Wisuda, Keluar dari Mulut Harimau Masuk Mulut Buaya

Dalam kurun waktu beberapa minggu ke depan dan sudah dimulai semenjak beberapa minggu belekangan ini, acara wisuda telah digelar di berbagai kampus di negeri ini. Baik itu kampus umum maupun kampus kesehatan. Semuanya mengelar perhelatan yang sangat dinanti dan didambakan oleh para mahasiswa. Karena memang dalam rentang bulan September dan oktober ini adalah masanya kampus mengelar acara wisuda. Mungkin ini adalah salah satu momen maha penting dalam sejarah perjalanan kehidupan saya, anda dan kita semua, manusia yang beruntung bisa menikmati pendidikan di bangku perguruan tinggi. Karena saking pentingnya, sehingga untuk merayakan dan menyaksikan pengukuhan gelar serjana, tak jarang para wisudawan dan wisudawati memboyong seluruh keluarganya. Mulai dari orang tua, kakak, adik, keponakan, teman dan bahkan tetangga diundang untuk ikut serta menyaksikan hari bahagia itu.

Selesai kuliah, bagaikan lepas dari himpitan beban yang sangat berat dan menyesak pikiran. Tamat kuliah serasa bebas dari kurungan penjara yang menjemukan. Ibarat burung yang lepas dari sangkar dan siap terbang melayang melepaskan segala beban selama dalam sangkar. Napas di dada terasa lapang, padangan terang menerawang, mata berbinar menyiratkan gurat bahagia. Rasa bangga berbalut bahagia memenuhi setiap inci ruang dada. Begitulah kira-kira yang dirasakan oleh para sarjana, jika kita bertanya kepada para sarjana pada hari pengukuhan gelar kesesarjanaan mereka itu. Ya, kira-kira sperti itulah perasaan yang berkecamuk dihati mereka.

Kawan, mari kita sejenak kembali melayangkan pikiran kita ke masa lalu. Masa di mana untuk mengecap pendidikan di perguruan tinggi itu sangat susah. Pada waktu itu gelar sarjana adalah suatu gelar yang sangat terhormat. Mereka yang memiliki gelar sarjana waktu itu sangat dihormati. Jika ada saja salah satu dari anggota keluarga kita yang sarjana, maka dengan sendirinya keluarga kita akan disegani oleh orang sekitar. Ya, begitu mahal dan berharganya gelar sarjana waktu itu. Orang yang menyandang gelar sarjana kala itu indentik dengan orang yang sangat pintar dan beruang. Tapi itu dulu kawan.!! Sekarang keadaan itu sudah sangat berubah.

Kita patut bersyukur, seiring berputarnya waktu dan bergantinya zaman, keadaan itu sudah mulai berubah. Sekarang kesempatan untuk bisa kuliah dan mengecap pendidikan di perguruan tinggi sangat terbuka luas. Kesempatan itu juga diiringi dengan tersedianya berbagai macam pilihan perguruan tinggi. Kita tinggal pilih mau masuk dan kuliah di mana. Namun sayang, kesempatan itu tidak bisa termanfaatkan dengan baik.

Telah banyak di sekitar kita orang yang menyandang gelar sarjana tanpa memandang derajat, status ekonomi, IQ tinggi atau tidak, dan lain sebagainya. Terlepas dari bagaimana dan dengan cara apa kita menyandang gelar itu, kita tetap harus bangga menjadi seorang sarjana. Namun bangga saja tidak cukup, gelar sarjana yang disadang itu akan melahirkan beberapa tangungjawab dan tuntutan. Bukan hanya untuk berjalan pongah di dapan para siswa SMA, SMP, SD bahwa kita lebih berpendidikan ketimbang mereka. Kita ─para sarjana─ bertanggungjawab untuk bisa menciptakan kehidupan yang lebih baik, baik untuk diri sendiri, maupun keluarga dan lingkungan kita. Para sarjana dituntut untuk tidak menambah panjang rentetan daftar pengangguran di Negara ini. Jika tidak mampu, maka gelar sarjana tidak ada gunanya. Sama dengan bohong.!!

