membuat kita kekurangan. Belum ada sejarahnya orang miskin karena memberi. Juga belum ada tercatat dalam sejarah orang yang bodoh karena berbagi ilmu dengan orang lain. Namun, kenyataannya adalah sebaliknya. Dengan memberi kita akan hidup berkelimpahan. Melalui berbagi kehidupan kita akan terasa lebih bermakna.
Teruslah berbagi, dan rasakan keberkahannya…!!!

*Oleh: Heru Perdana P
Padang, 18 Oktober 2011, 14:08 WIB

[ Selengkapnya...]
Label:

Wisuda, Keluar dari Mulut Harimau Masuk Mulut Buaya

Dalam kurun waktu beberapa minggu ke depan dan sudah dimulai semenjak beberapa minggu belekangan ini, acara wisuda telah digelar di berbagai kampus di negeri ini. Baik itu kampus umum maupun kampus kesehatan. Semuanya mengelar perhelatan yang sangat dinanti dan didambakan oleh para mahasiswa. Karena memang dalam rentang bulan September dan oktober ini adalah masanya kampus mengelar acara wisuda. Mungkin ini adalah salah satu momen maha penting dalam sejarah perjalanan kehidupan saya, anda dan kita semua, manusia yang beruntung bisa menikmati pendidikan di bangku perguruan tinggi. Karena saking pentingnya, sehingga untuk merayakan dan menyaksikan pengukuhan gelar serjana, tak jarang para wisudawan dan wisudawati memboyong seluruh keluarganya. Mulai dari orang tua, kakak, adik, keponakan, teman dan bahkan tetangga diundang untuk ikut serta menyaksikan hari bahagia itu.

Selesai kuliah, bagaikan lepas dari himpitan beban yang sangat berat dan menyesak pikiran. Tamat kuliah serasa bebas dari kurungan penjara yang menjemukan. Ibarat burung yang lepas dari sangkar dan siap terbang melayang melepaskan segala beban selama dalam sangkar. Napas di dada terasa lapang, padangan terang menerawang, mata berbinar menyiratkan gurat bahagia. Rasa bangga berbalut bahagia memenuhi setiap inci ruang dada. Begitulah kira-kira yang dirasakan oleh para sarjana, jika kita bertanya kepada para sarjana pada hari pengukuhan gelar kesesarjanaan mereka itu. Ya, kira-kira sperti itulah perasaan yang berkecamuk dihati mereka.

Kawan, mari kita sejenak kembali melayangkan pikiran kita ke masa lalu. Masa di mana untuk mengecap pendidikan di perguruan tinggi itu sangat susah. Pada waktu itu gelar sarjana adalah suatu gelar yang sangat terhormat. Mereka yang memiliki gelar sarjana waktu itu sangat dihormati. Jika ada saja salah satu dari anggota keluarga kita yang sarjana, maka dengan sendirinya keluarga kita akan disegani oleh orang sekitar. Ya, begitu mahal dan berharganya gelar sarjana waktu itu. Orang yang menyandang gelar sarjana kala itu indentik dengan orang yang sangat pintar dan beruang. Tapi itu dulu kawan.!! Sekarang keadaan itu sudah sangat berubah.

Kita patut bersyukur, seiring berputarnya waktu dan bergantinya zaman, keadaan itu sudah mulai berubah. Sekarang kesempatan untuk bisa kuliah dan mengecap pendidikan di perguruan tinggi sangat terbuka luas. Kesempatan itu juga diiringi dengan tersedianya berbagai macam pilihan perguruan tinggi. Kita tinggal pilih mau masuk dan kuliah di mana. Namun sayang, kesempatan itu tidak bisa termanfaatkan dengan baik.

Telah banyak di sekitar kita orang yang menyandang gelar sarjana tanpa memandang derajat, status ekonomi, IQ tinggi atau tidak, dan lain sebagainya. Terlepas dari bagaimana dan dengan cara apa kita menyandang gelar itu, kita tetap harus bangga menjadi seorang sarjana. Namun bangga saja tidak cukup, gelar sarjana yang disadang itu akan melahirkan beberapa tangungjawab dan tuntutan. Bukan hanya untuk berjalan pongah di dapan para siswa SMA, SMP, SD bahwa kita lebih berpendidikan ketimbang mereka. Kita ─para sarjana─ bertanggungjawab untuk bisa menciptakan kehidupan yang lebih baik, baik untuk diri sendiri, maupun keluarga dan lingkungan kita. Para sarjana dituntut untuk tidak menambah panjang rentetan daftar pengangguran di Negara ini. Jika tidak mampu, maka gelar sarjana tidak ada gunanya. Sama dengan bohong.!!

Ada sebuah pepatah lama yang kira-kira cocok untuk mengambarkan keadaan para sarjana yang baru saja wisuda, “lepas dari mulut harimau, masuk mulut buaya”. Ya, sangat cocok sekali. Tahukah kawan, bahwa kebahagiaan yang dirasakan oleh para wisudawan dan wisudawati itu tak lebih dari satu hari saja. Kebahagiaan itu akan lenyap dan menguap dengan sendirinya ketika mereka sadar bahwa ada permasalahan baru yang siap menunggu mereka. Persoalan itu adalah “bagaimana mendapatkan” pekerjaan yang sesuai dengan bidang ilmu dan keahlian yang mereka miliki. Dulu ketika SMA ingin cepat tamat lalu kuliah. Setelah tamat kuliah lalu diwisuda, setelah itu binggung mau kerja di mana.

Ternyata Setelah bermandikan peluh pilu, bersimbah keringat suka dan duka di bangku kuliah. Tertawa bahagia ketika wisuda. Jika tidak pandai-pandai dan gesit dalam melihat peluang, maka gelar sarjana tidak akan ada artinya. Kelak kita akan sadari bahwa lulus dengan IPK di atas tiga saja tidak cukup untuk bisa menembus dunia kerja. Dunia kerja tidak hanya soal nilai, tapi banyak aspek lain yang perlu kita pahami. Dibutuhkan sedikit keberanian dan keberuntungan untuk bisa menembus dunia kerja. Jika tidak, maka siap-siaplah untuk masuk ke dalam daftar “sarjana penganguran”. Dan itu artinya kita telah menambah berat kerja pemerintah dalam mengatasi dan menggurangi angka pengangguran di ranah Indonesia ini. Sungguh sebuah kebanggaan serta kebahgiaan semu, bukan?

Tahukah kawan, bahwa dari sekitar 40 juta orang total keseluruhan pengangguran di Indonesia, 2,6 juta orang diantaranya adalah pengguran bertitelkan sarjana, terlepas dari apakah mereka pengaguran suka rela atau tidak. Sebuah angka yang cukup fantastis bukan? Jika kita tidak siap maka tidak tertutup kemungkin kita akan menjadi salah seorang dari mereka. Tentu jauh dari lubuk hati yang paling dalam kita berharap kita tidak ikut serta meramaikan daftar penganguran terdidik di negeri ini.

Entah apa yang salah dengan kenyataan pahit itu. Yang jelas sistem pendidikan di Negara kita ikut andil dalam kenyataan itu. Tidak bisa kita pungkiri lagi bahwa sistem pendidikan yang ditawarkan di Negara kita saat ini masih berada pada taraf mempersiapkan mahasiswanya untuk jadi pekerja bukan pencipta lapangan kerja. Sementara di sisi lain ketersediaan lapangan kerja tidak sebanding dengan jumlah sarjana yang lulus dari berbagai institusi pendidikan. Para mahasiswa hanya disiapkan jadi robot-robot pintar, sementara dunia kerja tidak sanggup menerima robot-robot pintar dengan titel sarjana yang semakin hari semakin banyak itu. Dunia pendidikan kita tidak cukup memuat mahasiswa berani menatap masa depan dan menantang kehidupan.
Lalu sampai kapan keadaan seperti ini kita biarkan berlanjut..???



*Oleh: Heru Perdana
Padang, 26 September 2011, 22: 16 WIB

[ Selengkapnya...]
Label:

Berlayar Menuju Pulau Kesuksesan

Kawan tentu pernah bermain ke pantai, mampir ke dermaga serta pelabuhan, atau hanya sekedar lewat di tepian laut dan melihat kapal akan dan sedang berlayar mengharungi samudra. Apa yang kawan pikirkan ketika melihat pemandangan seperti itu? Ke mana pikiran kawan menerawang ketika menyaksikan pemandangan itu? Apa yang terlintas dipikiran kawan? Dan pelajaran apa yang dapat kawan petik dari proses berlayarnya sebuah kapal?

Mengenai pemandangan tetang berlayarnya sebuah kapal maka saya sangat sering melihat itu, karena memang jika akan pulang ke kampung halaman saya di pesisir bagian selatan Sumatera Barat sana, saya selalu melewati tepian laut yang menawarkan pemandangan seperti itu. Sampai suatu ketika mucul dipikiran saya bahawa proses berlayarnya kapal mengharungi samudra nan luas itu tidak ubahnya dengan bagaimana seharusnya kita mengharungi samudra kehidupan ini untuk mencapai kesuksesan. Ya, sama persis.

Kapal berlayar butuh persiapan dan harus ada tujuan. Begitu juga dengan hidup ini, butuh persiapan dan harus memiliki tujuan yang jelas. Kesuksesan seperti apa yang kita iginkan. Pulau kesuksesan seperti apa yang akan kita tuju. Dalam berlayar sebuah kapal tidak akan berjalan mulus dan lancar-lancar saja. Tentu banyak halagan dan rintangan yang mau tidak mau, suka atau tidak suka mesti dihadapi demi menuju sebuah pulau yang akan dituju. Kenyataan seperti itu, tidak jauh berbeda dengan kehidupan kita di dunia ini. Hidup tidak akan melulu berjalan mulus. Hidup selalu akan menawarkan masalah dan rintangan yang harus kita hadapi dan selesaikan. Hidup dan permasalahan ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.

Lihatlah kapal yang akan berlayar itu, segala sesuatu telah dipersiapkan. Sebelum berlayar tujuanpun telah ditentukan. Agar tujuan bisa dituju dengan mudah maka dibutuhkan sebuah kompas penujuk arah dan selembar peta untuk menetukan di mana posisi kapal sedang berada. Jika tidak ada penunjuk arah maka sudah sangat dapat dipastikan bahwa kapal akan tersesat. Didalam perjalanan pun tidak sedikit hambatan yang akan ditemui. Mulai dari ombak samudra yang menggila hingga amukan badai yang siap menengelamkan kapal.

Jika kapal itu adalah kita, maka mulai saat ini kita sudah harus mulai mempersiapakan diri untuk mengharungi derasnya samudra kehidupan untuk menuju sebuah pulau kesuksesan. Kita harus tetapkan tujuan kita dari sekarang, bahwa tujuan kita hidup adalah untuk meraih kesuksesan, baik itu sukses di dunia maupun di akhirat kelak. Teruslah belajar dan membaca tanda-tanda untuk menuju kesuksesan.

Kesuksesan selalu meninggkalkan petunjuk-petunjuk yang dapat kita ikuti. Petunjuk itu dapat kita lihat dan kita pelajari melalui orang-orang terdahulu yang telah merasakan manisnya madu kesuksesan setelah puas menelan pahitnya empedu kegagalan. Tidak ada salahnya meniru mereka dan menjadikan pengalaman hidup mereka sebagai kompas bagi kita agar kita tidak tersesat dan tidak terobang-ambing dalam mangharungi samudara kehidupan yang begitu deras dan keras untuk samapai ke pulau kesuksesan yang sangat kita impikan itu. Intinya, kesuksesan itu dapat kita tiru lalu ditularkan. Jalan kesuksesan itu dapat kita tiru lalu sedikit dimodifikasi, sehingga memudahkan kita untuk mencapainya, tidak perlu mencari dan meraba-raba kembali dari awal.

