Pemandangan Kelabu di Persimpangan Jalan Protokol

Siang itu, mentari begitu bergairah memancarkan sinarnya. Terik mentari begitu membekar terasa. Dan dalam suasan terik yang begitu membakar itu Aku duduk termenung di sudut taman kota dan menatap ke persimpangan jalan. Tampak jelas di mataku pemandangan yang membuat ku miris dan terharu. Ada pemandangan yang begitu mengharukan dan menimbulkan sejuta tanda tanya di persimpangan jalan itu. Di sudut sana, di lampu merah itu tampak seorang wanita paruh baya dan seorang anak kecil yang ku taksir umurnya belum genap tiga tahun. Anak itu di gendong oleh ibunya sembari menyodorkan sebuah kantong plastik dari satu mobil ke mobil yang lainnya menjelang pergantian lampu dari merah ke hijau. Harapan mereka hanya satu yaitu mengaharap kemurahan hati dari para pengemudi dan para penumpang angkot yang kebetulan lewat kala itu.  Mereka rela berpanas-panasan sambil membawa anak mereka yang masih merah itu hanya untuk mengumpulkan koin-koin rupiah hasil dari kemurahan hati para pengendara demi untuk menyambung hidup di hari esok.

Melihat pemandangan seperti itu hatiku berkata, “Harusnya kamu tidak berada di jalan dalam kondisi panas terik seperti itu dek, selayaknya kamu duduk dan bermain di rumah menikmati masa kecilmu yang indah seperti anak-anak yang lain yang orang tuanya sedikit lebih beruntung ketimbangan orang tuamu”. Sungguh miris dan menggugah hati rasanya pemandangan itu, anak kecil yang tak tahu apa-apa harus ikut menghabiskan masa kecilnya bersama orang tua mereka demi koin-koin rupiah untuk menyambung hidup.

Kemudian ku layangkan pandanganku ke sisi lain dari persimpangan jalan itu. Ada lagi satu pemenangan yang tak kalah membuat hati miris. Di sana ku liahat sekelompok anak kecil yang kutaksir umurnya rata baru 5-6 tahun. Mereka tengah asik bernyanyi dengan sebuah gitar kecil di tangannya. Motifasi mereka juga tidak jauh berbeda dengan seorang ibu paruh baya tadi, yaitu demi koin-koin rupiah untuk menyambung hidup di hari esok. Di usia mereka yang masih dini mereka sudah harus meraskan kerasnya hidup di jalan.

 Seharusnya mereka tidak berada di jalan siang itu, selayaknya mereka sedang asik duduk di bangku sekolah dan mendengarkan pelajaran dari seorang guru. Mereka adalah anak bangsa yang berhak mendapatkan kehidupan dan pendidikan yang layak sesuai dengan yang diamanatkan Undang-Undang  Dasar dan Pancasila.

Apa yang salah dengan pemandangan ini? Ke mana Ayah dan Ibu mereka? Siapa yang harus betanggungjawab dengan masalah ini? Lalu apa yang harus kita perbuat demi masa depan mereka?

Mari kita Tanya hati nurani kita masing-masing.! Dan jawablah denagn jujur…



Oleh : Heru Perdana P. (Mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang)

Label:

0 komentar:

Posting Komentar

MOhon kritik dan sarannya..!!

Search

Tentang Saya

Foto Saya
Heru Perdana
Menulis adalah sarana pembebasan jiwa
Lihat profil lengkapku

Add Me on Facebook

Blog Archive

Download

Download ebook gratis Download ebook gratis

Blog Info

free counters
Powered by  MyPagerank.Net

Followers