Ada sebuah pepatah lama yang kira-kira cocok untuk mengambarkan keadaan para sarjana yang baru saja wisuda, “lepas dari mulut harimau, masuk mulut buaya”. Ya, sangat cocok sekali. Tahukah kawan, bahwa kebahagiaan yang dirasakan oleh para wisudawan dan wisudawati itu tak lebih dari satu hari saja. Kebahagiaan itu akan lenyap dan menguap dengan sendirinya ketika mereka sadar bahwa ada permasalahan baru yang siap menunggu mereka. Persoalan itu adalah “bagaimana mendapatkan” pekerjaan yang sesuai dengan bidang ilmu dan keahlian yang mereka miliki. Dulu ketika SMA ingin cepat tamat lalu kuliah. Setelah tamat kuliah lalu diwisuda, setelah itu binggung mau kerja di mana.

Ternyata Setelah bermandikan peluh pilu, bersimbah keringat suka dan duka di bangku kuliah. Tertawa bahagia ketika wisuda. Jika tidak pandai-pandai dan gesit dalam melihat peluang, maka gelar sarjana tidak akan ada artinya. Kelak kita akan sadari bahwa lulus dengan IPK di atas tiga saja tidak cukup untuk bisa menembus dunia kerja. Dunia kerja tidak hanya soal nilai, tapi banyak aspek lain yang perlu kita pahami. Dibutuhkan sedikit keberanian dan keberuntungan untuk bisa menembus dunia kerja. Jika tidak, maka siap-siaplah untuk masuk ke dalam daftar “sarjana penganguran”. Dan itu artinya kita telah menambah berat kerja pemerintah dalam mengatasi dan menggurangi angka pengangguran di ranah Indonesia ini. Sungguh sebuah kebanggaan serta kebahgiaan semu, bukan?

Tahukah kawan, bahwa dari sekitar 40 juta orang total keseluruhan pengangguran di Indonesia, 2,6 juta orang diantaranya adalah pengguran bertitelkan sarjana, terlepas dari apakah mereka pengaguran suka rela atau tidak. Sebuah angka yang cukup fantastis bukan? Jika kita tidak siap maka tidak tertutup kemungkin kita akan menjadi salah seorang dari mereka. Tentu jauh dari lubuk hati yang paling dalam kita berharap kita tidak ikut serta meramaikan daftar penganguran terdidik di negeri ini.

Entah apa yang salah dengan kenyataan pahit itu. Yang jelas sistem pendidikan di Negara kita ikut andil dalam kenyataan itu. Tidak bisa kita pungkiri lagi bahwa sistem pendidikan yang ditawarkan di Negara kita saat ini masih berada pada taraf mempersiapkan mahasiswanya untuk jadi pekerja bukan pencipta lapangan kerja. Sementara di sisi lain ketersediaan lapangan kerja tidak sebanding dengan jumlah sarjana yang lulus dari berbagai institusi pendidikan. Para mahasiswa hanya disiapkan jadi robot-robot pintar, sementara dunia kerja tidak sanggup menerima robot-robot pintar dengan titel sarjana yang semakin hari semakin banyak itu. Dunia pendidikan kita tidak cukup memuat mahasiswa berani menatap masa depan dan menantang kehidupan.
Lalu sampai kapan keadaan seperti ini kita biarkan berlanjut..???



*Oleh: Heru Perdana
Padang, 26 September 2011, 22: 16 WIB

[ Selengkapnya...]
Label:

Berlayar Menuju Pulau Kesuksesan

Kawan tentu pernah bermain ke pantai, mampir ke dermaga serta pelabuhan, atau hanya sekedar lewat di tepian laut dan melihat kapal akan dan sedang berlayar mengharungi samudra. Apa yang kawan pikirkan ketika melihat pemandangan seperti itu? Ke mana pikiran kawan menerawang ketika menyaksikan pemandangan itu? Apa yang terlintas dipikiran kawan? Dan pelajaran apa yang dapat kawan petik dari proses berlayarnya sebuah kapal?