Selayaknya kapal yang akan berlayar, tentu kita juga butuh selembar peta perjalanan menuju pulau kesuksesan. Kita butuh sebuah peta rencana kesuksesan, agar energi dan pikiran kita tidak terbuang dengan sia-sia serta dapat menghemat waktu dalam menuju pulau kesuksesan yang menawarkan serta menjanjikan berjuta kebahagiaan. Dengan peta rancana kesuksesan tersebut kita bisa tahu sudah sejauh mana kita berlayar menuju pulau kesuksesan. Dengan peta tersebut kita sadar di mana posisi kita saat ini. Ya, peta tersebut sangat kita perlukan, bahkan sangat perlu agar kita tidak tersesat serta tengelam diterjang badai permasalahan dan terhempas diterpa obak kehidupan. Menyiapkan peta rencana kesuksesan adalah bagian dari cara mencapai kesuksesan hidup.

Ketahuilah wahai kawan, segala sesuatu memiliki cara dan arah untuk untuk meraihnya, termasuk juga mencapai kesuksesan hidup. Orang yang sukses adalah orang yang tahu dan mengerti akan kesuksesan itu dan paham dengan baik bagaimana cara mewujudkannya untuk kemudian dituangkan dalam peta rencana kesuksesan. Jika tujuan telah ditetapkan dan persiapan telah dilakukan, maka pelayaran menuju pula kesuksesan bisa dimulai. Jika kita mampu mengikuti cara itu dengan baik, maka kesuksesasan hanya perkara waktu. Cepat atau lambat kita akan sampai di pulau kesuksesan, berlabuh di dermaga kebahagiaan.

Kawan, dalam perjalanan menuju pulau kesuksesan itu jangan lupa bawa serta bekal kesabaran. Karena kesabaran sangat dibutuhkan dalam menghadapi terjagan ombak serta kerasnya terpaan badai permasalahan dalam mengharungi luasnya samudra kehidupan sebelum sampai di tepian pulau kesuksesan hidup. Telah banyak dipertontonkan di pentas kehidupan ini bahwa banyak manusia yang gagal sampai ke dermaga kesuksesan karena terlalu sedikit atau tidak membawa bekal kesabaran sama sekali. Hingga akhirnya meraka tengelam di tengah samudra keputus-asaan. Menyedihkan memang, tapi itulah kenyataan.

Meraka tengelam gagal bukan karena buruknya peta perencanaan kesuksesan yang mereka susun, bukan juga karena kurangnya potensi yang mereka miliki, melainkan karena kurangnya bekal sabar yang mereka punya dan mereka bawa. Jadi, sudah jelas bagi kita bersama bahwa sikap sabar sangat penting kita miliki dalam rangka meraih kesuksesan hidup. Jika sekarang kita belum berhasil dan banyak menemukan berbagai gelombang permasalahan, tidak perlu berputus asa, tidak usaha bersedih hati dan menyalahkan Takdir Allah, karena bisa jadi ada yang salah dengan proses kerja dan usaha kita. Kesabaran bukanlah hal yang pasif, di mana kita hanya mempasrahkan diri kepada Allah. Sabar menuntut kita aktif dan berfikir untuk memperbaiki kesalahan yang ada, guna mewujudkan kesuksesan yang kelak kita harapkan dapat meberikan percikan kebahagiaan ke dalam kehidupan kita dan keluarga kita. Mario Teguh pernah mengatakan, “kesabaran adalah kekuatan untuk berlaku tenang dalam penantian”.

Yakinlah wahai kawan, kesabaran itu akan membuahkan keberhasilan serta akan menghantarkan kita ke dermaga kesuksesan. Kita sadari atau tidak, jika kita mau berusahan dan terus berjuang, maka kita tidak akan mungkin terus berada dalam kesulitan. Di balik setiap gelombang kesulitan dan permasalahan pasti ada hamparan pasir jalan keluar. Kesabaran akan membawa kemudahan bagi setiap permasalahan yang kita hadapi. Dan ini telah dijanjikan Allah di dalan al-quran. Sekalai lagi saya tegaskan, jika kita sudah menetapkan tujuan yang jelas, berusaha dengan maksimal serta mengiringi setiap usaha tersebut dengan balutan kesabaran, maka cepat atau lambat kita akan sampai di pulau kesuksesan hidup nan indah.
Teruslah berjuang dan selamat berlayar menuju Pulau Kesuksesan..!!!



“Kesuksesan akan didapatkan dengan kesungguhan dan kegagalan terjadi akibat kemalasan bersungguh-sungguh”
~Sholahuddin As-Supadi, wafat 764 H~

*Oleh : Heru Perdana Putra
Padang, 19 September 2011, 15: 59 WIB

[ Selengkapnya...]
Label:

Rumput Tetangga yang Lebih Hijau

Rumput Tentangga memang selalu terlihat lebih hijau. Ya, sepenggal kalimat tersebut sangat cocok kiranya mengambarkan pandangan dan pikiran kita terhadap cara menyikapi hidup ini. Kehidupan tetangga selalu terlihat lebih bahagia ketimbang kehidupan kita. Pekerjaan orang lain selalu terlihat lebih baik dan enak ketimbang pekerjaan kita. Orang sekitar sering terlihat lebih kaya dan lebih besar penghasilannya ketimbang kita. Orang lain terilihat lebih berprestasi ketimbang kita. Pokoknya orang lain akan selalu terlihat lebih jika dibandingkan kita. Meski sebanarnya belum tentu demikian pada kenyataannya. Tapi pikiran picik kita telah terlanjur menciptakan perasaan seperti itu. Dan malangnya telah berhasil mengerogoti sebahagian besar dari hati dan perasaaan kita. 

Kita sadari atau tidak perasaan seperti tadi, perasaan yang melihat orang lain selalu lebih dari kita itu akan menciptakan sebuah virus berbahaya dalam hati kita. Virus berbahaya itu dinamakan iri dan dengki. Virus yang dapat melenyapkan kebahagian dari kehidupan kita. Virus yang akan mengikis habis dan tak bersisa rasa senang dan kepuasan dari dalam hati dan pikiran kita. Virus yang mungkin akan dapat dan mungkin bisa menciptakan sebuah virus baru yang juga berbahaya, yaitu rasa dendam. Na’uzubilahi min zalik,.!!

Tahukah kawan apa dengki itu? Secara sederhana iri atau dengki dapat diartikan sebagai sebuah emosi atau perasaan yang muncul ketika seseorang melihat dirinya memiliki kekurangan dan melihat orang yang didengkinya memiliki kelebihan yang tidak dimilikinya. Kepemilikan orang yang didengki bisa berupa : kualitas kekayaan, kecerdasan, kepribadian, atau bahkan prestasi dan jaringan pertemanan atau komunitas soisal. Sebenarya sebab dasar timbulnya sikap iri dan dengki ini adalah karena didasari oleh rasa cemburu. Sebab lainnya adalah kurang mampu mensyukuri apa yang telah dianugrahkan Allah kepada kita sehingga berkat dari apa yang telah dimiliki tidak begitu terasa dan membekas dalam kehidupan. Akibatnya, pancaran kebahagian tidak bisa dirasakan oleh mereka yang menyimpan rasa iri dan dengki.


Aeschylus (525 SM - 456 SM) seorang dramawan Yunani kuno yang telah berhasil menulis lebih dari tujuh puluh naskah drama mengatakan “ Hanya sedikit orang yang bisa untuk menghormati keberhasilan orang lain tanpa rasa iri hati”. Ya, karena memang terkadang sangat sulit menerima kenyataan bahwa orang lain lebih sukses dan berhasil ketimbang kita. Dan sangat susah melihat orang lain lebih hebat daripada kita. Alasanya hanya satu, yaitu sikap egois yang masih bersemayam indah di hati dan jiwa kita manuisa. 


Iri hati hanya akan merusak dan merampas kebahagiaan dan keindahan hidup seseorang. Iri dan dengki akan menjauhkan kita dari rasa damai, sejahtera dan sukacita. Iri hati hanya akan mempersempit ruang kehidupan dan membuat penganutnya terjun bebas ke dalam jurang kesengsaraan. Hidup pengiri akan terasa hambar dan selalu dihantui oleh ketidaktenangan kerana terlalu sibuk melihat apa yang dimiliki oleh orang lain sehingga lupa terhadap arti kehidupannya sendiri. Iri hati adalah virus yang mematikan. Setidaknya membuat hati kita mati dan tidak bisa bersyukur akan karunia dan nikmat yang telah dianugrahkan Allah kepada kita. 


Jika kita telah menyadari bahwa tidak ada untungnya menyimpan dan memelihara salah satu sifat buruk ini. Lalu, mengapa kita masih mau menyimpan sifat buruk itu? Kenapa kita tidak berusaha menyingkirkannya? Dan kenapa kita kita masih saja mau diperdaya olehnya? Mulai saat ini mari kita berusah untuk membuang sifat buruk itu. Ayo kita belajar menerima kelebihan orang lain yang ada di sekitar kita, karena terkadang kita harus mengakui kebenaran sepenggal kalimat bijak ini, “bahwa di atas langit masih ada langit”


Mari melihat kelebihan dan kesuksesan orang lain atau teman di sekeliling kita kita sebagai sebahagian dari kesuksesan kita. Karena dengan beranggapan seperti itu kita telah berusaha membunug sikap iri yang ada dalam diri kita. Setidaknya dengan bersikap seperti itu kita dapat bergaul dan belajar dengan mereka untuk menggapai kesuksesan dalam hidup kita. Yang pada akhirnya kita akan mampu menjadikan hal itu sebgai lecutan dan motivasi untuk bekerja lebih maksimal. Jika kita tetap memelihara sikap iri dan dengki tentu kita tidak akan mau bergaul dengan orang yang lebih dulu sukses dari kita atau seorang yang lebih baik dari kita. Jelas sifat seperti ini sangat merugikan diri kita.


Untuk mengikis habis sikap iri dari diri kita mari kita sibukkan diri kita untuk bersiap menjadi pribadi yang lebih baik dan berkualitas dari ke hari. Sehingga demikian kita tidak punya waktu lagi untuk merasa iri dengan orang lain di sekitar kita. Fokuslah untuk memperbaiki diri, bukan melihat kelebihan orang lain.


“Rasa iri menggerogoti suka cita, kebahagiaan, dan kepuasan hidup seseorang sampai habis”~Billy Graham

Oleh: Heru Perdana Putra
Padang, 25 Juli 2011, 00.19 WIB

[ Selengkapnya...]
Label:

Cinta Oh Cinta

Dia datang bagaikan setetes cahaya yang akan menerangi segumpalan hati mereka yang di hampirinya.. Ketika dia datang dunia seolah berputar pelan dan dan anginpun berhembus tenang. Dunia serta merta terasa lapang dan indah. Begitulah alam terasa ketika cinta mulai menyapa dan meyeruak masuk ke dalam relung hati dua insan berbeda jenis. Sulit memang diungkapkan dengan kata-kata, tapi dia begitu nyata terasa dan memenuhi setiap relung hati manusia yang dihampirinya, tidak jarang juga tergambar jelas dalam laku manusia.

Cinta akan berbeda makna jika sampai pada tangan dan pandangan individu yang berbeda pula. Mereka yang tidak begitu menyukai cinta, menyebut cinta sebagai tanggung jawab. Mereka yang bermain dengan cinta, akan memandang cinta sebagai permainan. Mereka yang belum memiliki dan mendapatkan cinta, menerjemahkan cinta dalam bentuk impian. Mereka yang mencintai, menyebut cinta adalah takdir. Mereka yang telah bahagia dengan cinta menganggap cinta sebagai nafas kehidupan dan berkah pembawa nikmat. Ya, cinta itu relative tergantung sudut pandang kita memandang.

