Ku Lepas Rasa Itu di Tepian Pantai

Sore itu cuaca mendung tidak menentu, seirama dengan suasana hatiku yang juga tengah gundah tak menentu. Sore itu akan ku pertaruhkan nasib hatiku ini. Tidak banyak yang dapat aku lakukan karena bayangan kelam sudah kian terasa jelas akan menghampiriku. Karena aku tahu betul, aku harus melepasnya. Jika dipertahankan mungkin akan banyak melahirkan ketidakbaikan, tidak baik untuk diriku dan mungkin juga tidak baik baginya. Ah, inilah yang namanya cinta seringkali membingungkan. Di tepian pantai itu, kulayangkankan pandangan menatap samudra nan luas jauh di sana. Deburan ombak menghempas pantai seolah mengejek ku. Mereka seolah menari-nari dan saling kejar mengejar menertawaiku. Desiran angin sore juga seolah berbisik dan mengisyaratkan betapa lemahnya aku. Semua itu bagaikan memberi pertanda agar aku segera melepas rasa itu. Menguburnya dan menjadikan semua sebagai untaian masa lalu yang indah yang hanya pantas untuk dijadikan pelajaran, bukan untuk dikenang. Karena jika dikenang hanya akan menggoreskan luka di hati. Jelas aku tidak akan mau semua itu terjadi, dan merampas masa depanku.

Cinta oh cinta, sebuah kata yang terdengar indah, namun kadang sering membingungkan dan bahkan kadang cendrung menyakitkan jika tidak dilabuhkan pada hati yang tepat dan pada waktu yang tepat pula. Betul kata orang-orang tua dahulu, cinta itu hanya indah untuk dikenang, tapi tidak selalu indah untuk dipakai. Mulai saat ini berhati-hatilah melabuhkan hati, agar kelak jangan kau tersakiti.

Aku ingat sebuah analogi yang dulu pernah aku ungkapkan padanya. Analogi segelas air putih. Namun sayang terhitung semanjak sore itu, analogi itu telah menjelma menjadi sebuah kenangan. Gelasnya telah pecah, kawan, dan airnya pun telah tumpah dan berserakan ke mana-mana seiring dengan Aku lepasnya rasa itu. Aku biarkan dia berlau, semoga dia berlalu dengan bahagia.

Rasa cinta dan sayang memang tidak bisa dipaksakan. Cinta adalah soal hati, kawan. Rasa itu akan datang dengan sendirinya dan menyapa hati yang ingin dihampirinya. Dan jika ia ingin berlau, lepaskan saja dia, tidak usah ditahan. Karena jika ditahan hanya akan merusak hatimu dan akan menjeratmu dalam jurang kesepian. Kesepian yang menyayat hati.

Sore itu, dia telah ku lepas. Aku lepaskan rasa itu di tepian pantai, deburan ombak dan hamparan pasir pantailah yang menjadi saksinya. Telah Aku biarkan dia berlalu. Berlalu untuk mengejar kebahagiaannya. Jangan kau tanyakan soal hatiku, kawan. Jika sudah begini, aku pun pandai menyembuhkan lukaku.
Inilah cinta yang kau agung-agungkan itu, kawan. Jika tidak kau tata dengan baik rasa itu hanya akan jadi boomerang untuk dirimu.

Rintikan hujan turun mengiringi langkahku meninggalkan tepian pantai. Di tepian itu telah aku kubur semuanya. Semua tentang kenangan itu. Seolah bumi mengerti dalamnya luka di hatiku. Sehinnga bumi pun mennurunkan hujan kala itu untuk membasuh semua lara di hatiku ini.

“hati-hatilah menggoreskan noda di hati, karena sekali tergores dia akan melukai hati dan akaun muncul bagaikan hantu yang akan selau mengahantuimu. Dan jika itu sudah terlanjur terjadi, mintalah tolong kepada Tuhanmu”, nasehat seorang guru kepadaku yang akan selalu aku ingat semenjak kejadian itu.

Dia telah berbuat, dan biarlah dia berlalu.
Itulah badai di penghujung September yang telah memporak-porandakan relung hatiku ini.
Selamat jalan, dan berlalulah dengan damai untuk mengapai kebahagiaanmu.



*Oleh: Heru Perdana Putra

Label:

2 komentar:

  1. Fannirridha mengatakan...:

    NICE...
    heru?? bisa 'nulis' yaakk
    (*baru tau saia)

  1. Heru Perdana mengatakan...:

    Baru tau fani yo,..???
    he,,he,he,
    jadi selama ini yang baru fanai tau about me apa ja,.??

    masih blajar-blajar fan,...

Posting Komentar

MOhon kritik dan sarannya..!!

Search

Tentang Saya

Foto Saya
Heru Perdana
Menulis adalah sarana pembebasan jiwa
Lihat profil lengkapku

Add Me on Facebook

Blog Archive

Download

Download ebook gratis Download ebook gratis

Blog Info

free counters
Powered by  MyPagerank.Net

Followers