Mengenai pemandangan tetang berlayarnya sebuah kapal maka saya sangat sering melihat itu, karena memang jika akan pulang ke kampung halaman saya di pesisir bagian selatan Sumatera Barat sana, saya selalu melewati tepian laut yang menawarkan pemandangan seperti itu. Sampai suatu ketika mucul dipikiran saya bahawa proses berlayarnya kapal mengharungi samudra nan luas itu tidak ubahnya dengan bagaimana seharusnya kita mengharungi samudra kehidupan ini untuk mencapai kesuksesan. Ya, sama persis.

Kapal berlayar butuh persiapan dan harus ada tujuan. Begitu juga dengan hidup ini, butuh persiapan dan harus memiliki tujuan yang jelas. Kesuksesan seperti apa yang kita iginkan. Pulau kesuksesan seperti apa yang akan kita tuju. Dalam berlayar sebuah kapal tidak akan berjalan mulus dan lancar-lancar saja. Tentu banyak halagan dan rintangan yang mau tidak mau, suka atau tidak suka mesti dihadapi demi menuju sebuah pulau yang akan dituju. Kenyataan seperti itu, tidak jauh berbeda dengan kehidupan kita di dunia ini. Hidup tidak akan melulu berjalan mulus. Hidup selalu akan menawarkan masalah dan rintangan yang harus kita hadapi dan selesaikan. Hidup dan permasalahan ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.

Lihatlah kapal yang akan berlayar itu, segala sesuatu telah dipersiapkan. Sebelum berlayar tujuanpun telah ditentukan. Agar tujuan bisa dituju dengan mudah maka dibutuhkan sebuah kompas penujuk arah dan selembar peta untuk menetukan di mana posisi kapal sedang berada. Jika tidak ada penunjuk arah maka sudah sangat dapat dipastikan bahwa kapal akan tersesat. Didalam perjalanan pun tidak sedikit hambatan yang akan ditemui. Mulai dari ombak samudra yang menggila hingga amukan badai yang siap menengelamkan kapal.

Jika kapal itu adalah kita, maka mulai saat ini kita sudah harus mulai mempersiapakan diri untuk mengharungi derasnya samudra kehidupan untuk menuju sebuah pulau kesuksesan. Kita harus tetapkan tujuan kita dari sekarang, bahwa tujuan kita hidup adalah untuk meraih kesuksesan, baik itu sukses di dunia maupun di akhirat kelak. Teruslah belajar dan membaca tanda-tanda untuk menuju kesuksesan.

Kesuksesan selalu meninggkalkan petunjuk-petunjuk yang dapat kita ikuti. Petunjuk itu dapat kita lihat dan kita pelajari melalui orang-orang terdahulu yang telah merasakan manisnya madu kesuksesan setelah puas menelan pahitnya empedu kegagalan. Tidak ada salahnya meniru mereka dan menjadikan pengalaman hidup mereka sebagai kompas bagi kita agar kita tidak tersesat dan tidak terobang-ambing dalam mangharungi samudara kehidupan yang begitu deras dan keras untuk samapai ke pulau kesuksesan yang sangat kita impikan itu. Intinya, kesuksesan itu dapat kita tiru lalu ditularkan. Jalan kesuksesan itu dapat kita tiru lalu sedikit dimodifikasi, sehingga memudahkan kita untuk mencapainya, tidak perlu mencari dan meraba-raba kembali dari awal.

Selayaknya kapal yang akan berlayar, tentu kita juga butuh selembar peta perjalanan menuju pulau kesuksesan. Kita butuh sebuah peta rencana kesuksesan, agar energi dan pikiran kita tidak terbuang dengan sia-sia serta dapat menghemat waktu dalam menuju pulau kesuksesan yang menawarkan serta menjanjikan berjuta kebahagiaan. Dengan peta rancana kesuksesan tersebut kita bisa tahu sudah sejauh mana kita berlayar menuju pulau kesuksesan. Dengan peta tersebut kita sadar di mana posisi kita saat ini. Ya, peta tersebut sangat kita perlukan, bahkan sangat perlu agar kita tidak tersesat serta tengelam diterjang badai permasalahan dan terhempas diterpa obak kehidupan. Menyiapkan peta rencana kesuksesan adalah bagian dari cara mencapai kesuksesan hidup.