Cinta bukanlah barang baru yang menjadi penghias kehidupan manusia di bumi ini. Boleh dikatakan umur cinta itu sama tuanya dengan bumi ini. Bukankah Allah menciptakan bumi nan elok ini adalah sebagai wujud cintaNya kepada hambaNya, yaitu kita─manusia─. Cinta itu akan tetap ada selama manusia dan makhluk lain juga masih ada. Kita lahir ke muka bumi ini adalah karena buah cinta antara ayah dan ibu kita. Kita tumbuh menjadi sesosok manusia dewasa adalah karena cinta dan kasih orang tua kepada kita. Cinta adalah bahan dasar kehidupan hati seorang manusia. orang yang tidak punya cinta pada hakikatnya hanya mengenggam dunia dari kulit luarnya saja.

Bicara soal cinta, belum ada seorangpun ahli yang bisa mendefinisikan cinta secara jelas dan mendalam. Belum ada defenisi baku tentang cinta. Juga belum ada teori yang mengulas persoalan cinta. Dan belum ada terdengar sampai saat ini ada seseorang yang dikenal sebagai pakar cinta. Cinta sangat sulit untuk didefenisikan dan disamakan maksudnya antara satu individu dengan individu yang lain. Karena memang cinta dan rasa cinta itu berbeda antara yang dirasakan oleh seseorang dan orang lain. Cinta juga akan berbeda tergantung waktu, tempat, cara menikmati dan penikmat cinta itu sendiri, seperti yang telah dikemukakan di atas.

Meskipun terjemahan dan defenisi cinta itu sangat banyak dan tidak ada yang sama. Namun yang jelas tujuan utama dari cinta itu adalah membahagiakan para penganutnya. Kebahagian yang memberikan percikan-percikan kenikmatan dan kepuasan bagi mereka yang tengah dimabuk cinta. Tidak hanya itu, kadang kala nikmatnya cinta justru akan lebih terasa setelah seseorang merasakan bagaimana pedihnya sayatan sembilu cinta. Intinya tujuan utama dari cinta adalah tetap untuk mendatangkan kebahagian kepada manusia yang telah dihinggapi hatinya oleh cinta. Kalau pun ada tangis dalam cinta itu adalah bumbu-bumbu agar cinta lebih bermakna dan bisa lebih dinikmati oleh para penganutnya, jika para pecinta dapat melihat sisi positif dari setiap adengan yang disajikan oleh cinta. Setidaknya bisa untuk menghargai cinta.

Cinta bukanlah barang aneh untuk dikenal dan dibicarakan. Cinta bukanlah produk haram yang tidak boleh dirasakan dan dinikmati. Tapi cinta adalah bagian dari sisi indah kehidupan manusia di muka bumi ini. Cinta adalah pemberian dan anugrah Allah yang diberikan kepada setiap hambaNya. Cinta adalah bumbu nikmat menambah gairah dua insan dalam mengharungi bahtera kehidupan.

Cinta itu adalah fitrah manusia yang dianugrahkan Rabb Maha Pengasih kepada hambaNya. Cinta kadang mewarkan gelak tawa, kadang menyuguhkan derita. Indah, ceria, dan kadang merana itulah rasa cinta. Rasa seperti itu terjadi bukan karena cintanya, tapi lebih disebabkan oleh kesalahan dan kegagalan kita dalam menyikapi cinta. Bisa jadi kesalahan dalam melabuhkan cinta pada hati yang tidak tepat. Atau bisa juga karena melabuhkan cinta pada waktu yang tidak tepat.

Yang jelas sejatinya cinta itu tetap akan memberikan kebahagiaan yang memercikan kenikmatan, kepuasan, dan ketentraman pada penikmatnya. Maka bersyukurlah orang yang telah dikaruniai cinta dan dapat menyikapinya dengan baik dan bijak. Cinta itu unik, bisa membuat mereka yang merasakannya tidak berselera makan atau tidak nafsu makan. Bahkan tak jarang cinta bisa membuat seseorang nekat mengakhiri hidup.

Lalu bagaiman jika cinta telah menghampiri hati kita? Apakah perlu syarat untuk menerima dan memulainya? Jika Tuhan menuntun kita dan menghantarkan kita pada cinta, maka terimalah cinta itu seraya tetap menilai dan mengenal cinta yang datang itu cocok atau tidak dengan pribadi kita. Ketika mencintai, jangan pernah menyesal meskipun cinta itu pada akhirnya akan menyakiti kita. Sejatinya ketika Tuhan sang Pemilik cinta membawa kita kepada cinta, maka Dia akan memampukan kita mengahadapi setiap persoalan dan permasalahan yang disodorkan oleh cinta. Kalaupun kita gagal dan kecewa, anggaplah itu sebagai sarana pendewasaan diri dan batu loncatan untuk menggapai cinta yang lebih baik dan lebih membahagiakan. Karena kita tidak akan mungkin bisa hidup tanpa cinta.

Jika kita boleh sedikit beranalogi, maka melabuhkan cinta itu sama ibaratnya dengan orang yang sedang menunggu angkot atau bis kota. Kadang kita terlalu memilih dan banyak syarat untuk menaikin angkot atau bus kota itu, padahal tujuannya tetap sama yaitu mengantarkan kita ke tujuan. Angkot pertama datang dan berhenti di depan kita. Kita melihat sejenak. Ah, angkotnya penuh, sesak, dan tidak nyaman. Tunggu saja angkot berikutnya. Angkot selanjutnya datang dan berhenti di hadapan kita. Kita lihat dan berkata dalam hati, “angkotya tidak bagus, musiknya tidak enak dan terlalu banyak orang tua di dalamnya. Tunggu angkot selanjutnya”. Angkot selanjutnya pun datang. Angkotnya bagus, nyaman, musiknya menarik, dan kita berminat. Namun sayang, angkotnya berlalu begitu saja seolah tidak melihat kita yang sedang menunggu.

Waktu terus berlalu, dan kita baru sadar kalau kita akan terlambat menuju tempat yang akan kita tuju. Sesaat kemudian angkot datang. Kita sudah tak sabar dan sudah tidak terlalu memperhatikan lagi angkot yang akan kita naiki. Pikiran kita terlalu fokus kepada takut terlambat setelah terlalu memilih diawal-awal tadi. Angkot tadi berhenti di hadapan kita. Kita segera menghambur menaiki angkot itu. Setelah beberapa saat, kita baru sadar bahwa angkot yang kita tumpangi tadi jurusannya tidak sama dengan tujuan yang kita tuju. Kita pun tersadar bahwa telah menyia-nyiakan waktu, dan keterlambatan menuju tujuanpun tidak terelakan lagi.

Dari analogi yang kita utarakan tadi dapat diambil kesimpulan bahwa dalam melabuhkan dan menambatkan cinta di hati seseorang kita terlalu memilih. Mencari yang ideal 100% untuk menjadi pasangan kita dalam mengharungi samudra kehidupan dengan berbidukan cinta yang akan kita bina. Padahal tidak ada di dunia ini manusia yang benar-benar ideal 100%. Tidak ada pribadi yang sempurna. Dan kalau boleh jujur, kita pun tidak akan pernah 100% ideal sesuai dengan yang dia─pasangan kita tadi¬─ inginkan.

Memberi syarat dan menggariskan syarat-syarat tertentu kepada calon pasangan kita boleh-boleh saja dan wajar adanya. Namun, juga tidak ada salahnya jika kita memberi kesempatan kepada mereka yang berhenti di depan kita dan berusaha mencoba mengisi ruang hati kita dengan cintanya. Toh, kalaupun tidak cocok, kita bias berteriak “kiri!” dan turun dengan sopan. Dengan kata lain kita dapat mengakhiri hubungan itu dengan cara baik dan sopan. Yang jelas, memberi kesempatan atau tidak kepada orang yang datang membawa cintannya kepada kita itu tergantung kita. Pertimbangannya, daripada kita harus jalan kaki sendiri menuju tujuan kita, dalam arti menjalani hidup ini tanpa kehadiran orang yang dikasihi. Semuanya berpulang kepada pribadi kita masing-masing. Karena cinta adalah persoalan pribadi.

Kawan, cinta nan suci dan agung itu akan selalu tumbuh dan berkembang dalam kehidupan. Sering kali untuk menemukan cinta sejati dan agung itu membutuhkan waktu yang lama dan penantian yang panjang. Karena terkadang untuk memberikan sesuatu yang indah itu Tuhan mewujudkan dalam waktu yang lama. Bukankah kota Roma nan elok itu tidak dibangun dalam waktu semalam bukankah kuntum mawar merah yang indah itu tidah tumbuh dalam waktu sehari. Adrea hirata bilang “Tuhan tahu, tapi menunggu”. Tidak ada salahnya menunggu dan bersabar menanti cinta sejati, dari pada memilih yang ada namun tidak membahagiakan dan sia-sia. Hidup ini terlalu singkat untuk dihiasi dengan sesuatu yang sia-sia.

Allah yang mengetahui hal terbaik untuk kita kadang akan menguji kita untuk mengetahui kesungguhan kita. Tak jarang Allah juga melukai hati kita dengan cinta. Dan membuat kita menagis tersedu-sedu karena cinta. Yakin hal itu adalah supaya kita dapat merasakan hikmah dan nikmat dari cinta yang kita bina. Lebih jauh lagi, agar kita tidak menyia-nyiakan cinta yang agung dan suci itu.
Gapailah cinta sejatimu, dan berbahagialah dengan cinta…!!!

Padang, 21 Juli 2011, 18: 08 WIB
Oleh: Heru Perdana Putra

[ Selengkapnya...]
Label:

Menabung dan Berbagi Penyakit dengan Rokok

Bicara tentang rokok , tentu pembicaraan tentang sebuah benda berbahan dasar tembakau yang dikemas dalam berbagai corak ini sudah tidak asing lagi di pendengaran kita. Hampir setiap hari dalam kehidupan ini kita disuguhkan dengan pemandangan bagaimana manusia begitu asik menghisap makluk bernama rokok itu. Entah itu di jalan, entah itu di angkutan umum, di warung, dan bahkan di kampus-kampus pemandangan seperti itu sudah lumrah kita temui. Bahkan tak jarang di area yang sudah dipasang peringatan dilarang merokokpun masih kerap kita temukan kepulan asap rokok dari hidung dan mulut para perokok yang seolah tidak membaca peringatan itu. 

Sepertinya sudah sulit untuk menemukan tempat yang terbebas dari asap rokok di negeri ini. Rumah sakit yang notabene adalah tempat pemuliahan orang sakit, tempat yang seharusnya bebas dari asap rokok, tempat yang tidak sedikit tulisan “dilarang merokoknya”, ternyata juga tidak terlepas dari asap rokok. Ironisnya sebahagian dari asap rokok itu adalah sumbangan dari hisapan rokok para petugas medis yang tahu tentang betapa pentingnya nilai kesehatan. Aneh memang, tapi itulah yang terjadi. Dan yang lebih aneh lagi pemandangan seperti itu dinilai biasa-biasa saja oleh mereka pecandu makhluk aneh berbentuk selinder itu.

Pernah suatu ketika saya bertanya kepada para pengemar berat benda selinder berukuran sekitar 8 cm yang berisi tembakau itu. “sebenarnya apa sih enak dan untungnya merokok itu?” begitu saya bertanya kepada mereka. Tidak satu pun dari mereka yang bisa menjawab pertanyaan saya itu dengan benar dan logis serta dapat diterima akal sehat. Dan tak jarang juga dari mereka hanya menjawab dengan erengan senyum yang tak jelas maksud dan maknanya. Lagi-lagi saya dihadapkan kepada kejadian aneh dan sedikit lucu terkait persolan rokok dan para pencandunya.

Bahkan ada yang ketika saya tanya, bukannya memberikan jawaban, eh malah menyuruh saya merokok. Aneh bukan? Mengaku pecandu dan penggemar rokok, yang kadang rela tak makan asal bisa menghirup asap rokok yang penuh racun itu, ditanya apa nikmat rokok saja tidak bisa jawab. Kenapa mereka tidak bisa menjawab? Karena memang tak ada manfaat dari aktivitas merokok itu. kalau pun ada mereka yang mengatakan bahwa merokok dapat menghilangkan stress dan membangkikan semangat kerja, itu hanya bualan dan omong kosong belaka. Seolah tidak ada saja sarana penghilang stress selain merokok. Betapa piciknya pemikiran seerti itu.

Tahukah kawan, di balik kemasannya yang apik. Bentuknya yang unik rokok menyimpan sekitar 4000 racun yang jelas-jelas berdampak negatif terhadap kesehatan kita. Dengan demikian ketika merokok sama saja kita sedang menabung penyakit dan berbagi penyakit dengan orang yang di sekitar kita. Karena menurut penelitian terbaru pengaruh buruk asap rokok tidak hanya berdampak buruk terhadap orang yang merokok saja, namun juga berpengaruh bagi mereka yang tidak merokok tapi berada di sekitar orang merokok. Yang lebih popular dikenal dengan istilah perokok pasif.

Bahaya merokok terhadap kesehatan telah banyak diteliti dan dibuktikan oleh banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan bahwa kebiasaan merokok meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit. Seperti penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, tekanan darah tinggi, impotensi, serta gangguan kehamilan dan cacat pada janin serta berbagai penykit lainnya. Para produsen rokokpun agaknya menyadari akan bahaya ini, sehingga mereka memampang dengan jelas efek negatif dari merokok. Saya rasa para pecandu rokok pun menyadari akan bahaya asap rokok itu. Tapi entah kenapa mereka tetap saja merokok?

Di tengah mengerikannya bahaya rokok yang telah ditemukan oleh para ahli kesehatan dan di sadari oleh banyak orang, ada fakta menyedihkan yang patut jadi perhatian kita bersama. Di mana saat ini jumlah perokok remaja kian meningkat. dan menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) fakta menyedihkan itu banyak ditemukan di nagara-negara sedang berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Bahkan WHO telah memperingati bahwa pada tahun 2020-2030 tembakau akan membunuh sepuluh juta orang per tahun. Ini jelas merupakan tantangan terbesar dalam meningkati kualitas kesehatan masyarakat.

Berangkat dari fakta nyata tentang bahaya rokok, agaknya para ulama Indonesia juga turut andil dalam memperhatikan kesehatan umat dengan mengeluarkan fatwa tentang pelarangan dan pengharaman merokok. Namun sayang fatwa tersebut tidak mengikat secara keseluruhan. Hanya beberapa aspek saja yang tecakup dalam fatwa pengharaman rokok tersebut. Merokok hanya dihramkan bagi ibu hamil, anak-anak dan merokok di tempat-tempat umum. Setidaknya kebijakan itu juga harus kita dukung dan kita beri apresiasi, untuk langkah awal mewujudkan negeri bebas asap rokok.

Jika dilihat dari sisi kebijakan pemerintah, ternyata pemerintah juga tidak bisa berbuat banyak terkait persoalan rokok ini. Karena memang pemerintah tidak bisa menghilangkan rokok di Negara kita tercinta ini. Setidaknya ada dua pertimbangan kenapa pemerintah masih membiarkan paprik rokok beroperasi di Indonesia. Yang Pertama, karena memang salah satu penyumbang cukai terbesar Negara adalah dari rokok. Kedua, pemerintah belum siap menyediakan lapangan kerja baru untuk para buruh yang bekerja dan hidup dari rokok, jika seandainya pabrik rokok ditutup serta impor rokok dihentikan.

Mengingat begitu sulitnya mewujudkan negeri bebas asap rokok, maka solusi paling baik serta paling cerdas untuk saat ini bagi kita yang menyadari akan penting dan mahalnya kesehatan adalah menjauhkan diri dari rokok.



Padang, 11 Juli 2011, 18:10 WIB

*Oleh: Heru Perdana

[ Selengkapnya...]
Label:

Mengatasi Rasa Kehilangan

*Pernah dimuat di HALUAN edisi Minggu, 26 juni 2011

Kehilangan merupakan salah satu keadaan dan fenomena hidup yang akan kita hadapi dalam mengaharungi bahtera kehidupan. Rasa kehilangan umumnya sifatnya adalah pribadi. Kecuali jika kita menceritakannya pada orang lain. Lebih lanjut, kehilangan adalah sebuah momen yang sangat tidak disukai oleh siapapun. Saya, anda dan kita semua tentu tidak suka jika kehilangan harus mampir dalam sejarah perjalanan kehidupan kita. Kerana memang kehilangan akan sangat menyakitkan bagi mereka yang mengalaminya. Ironisnya, tak seorangpun diantara kita yang tidak pernah merasakan kehilangan. Kita sadari atau tidak, seringkali kehilangan ini akan memicu munculnya sebuah rasa kesedihan dalam hati mereka yang mengalaminya. Dan inilah persoalan sesungguhnya dari sebuah pristiwa kehilangan.

Kehilangan akan tetap terjadi dalam setiap fase kehidupan kita. Karena memang tidak ada yang abadi di dunia ini. Semuanya akan berubah dan selalu akan melibatkan “rasa kehilangan” dalam persoalan ini. Di samping itu, kehilangan ini merupakan bahagian dari takdir Allah yang harus kita terima selaku hamba Allah di muka bumi ini. Jika kehilangan itu tidak bisa kita hilangkan secara total dari kehidupan kita, tentu kita perlu mempersiapkan cara jitu agar kehilangan itu tidak membuat kita terkurung dalam lingkaran kesedihan yang tidak berujung dan akan membuat hari-hari kita begitu terasa sulit dan menjemukan.

Sebanarnya tidak ada cara baku dalam mengahadapi rasa kehilangan ini. Kerana seperti yang disinggung di awal tadi, rasa kehilangan adalah persoalan pribadi dan tentunya membutuhkan cara secara pribadi pula dalam mengatasi persoalan ini. Namun demikian setidaknya saya akan berbagi beberapa cara dalam mengatasi rasa kehilangan dan kesedihan karena kehilangan. Pertama, biarkan diri kita sejenak hanyut dalam luapan perasaan dan emosi ketika kehilangan. Emosi dan rasa sedih itu perlu pelampiasan. Namun ingat, kita juga harus melepasknnya dengan cara yang tepat. Mungkin menagis atau berbagi dengan orang lain adalah salah salah satu caranya. Dan yang paling penting, jangan biarkan diri kita terlalu lama dalam kondisi ini. Sepuluh menit saja mungkin cukup, setelah itu lemparkan rasa kehilangan dan kesedihan itu jauh-jauh dari diri kita. Lalu tatap masa depan!

Kedua, selalu melihat sebuah peristiwa dari sisi positifnya. Setidaknya dengan selalu berfikir positif dan melihat sebuah pristiwa dari sisi positifnya kita telah berusaha mengahadirkan energi positif ke dalam diri kita. Kehilangan yang awalnya menyakitkan jika dipandang dari sisi positif mungkin akan jadi sesuatu yang bisa membuat kita bisa belajar agar lebih hati-hati dalam menjalani kehidupan.

Ketiga, yakinkan diri kita bahwa Allah tidak akan menguji hambanya diluar kemapuan kita. Setiap hamba di muka bumi ini tentu tidak akan luput dari ujian dari Allah. Dan salah satu bentuk ujian itu adalah kehilangan. Jika kebetulan kehilangan itu mengahmpiri kita, berarti Allah menilai kita sanggup untuk menerima ujian tersebut sebagai sarana naik kelas menjadi seorang hamba Allah yang lebih baik. Yakinlah setelah kesulitan itu pasti akan ada kemudahan. Dan ini adalah janji Allah yang telah termaktub dalam Al-quran. Tidak usah bersedih dan hanyut dalam kesedihan.

Keempat, yakin bahwa Allah maha Pengasih dan Maha Penyayang. Firman Allah yang termaktub dalam surat al-Fatihah yang berbunyi,”Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang” memberikan kekuatan kepada kita agar kita tidak berputus asa dan larut dalam kesedihan jika dilanda persoalan kehidupan, termasuk rasa kehilangan. Ayat ini memotivasi kita agar senantiasa berjuang, karena masih banyak rahmat dan nikmat Allah yang bisa kita raih di atas bumi ini.

Kelima, jangan menyalahkan diri sendiri apalagi menyalahkan Allah dalam persoalan kehilangan. Jangan sampai kita menyalahkan diri sendiri dengan kehilangan yang melanda kita, karena hal itu hanya akan membuat kita makin terpuruk dalam jurang kesedihan. Kita juga jangan sampai menyalahkan Allah dalam masalah rasa kehilangan ini, karena hal itu akan memicu kita menjadi hamba yang mudah berputus asa dari nikmat dan karunia Allah.

Keenam, jangan fokuskan pikiran pada rasa kehilangan, tapi lihatlah berapa banyak nikmat dan Karunia Allah yang telah kita terima. Pernahkan kita merenungkan berapa banyak nikmat dan karunia Allah yang telah kita terima selama hidup di dinia ini? Ketika kita diuji oleh Allah dalam bentuk kehilangan sesuatu yang kita cintai, maka ingatlah masih banyak nikmat Allah yang lain yang patut kita syukuri. Berhentilah bersedih, lalu bersyukurlah!

Yang terakhir, perbanyaklah berdoa dan mengingat Allah, Rabb Yang Maha Berkehendak. Karena dengan memperbanyak mengingat Allah dan memasrahkan diri kepada-Nya adalah cara terbaik untuk menumbuhkan rasa kesabaran, ketabahan dan keikhlasan dalam menerima kenyaataan hidup. Ingatlah, tidak ada kejadian yang terjadi di bawah kolong langit Allah ini tanpa hikmah, dan kehilangan merupakan bagian dari proses perubahan kehidupan kita.

Sekali lagi, selalu ada hikmah di balik setiap kejadian, setidaknya dengan merenungi beberapa hal di atas ada pelajaran yang dapat kita ambil dari sebuah persoalan kehilangan itu antara lain, Belajar menjadi pribadi yang lebih menghargai keberadaan sesuatu, belajar memanfaatkan waktu dengan baik dan optimal, menyadari bahwa kita adalah makhluk yang tidak sempurna, serta belajar ikhlas menerima kenyataan hidup berupa kehilangan untuk menjadi pribadi yang lebih kuat.

Padang, 22 Juni 2011, 14.30 WIB
*Oleh: Heru Perdana



[ Selengkapnya...]
Label:

Hiduplah Bagaikan Padi

Ketika menamatkan pendidikan di sebuah madrasah, aku melanjutkan pendidikanku ke sebuah perguruan tinggi agama. Semenjak berubah status dari siswa menjadi mahasiswa ini aku mulai sering mengunjungi kampung halamanku alias pulang kampung. Sebuah kegiatan yang jarang aku lakukan ketika aku masih duduk di bangku madrasah dulu. Sekarang aku telah kuliah dan telah menjadi mahasiswa, momen ini aku gunakan untuk bisa lebih sering pulang kampung, karena memang jadwal kuliahku tidak sepadat jadwalku ketika sekolah dulu. Selain bisa lebih sering bertemu orang tuaku, rutinitas ini juga membuat aku bisa lebih merasa dekat dengan kawan-kawan kecilku dulu yang telah aku tinggalkan semenjak tamat SD. 

Suatu ketika, aku pulang kampung ketika orang di kampungku tengah sibuk menanam padi, di kamupungku momen itu diistilahkan dengan musim bertanam. Di kampungku memang kegiatan utama ekonomi masyarakat adalah bertani. Alasan aku pulang pun juga untuk membantu orang tuaku untuk menanam padi di sawah. Ya, karena aku tidak bisa pungkiri, aku bisa bersekolah seperti ini banyak sedikitnya adalah dari hasil sawah yang diolah oleh orang tuaku. 