Ketahuilah wahai kawan, segala sesuatu memiliki cara dan arah untuk untuk meraihnya, termasuk juga mencapai kesuksesan hidup. Orang yang sukses adalah orang yang tahu dan mengerti akan kesuksesan itu dan paham dengan baik bagaimana cara mewujudkannya untuk kemudian dituangkan dalam peta rencana kesuksesan. Jika tujuan telah ditetapkan dan persiapan telah dilakukan, maka pelayaran menuju pula kesuksesan bisa dimulai. Jika kita mampu mengikuti cara itu dengan baik, maka kesuksesasan hanya perkara waktu. Cepat atau lambat kita akan sampai di pulau kesuksesan, berlabuh di dermaga kebahagiaan.

Kawan, dalam perjalanan menuju pulau kesuksesan itu jangan lupa bawa serta bekal kesabaran. Karena kesabaran sangat dibutuhkan dalam menghadapi terjagan ombak serta kerasnya terpaan badai permasalahan dalam mengharungi luasnya samudra kehidupan sebelum sampai di tepian pulau kesuksesan hidup. Telah banyak dipertontonkan di pentas kehidupan ini bahwa banyak manusia yang gagal sampai ke dermaga kesuksesan karena terlalu sedikit atau tidak membawa bekal kesabaran sama sekali. Hingga akhirnya meraka tengelam di tengah samudra keputus-asaan. Menyedihkan memang, tapi itulah kenyataan.

Meraka tengelam gagal bukan karena buruknya peta perencanaan kesuksesan yang mereka susun, bukan juga karena kurangnya potensi yang mereka miliki, melainkan karena kurangnya bekal sabar yang mereka punya dan mereka bawa. Jadi, sudah jelas bagi kita bersama bahwa sikap sabar sangat penting kita miliki dalam rangka meraih kesuksesan hidup. Jika sekarang kita belum berhasil dan banyak menemukan berbagai gelombang permasalahan, tidak perlu berputus asa, tidak usaha bersedih hati dan menyalahkan Takdir Allah, karena bisa jadi ada yang salah dengan proses kerja dan usaha kita. Kesabaran bukanlah hal yang pasif, di mana kita hanya mempasrahkan diri kepada Allah. Sabar menuntut kita aktif dan berfikir untuk memperbaiki kesalahan yang ada, guna mewujudkan kesuksesan yang kelak kita harapkan dapat meberikan percikan kebahagiaan ke dalam kehidupan kita dan keluarga kita. Mario Teguh pernah mengatakan, “kesabaran adalah kekuatan untuk berlaku tenang dalam penantian”.

Yakinlah wahai kawan, kesabaran itu akan membuahkan keberhasilan serta akan menghantarkan kita ke dermaga kesuksesan. Kita sadari atau tidak, jika kita mau berusahan dan terus berjuang, maka kita tidak akan mungkin terus berada dalam kesulitan. Di balik setiap gelombang kesulitan dan permasalahan pasti ada hamparan pasir jalan keluar. Kesabaran akan membawa kemudahan bagi setiap permasalahan yang kita hadapi. Dan ini telah dijanjikan Allah di dalan al-quran. Sekalai lagi saya tegaskan, jika kita sudah menetapkan tujuan yang jelas, berusaha dengan maksimal serta mengiringi setiap usaha tersebut dengan balutan kesabaran, maka cepat atau lambat kita akan sampai di pulau kesuksesan hidup nan indah.
Teruslah berjuang dan selamat berlayar menuju Pulau Kesuksesan..!!!



“Kesuksesan akan didapatkan dengan kesungguhan dan kegagalan terjadi akibat kemalasan bersungguh-sungguh”
~Sholahuddin As-Supadi, wafat 764 H~

*Oleh : Heru Perdana Putra
Padang, 19 September 2011, 15: 59 WIB

[ Selengkapnya...]
Label:

Search

Tentang Saya

Foto Saya
Heru Perdana
Menulis adalah sarana pembebasan jiwa
Lihat profil lengkapku

Add Me on Facebook

Download

Download ebook gratis Download ebook gratis

Blog Info

free counters
Powered by  MyPagerank.Net

Followers