Kira-kira dua setengah bulan berselang semenjak musim bertanam itu berlalu, padi yang kami tanam sudah mulai mengeluarkan bulir-bulir yang akan berkembang menjadi buah padi. Semakin hari bulir tersebut semakin berisi. Aku pun masih sering pulang ke kampung dan menyaksikan perkembangan pertumbuhan padi itu.

Kawan, kali ini aku tidak akan membahas tentang masalah pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi, karena aku bukanlah mahasiswa pertanian. Tapi ada satu hal menarik yang patut kita tiru dan kita contoh dari padi. Kawan tentu ingat dengan sebuah nesehat orang bijak ini, “jadilah seperti padi, semakin berisi semakin meruduk”. Nah, itulah yang akan coba aku bagi dengan kawan-kawan.

Kala itu, aku tengah duduk di belakang rumahku di suatu pagi yang cerah. Di belakang rumahku memang ada beberapa petak sawah dan salah satunya adalah sawah milik orang tuaku. Entah kenapa pagi itu aku tiba-tiba saja teringat perkatan habat orang bijak itu. Mungkin saja karena hanyut dengan pemandangan yang aku lihat ketika itu atau mungkin juga karena sebuah bacaan yang aku baca malam tadi. Dan juga tidak tertutup kamungkinan kedua alasan yang aku sebutkan tadi adalah penyebabnya. Tidak penting membahas itu, yang lebih penting adalah aku ingin berbagi dengan kawan melalui tulisan ini.

Allah yang Maha Kuasa melalui alam ciptaan-Nya memang telah memberikan banyak pelajaran berharga kepada kita. Pelajaran itu tentu akan kita dapatkan jika kita benar-banar mau memperhatikan ciptaan-Nya. Padi adalah salah satu contoh ciptaan Allah yang patut kita tiru dan teladani.

Padi jika semakin berisi, maka akan semakin merunduk. Kita hendaknya selaku manusia juga harus bisa seperti itu. Idealnya semakin banyak kita tahu dan mememiliki ilmu bukan lantas membuat kita menjadi sumbong dan angkuh, lalu meremehkan orang lain. Berlakulah layaknya padi, semakin berisi dan berpengetahuan kita harus rendah hati.

Tahukah kawan bahwa penyebab kahancuran sesorang itu lebih banyak disebabkan oleh faktor dalam dirinya sendiri.? Kesombongan adalah salah satu sifat yang memberikan kontribusi terbesar dalam proses kehancuran itu, jika kita tidak mampu mengendalikan diri dengan baik. Kesombongan adalah awal dari diri kita untuk menutupi kesadaran dan kebenaran yang timbul. Seperti gelas yang telah terisi penuh, orang sombong tidak akan mau menerima pengetahuan dan informasi baru dari orang lain, karena telah meresa dirinya hebat dan tidak butuh orang lain. Orang sombong juga sulit untuk membagi apa yang ia punya dengan orang lain, karena takut tersaingi oleh orang lain.

Berlakulah seperti padi yang semakin merunduk jika berisi. Kita harus selalu berlaku rendah hati, karena dengan demikian kita akan mudah memperoleh dan menrima informasi serta ilmu baru. Sehingga membuat kita bisa cepat beradaptasi dengan lingkungan di mana kita tinggal. Dengan begitu kehidupan akan lebih terasa indah dan ringan untuk dijalani.

Selain semakin berisi semakin merunduk, ada lagi yang menarik dari padi. Padi adalah tanaman yang sangat banyak memberikan manfaat buat kita manusia. Sifat ini dari padi juga patut kita tiru. Kita harus jadi manusia yang memberikan manfaat buat orang dan lingkungan di sekitar kita. Bukankah manusia paling mulia itu adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia yang lain.?

Ya, kita harus siap menularkan ilmu dan kelebihan materi yang kita miliki kepada orang lain yang membutuhkan. Kita tidak boleh menyimpan ilmu itu sendiri, karena hal itu akan bisa membuat kita terjerumus ke dalam jebakan-jebakan kesepian kehidupan. Ketika kita tidak mau lagi berbagi dengan orang lain tentu orang lain juga tidak akan mau lagi berinteraksi dengan kita, alhasil kita akan terjerembab kedalam jebakan kesepian yang kita ciptakan sendiri. Kalau sudah begini maka hidup dan dunia ini akan terasa sempit. Kawan, bagaimana pun juga manusia tidak akan bisa mengingkari fitrahnya sebagai makhluk sosial. Makhluk sosial itu hidup membutuhkan orang lain.

Padi adalah tanaman hebat, yang bisa beradaptasi dengan lingkungan. Selain di sawah, padi juga bisa tumbuh di ladang atau perbukitan. Jika padi ditanam di sawah maka kehidupan padi itu relatif enak dan mudah karena pasokan air tersedia cukup. Lalu bagaimana dengan padi di ladang atau perbukitan? Padi juga bisa hidup di sana, walau harus ditanam pada musim hujan dan padi harus bisa beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berat itu.

Lagi-lagi sifat seperti ini patut kita teladani dari tanaman yang bernama padi. Kita juga harus bisa menyesuikan diri dengan lingkungan. Kita harus tahan banting dan cepat beradaptasi dengan lingkungan sekitar tepat kita hidup. Karena hidup tidak melulu dihiasi dengan kesenangan belaka, selalu saja ada duka menyertainya. Kita harus siap dengan setiap kemungkinan kehidupan yang akan kita temui. Sesulit apapun kehidupan, kita harus berusaha tetap memberikan manfaat terhadap orang di sekeliling kita, layaknya padi tadi.

Sungguh luar biasa, pesan-pesan kehidupan itu disampaikan Allah melalui tanaman padi. Mari kita buka mata kita untuk selalu mempelajari ayat-ayat Allah di muka bumi ini. Masih banyak yang bisa kita pelajari dari alam.


Oleh: Heru Perdana
Padang, 03 Juni 2011, 11: 15 WIB

[ Selengkapnya...]
Label:

Antara Pinta dan syukur

Allah, Tuhan semesta alam adalah Rabb yang maha penggasih dan lagi Maha Penyayang kepada umatnya. Kasih dan sayang Allah itu tidak bertepi, tanpa batas. Bahkan pada saat tertntu, belum kita minta Allah sudah berikan untuk kita. Sebut saja udara dan air, dua elemen penting yang sangat berpengaruh dalam kelangsungan hidup setiap insan di muka bumi ini, Allah berikan kepada kita secara cuma-cuma tanpa harus membayar. Coba kawan bayangkan, jika udara dan air itu harus kita bayar. Berapa rupiah yang harus kita keluarkan setiapa hari hanya untuk udara dan air, belum lagi untuk kebutuhan yang lain. Namun, persoalannya disini bukanlah soal bayar membayar, akan tetapi sudah sejauh mana kita bersyukur atas karunia Allah kepada kita selama ini.

Air dan udara adalah dua contoh kecil karunia Allah, namun bermanfaat sangat besar dalam kehidupan kita, yang diberikan kepada saya, anda dan kita semua tanpa harus kita minta dan tersedia sangat banyak di muka bumi ini. Lalu bagaimana dengan karunia Allah yang sering kita minta dan dikabulkan, apakah kita sudah bersyukur atas semua itu? Jawablah dengan setulus hati dan penuh kejujuran.

Allah itu Tuhan yang Maha mengabulkan pinta setiap hamba-Nya. Hal itu telah dijanjikan Allah kepada kita dan telah termaktub dalam kitab suci al-qur’an. ”Mintalah kepadaKu, niscaya akan Aku kabulkan”, begitu janji Allah kepada kita.
Namun perlu kita ketahui bersama bahwa tidak semua pinta hambaNya dikabulkan begitu saja oleh Allah.

Kita sering berdoa dan memohon pinta kepada Allah. Kita sadari atau tidak, kadang doa dan pinta kita itu terkesan menyuruh Allah. Begitu banyak doa yang telah kita panjatkan kepada Allah, namun kadang tak kunjung dikabulkan dan dijawab oleh Allah. Apakah Allah tidak lagi sayang kepada hambaNya? Belum tentu, kita tidak boleh terlalu cepat mengambil kesimpulan dan langsung menuduh Allah tidak sayang kepada kita. Alangkah bijak rasanya jika kita mau bercermin diri, mungkin saja sebabnya ada pada diri kita sendiri yang mebuat doa dan pinta kita tak kunjung diijabah oleh Allah.

Ketika doa kita tidak dikabulkan oleh Allah, bukan berarti Allah tidak sayang lagi kepada kita. Juga tidak berarti Allah tidak mendengar doa kita. Allah itu Maha mendengar dan Maha Mengabulkan pinta hambaNya. Mungkin persolannya disini adalah kita terlalu sibuk meminta dan selalu berdoa sehingga lupa memantaskan diri untuk menerima anugrah Allah berupa pengabulan doa. Kadang kita juga tidak ingat bersyukur akan karunia Allah yang telah diberikan kepada kita. Ketahuilah wahai kawan, syukur juga erat kaitannya dengan pengkabulan doa dan pinta kita.

Analoginya seperti ini, ketika kita meminta atau meminjam barang kepada seorang teman, katakanlah meminjam atau meminta sebuah buku. Lalu kita lupa untuk menjaganya sehingga buku yang kita pinjam itu rusak dan tidak terawat. Beberapa waktu kemudian, kita mau minta atau meminjam lagi barang yang lebih besar nilanya kepada teman tersebut sementara dia tahu kita tidak merawat peberian dan barang yang dipinjamkannya beberapa waktu yang lalu kepada kita. Maka sang teman tadi akan berpikir dua kali untuk meminjamkan atau memberikan sesuatu kepada kita lagi. Karena dia merasa kita belum pantas menerima pemberiannya. Teman kita itu akan mengira bahwa kita tidak bersyukur atas pemberiannya karena kita tidak merawat apa yang dia beri atau pinjamkan.

Jika manusia saja bisa berlaku seperti itu, apalagi Allah. Allah akan lihat seberapa banyak syukur yang kita panjatkan kepadaNya untuk mengabulkan doa dan pinta yang selalu kita mohonkan kepada Allah. Ya, semua kembali kepada kata “Syukur”, sebuah kata yang sangat ringan diucapkan, namun kadang sangat sulit untuk diterapkan dalam kehidupan. Menurut dr. Andhyka P. Sedyawan, “Syukur tidak sekedar mengucapkan terimakasih terhadap sebuah sebuah pemberian, tapi cara kita bertanggung jawab terhadap pemberian itu”.

Terkait persoalan syukur ini Allah juga telah mengingatkan kita melalui firmanNya:
“Jika kamu bersyukur pasti akan Ku tamabah (nikmatKu) untukmu, dan apabila kamu ingkar maka sesungguhnya siksaKu sangat pedih” (QS. Ibrahim:7)
Firman Allah dalam surat ibrahim ayat 7 tersebut tidak hanya sekedar janji kosong belaka, pasti Allah akan tepati janji-Nya itu. Oleh sebab itu, kita jangan hanya pandai meminta dan berdoa saja. Doa dan pinta itu perlu diiringi dengan rasa syukur.

Kawan, syukur itu memang sangat penting adanya. Tidak hanya ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan kita harus bersyukur, akan tetapi ketika kita tidak mendapatkan sesuatu atau gagal pun sejatinya kita harus bersyukur, karena dengan kegagalan itu kita bisa belajar untuk bisa lebih baik agar tidak gagal lagi di kemudian hari. Ketika kita berada pada saat-saat sulit, kita juga harus tetap bersyukur. Karena di masa itulah kita tumbuh dan memperkuat mental dalam mengharungi bahtera kehidupan yang sangat sulit untuk ditebak.

Kawan, ketika doa dan pinta kita ditolak jangan langsung putus asa dan mengumpat kepada Allah. Kadang Allah tidak berikan apa yang kita mau, namun Allah akan berikan apa yang kita butuh. Belum tentu apa yang kita minta dan baik menurut kita itu benar-benar baik untuk kehidupan kita. Berhentilah menyalahkan Allah jika keinginan kita tidak dikabulkan. Mari kita bersyukur atas apa yang diberikan kepada kita seraya tetap memantaskan diri untuk menerima anugrah Allah dalam bentuk pengabulan doa dan pinta kita.

Tahukah kawan di dalam buku the secret pernah ditulis, bahwa syukur adalah anak tangga mutlak untuk memastikan hadirnya kesuksesan dalam kehidupan kita. Kesuksesan sangat erat kaitannya denga “syukur”.

Mintalah, lalu pantaskanlah diri Anda untuk menerima anugrah pengabulan atas pinta Anda dari Allah dengan memperbanyak Syukur…!!!

Oleh: Heru Perdana
Padang, 18 Mai 2011, 18:13 WIB



[ Selengkapnya...]
Label:

Seuntai Do’a

Teruntuk buatmu yang mungkin telah jauh
Untukmu yang sedang tersenyum di sana
Bagimu yang tidak di sisiku lagi
Tersusun kata, terselip harapan, terangkai do’a
Agar kau bahagia dan selalu bahagia di sana

Kita mungkin telah jauh
Tidak lagi seperti dulu
Tidak pernah terbersit dihati ini untuk itu
Meski semua harap telah sirna
Segala asa telah pupus
Dari jauh ku kirim suntai do’a
Semoga bibir simpulmu nan indah tetap memancarkan senyum
Senyum indah, peneduh jiwa, penebar harapan

Engkau mungkin telah lupa
Tapi sungguh di relung kalbu ini kenangan itu masih nyata
Hidup dan tak terlupa
Semoga kau sudih terima seuntai do’a dari lubuk hati ini
Tak ada lagi hanya ini
Sebagai tanda dulu kita bisa bersama
Meniti tali kasih,
Menyonsong derasnya badai kehidupan

Sungguh, aku tak bisa lagi memberi
Hanya seuntai do’a ini yang bisa ku kirim
Bersama dinginnya hembusan angin malam ku pesankan
Agar disampaikan kepadamu
Seuntai do’a berjuta kasih
Semoga kau bahagia di sana
Dan selalu menikmati manisnya madu kebahagiaan


Padang, 11 Mai 2011, 01: 06 WIB
Oleh: Heru Perdana

[ Selengkapnya...]
Label:

Bak Ijuk Tak Bersaga

Jika kawan bertanya tentang seberapa penting kekuatan mental dalam mengharungi samudra kehidupan ini, maka jawaban terbaik yang bisa diberikan adalah” sangat penting”, dan bahkan lebih penting dari kehebatan kemampuan intelektual. Meskipun antara keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Kemampuan berfikir yang sangat hebat dan luar bisa tanpa didukung oleh kekuatan mental yang mupuni maka tidak akan berati apa-apa, alias tidak ada kekuatanya. Pepatah minang menyebutkan “bak ijuak indak basaga”. Tidak memiliki kekuatan.


Kita sadari atau tidak, hidup ini tidak melulu lurus-lurus saja. Hidup penuh lika-liku. Dalam hidup tentu ada halangan, yang lebih populer kita kenal dengan istilah masalah. Untuk mengahdapi masalah dalam kehidupan ini tentu tidak akan cukup hanya dengan kecerdasan pikiran saja tanpa didukung oleh kekuatan mental yang hebat pula. Banyak orang yang gagal karena tidak mampu menata mental dan emosi dengan baik.

Ada sebuah cerita tentang seorang kawan yang memiliki kecerdasan intelektual yang sangat luar biasa dan pantas diacungi jempol. Sebut saja namanya Uyung. Uyung adalah sesosok manusia cerdas yang pernah bersekolah di sebuah SMA faforit di kotanya. Semua pengahargaan dan prestasi akademik telah berhasil diraihnya. Tropi dan mendali hasil dari kecerdasannya juga telah berjejer rapi di lemari rumahnya. Namun, petaka mulai datang ketika Uyung menginjak masa-masa duduk di kelas tiga, ia memutuskan untuk tidak sekolah sampai selama delapan bulan hanya karena merasa tidak dihargai oleh teman-teman seangkatannya. Untung saja dia masih bisa mengikuti ujian karena pertimbangan keerdasannya dan segenap prestasi yang telah ditorehkannya untuk sekolahnya itu. Akhirnya ia bisa juga lulus dan melanjutkan kuliah di perguruan tinggi.

Ketika kuliah di perguruan tinggipun Uyung memiliki cerita menarik sekaligus memilukan. Dia diterima di sebuah perguruan tinggi faforit yang juga masih berada di kotanya. Ia diterima pada pilihan keduanya, yaitu farmasi. Sebuah jurusan yang mungkin tidak semua orang mampu untuk mencapainya. Akan tetapi, Uyung hanya bertahan di sana tidak lebih dari dua semester saja. Alasan dia meninggalkan kampusnya itu juga masih desebabkan karena hal-hal “spele”. Kecerdasan Uyung yang luar biasa dapat perhatian khusus dari dosennya dan memicu kecemburuan sosial di kalangan kawan seangkatan dan para seniornya. Celakanya, Uyung tidak siap mental dengan keadaan itu. Padahal kalau saja dia bisa sedikit cerdas mengelola kekuatan mentalnya , mungkin keputusan “bodoh” meninggalkan kampusnya itu tak perlu ditempuhnya.

Akhirnya, Uyung memutuskan untuk memulai kembali kuliahnya disebuah perguruan tinggi agama, yang lagi-lagi masih di kotanya. Di sana ia mulai mendapati sedikit ketenangan dan bisa menikmati kecerdasannya. Namun sayang, hal itu juga tidak bisa bertahan lama. Ironisnya, Uyung mengalami “mimpi buruknya” kembali di saat-saat ia dan kawan-kawannya mulai menyusun tugas akhir sebelum diwisuda dan dinobatkan menjadi seorang sarjana. Uyung tidak cukup kuat mental dalam menghadapi birokrasi yang sedikit agak berbeli-belit dan “bertele-tele”.

Di saat kawan-kawannya mampu menata mental untuk mengahdapi itu semua, Uyung malah memilih mundur dan keluar dari jalur perjuangan menuju tangga sarjana, tidak melanjutkan kuliahnya lagi. Padahal hanya tinggal selangkah lagi untuk meniti tangga sukses di kampus itu. Ironis memang, tapi itulah yang terjadi dengan seorang Uyung yang begitu cerdas. Tapi sayang kecerdasannya yang laur biasa tidak didukung dengan kekuatan mental dan emosi yang mupuni. Sehingga ia mundur, dan mengalah pada nasib. Uyung bak ijuk yang tak bersaga. Semoga saja kita tidak menjadi Uyung-uyung selanjutnya.

Sepenggal kisah miris tentang seorang Uyung tadi sudah cukup kiranya bagi kita betapa pentingnya bagi kita menata kekuatan mental untuk menghadapi pergolakan permasalahan kehidupan ini. Kekuatan mental inilah yang sering disebut oleh para ahli kita dengan kecerdasan emosional (EQ). Yang dewasa ini dipercaya kedudukannya lebih penting dari kecerdasan intelektual (IQ). 


Telah banyak juga dipertontonkan di pentas kehidupan bahwa mereka yang sukses itu adalah mereka yang memiliki kekuatan mental dan emosi yang hebat. Sebut saja sederetan nama besar seperti Andri Wongso seorang motivator ternama di Indonesia, Bob Sadino seorang pengusaha sukses yang selalu mengenakan celana pendek kemana pergi, Purdi Chandra pemilik lembaga bimbingan belajar primagama, dan banyak lagi mereka yang sukses karena kemampuan dalam menata mental dan emosi.

Nama-nama besar yang kita sebutkan di atas tadi, terbilang memiliki kemampuan intektual yang tergolong biasa-biasa saja, namun mereka mampu mengelola kekuatan mental dan emosi dengan baik. Kekuatan mental yang luar biasa itulah yang mereka gunakan untuk bangkit dari setiap kegagalan yang mereka terima. Kekuatan emosi yang bagus pula yang telah berhasil membuat mereka keluar dari segenap masalah kehidupan yang menerpa kehidupan mereka. Mereka memandang kegagalan dan masalah kehidupan bukanlah akhir dari segala-galanya, namun merupakan awal dari sebuah kehidupan yang lebih baik dan sarana pendewasaan diri.

Jadi, mari mulai saat ini kita tata kekuatan mental dan emosi kita dengan baik, agar kita tidak seperti ijuk tak bersaga.


*Oleh: Heru Perdana
Padang, 27 April 2011, 15:33 WIB

[ Selengkapnya...]
Label:

Segenggam Kepercayaan

Ibu, sesulit itukah mendapatkan kepercayaanmu?
Ibu, semahal itukah kepercayaanmu?
Ibu, tolonglah dengar jeritan hati anakmu ini
Jeritan hati seorang anak yang merindukan kepercayaan seorang ibu
Oh Ibu, tolonglah

Ibu, kenapa baru saja kami akan mulai engkau sudah katakan
Jangan nak, nanti kau gagal
Ibu, kenapa baru saja kami akan melangkah, engkau sudah katakan
Jangan nak, nanti kau celaka
Gagal dan celakakah yang membuat engkau gamang memberikan kepercayaan itu?
Ibu, tidakkah engkau sadari
Gagal dan celaka adalah bagian dari takdir Tuhan
Untuk kami,
Untuk anakmu yang haus akan kepercayaanmu ini.

Ibu, kami tahu ibu sangat menyayangi kami
Ibu, kami sadar, ibu sangat mengasihi kami
Ibu, kami yakin akan ketulusan cintamu
Ibu, kami sangat mempercayai dan tidak ragu akan itu semua
Tapi, kami mohon berikanlah segenggam kepercayaan itu.
Kepercayaan yang tulus dari hati lembut seorang ibu


Ibu, berikanlah
Berikanlah segenggam kepercayaan itu
Agar kami mampu mengenggam dunia dan kehidupan ini.
Ibu, dengarlah,…..





*oleh: Heru Perdana
Padang, 25 April 2011, 09: 13 WIB

[ Selengkapnya...]
Label:

Di suatu Senja

Senja itu,..
Di persimpangan itu,..
Tiga boca berwajah lugu
Berlari mengejar, mengaharap belas kasih dari pengendara
Yang berhenti di persimpangan lampu merah

Ah, mereka mengahapiri kami
Mengahampiri aku dan temanku
Yang kebetulan tengah berhenti di sana saat itu
“kak, minta kuenya kak”, begitu kata mereka mengiba
Tak kuasa melihat wajah tak berdosa itu, memohon dan mengharap,
akhirnya kami berikan saja kue itu kepada mereka
mereka berhamburan berlari ke emperan toko tak jauh dari persimpangan itu

Di sana mereka buka bungkusan kue itu
Berebut, gelak tawa terhambur keluar dari bibir-bibir mungil mereka
Ada sedikit rasa bahagia terasa di hati ini melihat tingkah mereka
Namun, di sis lain hatiku juga ditusuk rasa gundah melihat mereka
Mengapa mereka harus di sana senja itu?
Dengan perawakans sedikit kumal
Harusnya mereka sudah bersih dan siap untuk mengaji di mesjid
Ke mana orang tua mereka?
Siapa yang salah dengan pemandangan itu?

Padang, 19 April 2010, 18:52 WIB
Oleh: Heru Perdana

[ Selengkapnya...]
Label:

Lupa, Adakah manfaatnya?

Lupa, mungkin kata ini terdengar sangat tidak enak dan mengandung makna negatif bagi kita. Banyak juga diantara kita yang tidak ingin “lupa” itu datang menghampiri kehidupan kita. Seolah “lupa” itu adalah mala petaka besar yang sangat tidak diharapkan ikut serta mewarnai hari-hari kita. Perlu kawan sadari, bahwa lupa adalah “penyakit” yang menhampiri setiap orang. Saya, anda dan kita semua tentu pernah meresakan jenis penyakit ini bukan? Lupa yang saya maksud disini bukanlah termasuk pikun.

Kawan, lupa sebenarnya tidak melulu merugikan kita. Lupa juga ada manfaatnya. Lebih dari itu lupa juga merupakan salah satu nikmat dan anugrah Allah untuk hamba-hambanya yang perlu kita syukuri. Betapa tidak enaknya hidup ini terasa jika kita tidak bisa lupa. Berapa banyak kesedihan dan misibah yang terjadi dalam hidup kita, yang mungkin saja akan membuat kita lupa cara tersenyum jika tidak ada nikmat lupa ini.

Dalam kehidupan ini terlalu banyak lakon kesedihan yang harus kita mainkan. Apakah itu karena meninggalnya keluarga kita, ditinggalkan orang tercinta, karena kehilangan barang yang disayangi, maslah diperkuliahan, atau karena dimarahi atasan, dan kejadian-kejadian lain yang bisa menyulut kesedihan. Nah, di sinilah nikmat lupa ini berperan. Dengan adanya nikmat lupa kita dapat kembali melupakan secara berangsur-angsur kejadian-kejadian yang menyedihkan itu, lalu bisa tertawa kembali dan menikmati indahnya hidup. Bayangkan kalau saja kita selalu mengingat hal-hal yang menyedihkan yang pernah menimpa kita mungkin kita tidak akan bisa lagi menjalani kehidupan ini dengan normal.

Sekali lagi saya katakan, bahwa “lupa” ini merupakan salah satu nikmat yang sangat besar untuk umat manusia. Bagaimana tidak, dengan nikmat lupa inilah kita bisa terhibur dari musibah-musibah yang pernah menimpa kita, kita bisa melepaskan iri dan kedengkian, kita bisa melupakan orang yang telah pernah menyakiti dan berbuat salah kepada kita. Dengan nikmat lupa ini juga hantu kekesalan, stress, tekanan hidup dan bahkan rasa malu tidak lagi mengejar-ngejar kita. Jadi bersyukurlah karena kita masih bisa lupa yang telah menghantarkan kita untuk dapat menikmati indahnya kehidupan ini.

Cobalah renungkan..!!!


*Oleh: Heru Perdana
Padang, 18 April 2011, 23:25 WIB


[ Selengkapnya...]
Label:

Kau Ku Lepas Karena Cinta

Sudah seminggu ini perasaan Andana tidak tenang. Suasana lebaran tahun ini pun tidak begitu bisa ia nikmati. Lebaran tahun ini bagi Andana tidak ubahnya seperti perpindahan dari hari di mana tidak boleh makan dan minum di siang hari kepada hari yang dibolehkan melakukan itu semua. Pikiran Andana masih diliputi ketidaktenangan. Mimpi yang bergelayut dalam tidurnya beberapa hari yang lalu telah berhasil mengusik hati dan pikirannya. Mimpi itu begitu jelas dan terasa nyata dalam ingatannya.


Dalam mimpinya itu Andana melihat wanita yang telah berhasil meluluhkan hatinya yang membeku itu berjalan berbimbingan tangan dengan orang lain, sementara dia juga ada di sana. Wanita tambatan hati Andana telah digandeng orang lain, dan yang lebih menyakitkan serta mengiris hati, Andana tidak kuasa mencegahnya hingga ia terbagun dari tidurnya dan mimpi itu buyar.

Paginya Andana segera menelpon Putri, begitu nama kekasih hatinya itu. nomor telah ditekan, nada sambungpun telah terdengar. Dengan hati yang masih diliputi ketidak tenangan Andana menungu jawaban dari seberang sana. Jawaban wanita terkasih yang sangat ia sayangi.

“Hallo, Assalamu’alaikum”, sebuah suara terdengar dari seberang sana.
“wa’alaikum salam”, jawab Andana.
“apa kabar dek?”, Andana melanjutkan ucapannya.

“Baik bang”, jawab Putri dengan nada datar dan tidak seperti biasanya. Biasanya dia begitu riang dan antusias jika ditelpon oleh Andana. Tapi suara seperti itu tidak lagi ditemukan oleh Andana dari kekasihnya.

“Lagi sibuk ya dek? Atau abang menganggu?” Andana coba berbasa basi.
“oh, ngak kok. Adek ngak sibuk”, jawab Putri sekenanya.
“Bang udah dulu ya, papa memanggil adek tuh”, Putri melanjutkan dan langsung memutuskan telepon.

Lama Andana termenung memandangi hamaran sawah yang hijau di belakang rumahnya di kampung. Mimpi yang begitu tidak ia perhitungkan dan sering kali ia anggap sebagi bunga tidur, mulai mengusik hatinya. Ia mulai menghubung-hubungkan mimpi itu dengan kenyataan hidupnya. Kadang ia berfikir apakah mimpi itu adalah pertanda buruk akan muara cintanya yang telah ia rajut bersama Putri lebih dari dua tahun.

Pikiran Andana kembalai menerawang ke masa lalunya, dua tahun bersama Putri. Dia dan Putri memang menjalin huubungan yang dinamakan pacaran. Namun, hubungan itu tidak mereka jalani seperti kebanyakan remaja lain yang juga merajut hubungan seperti itu. Hubungan mereka lebih banyak dijalin melalui telpon dan SMS. Kalaupun bertemu, itu hanya untuk sekedar pergi makan atau ke toko buku, dan dilakukan hanya satu atau dua kali dalam sebulan. Masalah dan persolan dalam hubungan mereka juga bisa mereka sikapi serta selasaikan dengan baik dan bijak. Ah, sungguh indah masa-masa itu. tersungging sedikit senyum di bibir Andana mengingat masa lalunya.

Permasalahan terberat yang terasa oleh Andana adalah ketika Putri meminta hubungan mereka berhenti sementara, break istilah anak muda sekarang. Hal itu pulalah yang telah membuat Andana bertanya-tanya sendiri tentang mimpinya. Batinnya bergejolak. Pikiranya kalut. Apakah memang keinginan break Putri itu akan jadi akhir hubungan mereka. Andana jelas tidak berharap itu terjadi.

                                                                    ***
Andana kembali teringat masa lalunya. Pikirannya melayang-layang ke masa lalu. Masih segar dalam memori otaknya bagaimana tiba-tiba Putri minta break kepadanya. Sebuah permintaan yang tiak pernah ia duga dan ia harapkan sebelumya.

Tiada badai dan tidak ada hujan kala itu, tiba-tiba Putri menghubungi Andana dan meminta untuk bertemu dengannya. Andana dengan senang hati memenuhi permintaan tambatan hatinya itu. tak sedikitpu terlintas dalam pikiranya wakti itu kalau Putri kan menyampaikan sebuah permintaan yang tidak diharpakannya. Akhirnya Andana dan Putri bertemu di sebuah tempat yang telah dijanjikan esok harinya.

“apa kabar dek?”, Andana mulai membuka pembicaraan.
“baik bang” jawab Putri
“abang bagaimana?”, Putri balik bertanya.
“oh, baik juga dek”, Andana menjawab lalu melanjutkan pembicraannya.
“ada apa dek? Kenapa adek mengajak abang bertemu pagi-pagi seperti ini?”.
“ada yang perlu adek katakan sama abang. Tentang hubungan kita”, ucap Putri lalu menunduk.
”Apa itu dek?”, desak Andana mulai penasaran. Perasaan tidak enak mulai mengusik hatinya. Namun ia berusaha untuk membuang perasaan itu jauh-jauh dan berusaha untuk tetap tenang.

Putri tidak langsung menjawab. Ia terus saja menunduk dan sesekali menatap wajah Andana yang diliputi kebingungan. Andana melihat mata Putri berkaca-kaca seolah menahan tangis. Perasaan tidak enak makin dalam menghujam di hati Andana.

”Apa yang mau adek katakan? Katakanlah!”, Andana kembali mengangkat suaranya. Putri tetap saja belum menjawab dan tetap menunduk.
“Ada apa dek? Apa yang mau kamu katakan?”, Andana mulai mendesak dan sepertinya sudah mulai kehilangan kesabaran.

Putri berlahan mulai mengangkat wajahnya. Air mata mulai menetes membasahi pipinya yang rada kemerahan karena menahan tangis sebelumnya.
“Adek pengen kita break dulu bang!”, akhirnya Putri menjawab pelan, lalu menunduk kembali tak kuasa menahan tangisnya.
“break?”Andana bertanya seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
“iya bang”, Putri menganguk pelan.
“apa adek sudah yakin dengan keputusan ini?”, Tanya Andana kembali mayakinkan, berharap Putri bisa berubah pikiran.
“udah bang”, jawab Putri di sela isak tangisnya.
“Baiklah, kalau itu keinginan adek. Bang terima”, jawab Andana meski hatinya tidak sepakat dengan bibirnya yang telah berucap.

“Tapi adek tidak tahu kita harus break sampai kapan bang. Kalau abang punya yang lain yang bisa mengantikan posisi adek di hati abang, abang boleh pergi”, Putri angkat suara setelah mereka tengelam dalam keheningan dan hanyut dalam perasaan masing-masing. Andana semakin bingung dengan pernyataan Putri itu. pernyataannya itu seolah menyiratkan sesuatu.

“Ada apa sebenarnya dek? Apakah ada lelaki lain di hati kamu saat ini selain abang? Kalau memang iya, jujur saja. Kita akhiri saja hubungan ini dengan baik-baik. Abang tidak akan larang kamu pergi. Abang sadar bahwa cinta itu tidak bisa dipaksakan. Kalau memang ada yang terbaik dari abang di mata adek saat ini, pergilah dengan dia. Pergilah kejar kebahagiaanmu dengan dia.”

“Tidak bang. Tidak ada yang lain”, Putri menjawab dan air matanya kembali menetes.
“Jujur saja dek! Abang tidak akan marah. Lebih baik jujur sekarang dari pada nanti rusak semuanya”, Andana kembali meyakinkan.
“Tidak ada bang”.
“Baiklah, kalau begitu nanti setelah lebaran abang akan kembali untuk memperbaiki hubungan kita ini”, Andana mulai pasrah.

Setelah menghirup napas panjang Andana kembali melanjutkan pembicaraannya, “sekarang pulanglah adek. Semoga saja keputusan adek ini bisa jadi sarana introspeksi diri bagi kita berdua”.

                                                                       ***
Malam semakin larut, mentari telah lama tengelam di ufuk barat sana. Dua bola mata Andana mulai dihinggapi rasa kantuk, sehingga memaksanya untuk menyeret langkahnya ke kamar untuk berbaring, lalu tidur. Rasa kantuk telah memaksa Andana untuk membawa tidur saja hatinya yang tengah diselimuti kegundahan itu.

Malam itu Andana kembali bermipi yang hampir sama dengan mimpinya sebelum itu. dalam mimpinya itu, Andana melihat Putri disuapi makan oleh orang lain, sementara Andana berada di sebelah Putri waktu itu. Ketika Andana menegurnya, Putri malah marah kepadanya. Hingga akhirnya Andana terbangun dan tidak bisa lagi benar-benar terlelap sampai subuh menjelang.

Paginya Andana ingin menelpon Putri, berharap bisa sedikit mengobati kegelisahan hatinya akibat mimpi yang datang dalam tidurnya tadi malam. Namun, belum sempat ia menelpon Putri hanphonenya bordering. Sebuah SMS masuk. Segera dibukanya SMS itu dan ternyata adalah SMS dari sahabatnya. Dilayar handphone Andana tertulis,

“Ass,
And, tolong jawab jujur.
Sebenarnya bagaimana hubungan kawan
dengan putri???”


Hati Andana semakin tidak enak setelah membaca SMS itu. Ia segera membalasnya.

“wass,
Aku sedang Break sama Putri.
Dan setelah lebaran ini akan
Aku perbaiki semuanya…”

 
Tidak lama berselang SMS balasan dari sang sahabat kembali masuk.

“serius lah And,..!!
Kalian break kan,..???
Bukan putus,.???”


Andana makin bingung dan perasaannya tambah tak menentu. Dibalasnya SMS itu kembali.

“serius kawan,
Memangnya apa yang terjadi?”

Balasan SMS mengejutkan diterimanya.
“Aku melihat Putri bersama laki-laki lain, kawan.
Dua hari yang lalu.
Dan kata temannya itu cowok barunya.”

Tak terkira panasnya hati Andana membaca balasan SMS itu. Bagai disambar petir di siang bolong, ketika Andana membaca balasan SMS dari sahabatnya itu. Ingin rasanya dia segera menelpon Putri dan menanyakan semua prihal berita yang disampaikan kawannya itu.

Di sela-sela emosinya yang memuncak Andana masih bisa sediit berpkir jernih. Dia sadar amarah sedang merajai dirinya. Jika ia tetap paksakan berbicara mungkin tidak penyelesaian yang akan didapat, malah mungkin akan mendatangkan masalah baru. Akhirnya Andana mengurungkan niatnya untuk menghubungi Putri.

Andana memutuskan untuk mandi, lalu pergi bersama teman-tamannya untuk sedikit menghibur lara hatinya. Hingga magrib menjelang baru ia pulang ke rumahnya.

                                                                           ***

Satu minggu telah berlalu semenjak Andana menerima berita buruk lewat pesan singkat dari temannya. Setelah dia benar-benar yakin telah bisa menguasai dirinya serta mengontrol emosinya, barulah Andana menghubungi Putri kembali untuk meminta kepastian berita yang didengarnya. Ia tidak ingin mendengar berita dari orang lain saja. Ia ingin mendengar langsung dari mulut seorang Putri, wanita yang telah dua tahun menjalin hubungan dengannya. Meski di lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih berharap berita yang didengarnya itu tidak benar. Ia juga masih berharap hubungannya dengan Putri bisa diperbaiki.

Andana segera menghubungi Putri. Ditelponnya ke hanphone Putri. Sekali tidak diangkat. Dua kali juga beum terdengar jawaban. Dicobanya yang ketiga kali, juga belum ada yang mengangkat. Akhirnya Andana mencoba menghubungi ke telpon rumah Putri, namun hasil yang sama juga didapatnya, tidak ada yang mengangkat.hampir ia putus asa dan berfikir Putri sudah tidak mau lagi ia hubungi. Perang batin mulai berkecamuk kembali di hatinya. Dalam suasana hati yang sudah hampir putus asa itu, dicobanya sekali lagi menelpon ke handphonenya Putridan ternyata diangkat.

“Hallo, Assalamu’alaikum”, jawab suara yang sudah lama tidak ia dengar dari seberang sana.
“Wa’alaikum salam, apa kabar dek?”, Andana menjawab.
“baik bang. maaf ya, tadi adek lagi di luar rumah, handphone tinggal di kamar”, Putri coba menjelaskan.

“iya, ngak apa-apa. Put, abang ingin sama Putri hari ini. Jam berapa bisa? Biar nanti abang jemput”, Andana menjelaskan maksud dan keinginanya.
Sejenak Putri berfikir, “ jam empat aja bang”.
“bang jemput aja ke rumah ya”, Andana menawarkan.
“iya”, jawab Putri lalau telepon dimatikan.

Tidak lama kemudian handphone Andana berbunyi. Sebuah pesan diterima, dan ternyata pengirimnya adalah Putri.

“Bang, ngak usah jemput adek ke rumah.
Papa lagi di rumah.
Jemput aja ke kos teman adek
di dekat kampus adek ya”

 
seolah tak ingin berdebat dan memperumit masalah, segera dibalas SMS itu oleh Andana.
“baik lah”
                                                                           ***
Jam empat sore Andana menjemput Putri ke kos temannya. Cuaca agak mendung sore itu, sama dengan hati Andana yang juga mendung dan galau. Sepanjang jalan Andana hanya diam saja. Motor yang dikendarai Andana melaju menuju sebuah kafe dengan kecepatan sedang. Namun, sesampainya di depan kafe itu Putri tidak mau turun dan meminta agar ke pantai saja. Andana tidak mau berdebat dan menuruti kemauan Putri. Motor pun kembali dipacu menuju pantai.

Sesampainya di pantai, Andana masih berlagak bodoh seolah tidak terjadi apa-apa dan tidak ada berita yang sampai ke teinganya. Sejurus kemudian Andana mulai angkat bicara memecah keheningan di antara mereka berdua.

“Dek, dulu abang pernah berjanji ingin memperbaiki hubungan kita, dan inilah saatnya abang menepati janji abang itu”.
Putri diam saja mendengar ucapan Andana seraya menatapnya dengan wajah dan tatapan nanar.
“Bang, masih berharap hubungan kita bisa diperbaiki dan kita seperti dulu lagi, saling menghargai, saling mengisi, saling berbagi dan saling percaya”.
“Bisakah kita mewujudkan itu kembali dek?”, Andana melanjutkan ucapanya.
Mendengar pertanyaan itu Putri menangis berurai air mata. Seolah terpukul dan terpojok dengan pertanyaan yang dilontarkan Andana. Sepertinya Putri sudah tahu arah pembicaraan Andana, lalu ia menyela.
“Sebenarnya apa yang telah abang dengar tentang adek?”
Andana mengerenyitkan dahi, masih berlagak tidak tahu, lalu ia menjawab.
“Kenapa adek bertanya seperti itu? Sebenarnya apa yang terjadi denganmu?”. Putri tidak menjawab, dan hanya menagis saja seraya memegang tangan Andana.

Lama mereka berdiam diri dengan perasaan yang sama-sama tidak menentu. Akhirnya Andana berkata jujur bahwa ia telah mendengar semua berita miring yang telah menyayat hatinya, karena tidak tahan lagi menahan luapan hatinya yang luka karena dikhianati.

“Abang sudah dengar kabar itu. Apakah benar itu semua dek?”, Andana coba bertanya dengan menguat-nguatkan hatinya.
Putri tidak menjawab, hanya uraian air mata yang terlihat meleleh di pipinya. Lalu, dengan setengah mendesak Andana kembali bertanya.
“Betul apa yang telah dkatakan orang itu dek?”
Tidak kuasa didesak akhirnya Putri mengangukan kepalanya seraya berkata, “iya bang”.

Sebuah jawaban yang sangat tidak diharapkan keluar dari mulut seorang wanita yang sangat dikasihi oleh Andana. Jawaban Putri itu seolah telah melucuti semua tulang dari dalam tubuh Andana. Rasa kecewa, marah, benci dan sedih berbaur jadi satu mengaduk-aduk relung hati Andana, seorang pria yang telah terlanjur setia menambatkan cintanya pada satu hati wanita. Pada akhirnya wanita itu sendiri yang mencabik-cabik hati dan perasaannya.

Namun apa boleh buat, semuanya sudah terjadi dan telah terlambat untuk menyesal. Kesetiaan Andana telah dikhianati oleh seorang wanita yang begitu istimewa di hatinya selama ini. Tidak pernah terlintas dalam hatinya akan dikecewakan oleh Putri. Andana telah terlanjur menaruh harapan besar pada Putri, wanita berparas ayu dan berhati lembut yang telah berhasil meluluhkan kerasnya hati seorang Andana dua tahun yang silam.

“ya sudah Put, semuanya sudah terjadi. Marahpun abang kepadamu tidak ada gunanya lagi. Abang maki-makipun kamu hanya akan menambah sakit hati abang. Sudah cukup abang terluka karena dikianati saja. Abang tidak mau lagi terluka karena dendam dan amarah. Abang tidak akan menyuruhmu memilih antara abang dan dia. Sudah sangat terlambat melakukan itu semua. Kamu telah jelas memilih dia. Sekarang pergilahkamu bersama lelaki itu” Andana berujar dengan tenang membunuh rasa amarahnya kepada Putri.


“Abang…abang…abang…”, Putri berkata di sela isak tangisnya, seolah tidak percaya Andana akan sanggup berkata seperti itu kepadanya. Awalnya Putri mengira Andana akan memaki-makinya lalu meninggalkannya sendiri di pantai. Dan ternyata Andana tidak melakukan itu semua. Belum sempat Putri melanjutkan ucapanya, sudah dipotong oleh Andana.

“Berhentilah kamu menangis! Semuanya sudah terjadi. Simpan saja air mata buayamu itu. Sekarang jalanilah hubungan kamu dengan cowok baru itu dengan baik. Abang tak usah kau pikirkan lagi. Kalau sudah begini abangpun bisa menyembuhkan luka abang sendiri. Pergilah! Pergilah bersama dia, kejar kebahagiaanmu yang tidak kau dapati dengan abang”. Andana berhenti sejenak dan menghela napas panjang, lalu kemali melanjutkan ucapannya.
“Satu hal yang perlu kamu ingat Put, berhentilah menyakiti hati laki-laki dan mengecewakannya, karena laki-laki juga masih punya perasaan”.
Semuanya sudah diungkapan Andana. Kegelisahan hatinya selama ini sudah sedikit terobati. Dengan melepas hubungannya dengan putri sudah bisa sedikit dia bisa bernapas lega. Tanpa terasa matahari telah tenggelam bak ditelan lautan. Rona-rona keemasan memantul dari lautan yang terhampar luas dihadapan mereka. Andana segera bangkit dari tempat duduknya, dan mengajak Putri untuk pulang karena senja telah menyelimuti tepian pantai itu.

“ayo kita pulang! Hapuslah air matamu itu. Tidak usah kau menagis lagi. Kejarlah kebahagiaanmu dengan lelaki itu”.

                                                                                 ***
Andana telah melepas ikatanya dengan Putri senja itu. Hamparan pasir putih dan deburan ombak yang telah menjadi saksinya. Andana tidak ingin lagi mempertahankan rajutan cintanya dengan Putri yang telah dikusutkan oleh hadirnya orang ketiga yang datang dari jauh. Andana yakin Tuhan punya rencana indah dibalik itu semua. Keyakinan seperti itulah yang memberikan kekuatan kepada Andana untuk menghadapi permasalahannya.

Setelah mengantarkan Puti kembali ke kos temannya, Andana segera pulang membawa sejuta lara di hatinya. Di kos itulah terakhir kalinya Andana melihat wajah Putri yang baru diputuskannya itu.

Tahukah kawan apa yang membuat Andana sanggup melakukan itu semua? Jawabanya hanya satu kawan, Cinta dan rasa sayanglah yang membuat Andana melakukan itu semua. Andana tidak ingin merampas kebahagiaan orang yang disayanginya, meskipun harus mengorbankan hati dan perasaanya sendiri. Makanya ia dengan lapang hati memutuskan hubungannya dengan Putri dan melepasnya mengejar kebahagiaan bersama orang lain. Semua orang punya cara sendiri untuk mengobati lukanya, dan bagi Andana begituah cara dia menyembuhkan luka hatinya.

Selamat jalan Putri, semoga dapat kau reguk madu kebahagiaan itu bersama dia.
Mengikhlaskan adalah salah satu cara paling ampuh untuk menyembuhkan luka di hati. Yakinlah,.!!!



*Sebuah cerpen oleh Heru Perdana
Pesisir Selatan, 10 April 2011, 08:40 WIB

[ Selengkapnya...]
Label:

Search

Tentang Saya

Foto Saya
Heru Perdana
Menulis adalah sarana pembebasan jiwa
Lihat profil lengkapku

Add Me on Facebook

Download

Download ebook gratis Download ebook gratis

Blog Info

free counters
Powered by  MyPagerank.Net

Followers