Bak Ijuk Tak Bersaga

Jika kawan bertanya tentang seberapa penting kekuatan mental dalam mengharungi samudra kehidupan ini, maka jawaban terbaik yang bisa diberikan adalah” sangat penting”, dan bahkan lebih penting dari kehebatan kemampuan intelektual. Meskipun antara keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Kemampuan berfikir yang sangat hebat dan luar bisa tanpa didukung oleh kekuatan mental yang mupuni maka tidak akan berati apa-apa, alias tidak ada kekuatanya. Pepatah minang menyebutkan “bak ijuak indak basaga”. Tidak memiliki kekuatan.


Kita sadari atau tidak, hidup ini tidak melulu lurus-lurus saja. Hidup penuh lika-liku. Dalam hidup tentu ada halangan, yang lebih populer kita kenal dengan istilah masalah. Untuk mengahdapi masalah dalam kehidupan ini tentu tidak akan cukup hanya dengan kecerdasan pikiran saja tanpa didukung oleh kekuatan mental yang hebat pula. Banyak orang yang gagal karena tidak mampu menata mental dan emosi dengan baik.

Ada sebuah cerita tentang seorang kawan yang memiliki kecerdasan intelektual yang sangat luar biasa dan pantas diacungi jempol. Sebut saja namanya Uyung. Uyung adalah sesosok manusia cerdas yang pernah bersekolah di sebuah SMA faforit di kotanya. Semua pengahargaan dan prestasi akademik telah berhasil diraihnya. Tropi dan mendali hasil dari kecerdasannya juga telah berjejer rapi di lemari rumahnya. Namun, petaka mulai datang ketika Uyung menginjak masa-masa duduk di kelas tiga, ia memutuskan untuk tidak sekolah sampai selama delapan bulan hanya karena merasa tidak dihargai oleh teman-teman seangkatannya. Untung saja dia masih bisa mengikuti ujian karena pertimbangan keerdasannya dan segenap prestasi yang telah ditorehkannya untuk sekolahnya itu. Akhirnya ia bisa juga lulus dan melanjutkan kuliah di perguruan tinggi.

Ketika kuliah di perguruan tinggipun Uyung memiliki cerita menarik sekaligus memilukan. Dia diterima di sebuah perguruan tinggi faforit yang juga masih berada di kotanya. Ia diterima pada pilihan keduanya, yaitu farmasi. Sebuah jurusan yang mungkin tidak semua orang mampu untuk mencapainya. Akan tetapi, Uyung hanya bertahan di sana tidak lebih dari dua semester saja. Alasan dia meninggalkan kampusnya itu juga masih desebabkan karena hal-hal “spele”. Kecerdasan Uyung yang luar biasa dapat perhatian khusus dari dosennya dan memicu kecemburuan sosial di kalangan kawan seangkatan dan para seniornya. Celakanya, Uyung tidak siap mental dengan keadaan itu. Padahal kalau saja dia bisa sedikit cerdas mengelola kekuatan mentalnya , mungkin keputusan “bodoh” meninggalkan kampusnya itu tak perlu ditempuhnya.

Akhirnya, Uyung memutuskan untuk memulai kembali kuliahnya disebuah perguruan tinggi agama, yang lagi-lagi masih di kotanya. Di sana ia mulai mendapati sedikit ketenangan dan bisa menikmati kecerdasannya. Namun sayang, hal itu juga tidak bisa bertahan lama. Ironisnya, Uyung mengalami “mimpi buruknya” kembali di saat-saat ia dan kawan-kawannya mulai menyusun tugas akhir sebelum diwisuda dan dinobatkan menjadi seorang sarjana. Uyung tidak cukup kuat mental dalam menghadapi birokrasi yang sedikit agak berbeli-belit dan “bertele-tele”.

Di saat kawan-kawannya mampu menata mental untuk mengahdapi itu semua, Uyung malah memilih mundur dan keluar dari jalur perjuangan menuju tangga sarjana, tidak melanjutkan kuliahnya lagi. Padahal hanya tinggal selangkah lagi untuk meniti tangga sukses di kampus itu. Ironis memang, tapi itulah yang terjadi dengan seorang Uyung yang begitu cerdas. Tapi sayang kecerdasannya yang laur biasa tidak didukung dengan kekuatan mental dan emosi yang mupuni. Sehingga ia mundur, dan mengalah pada nasib. Uyung bak ijuk yang tak bersaga. Semoga saja kita tidak menjadi Uyung-uyung selanjutnya.

Sepenggal kisah miris tentang seorang Uyung tadi sudah cukup kiranya bagi kita betapa pentingnya bagi kita menata kekuatan mental untuk menghadapi pergolakan permasalahan kehidupan ini. Kekuatan mental inilah yang sering disebut oleh para ahli kita dengan kecerdasan emosional (EQ). Yang dewasa ini dipercaya kedudukannya lebih penting dari kecerdasan intelektual (IQ). 


Telah banyak juga dipertontonkan di pentas kehidupan bahwa mereka yang sukses itu adalah mereka yang memiliki kekuatan mental dan emosi yang hebat. Sebut saja sederetan nama besar seperti Andri Wongso seorang motivator ternama di Indonesia, Bob Sadino seorang pengusaha sukses yang selalu mengenakan celana pendek kemana pergi, Purdi Chandra pemilik lembaga bimbingan belajar primagama, dan banyak lagi mereka yang sukses karena kemampuan dalam menata mental dan emosi.

Nama-nama besar yang kita sebutkan di atas tadi, terbilang memiliki kemampuan intektual yang tergolong biasa-biasa saja, namun mereka mampu mengelola kekuatan mental dan emosi dengan baik. Kekuatan mental yang luar biasa itulah yang mereka gunakan untuk bangkit dari setiap kegagalan yang mereka terima. Kekuatan emosi yang bagus pula yang telah berhasil membuat mereka keluar dari segenap masalah kehidupan yang menerpa kehidupan mereka. Mereka memandang kegagalan dan masalah kehidupan bukanlah akhir dari segala-galanya, namun merupakan awal dari sebuah kehidupan yang lebih baik dan sarana pendewasaan diri.

Jadi, mari mulai saat ini kita tata kekuatan mental dan emosi kita dengan baik, agar kita tidak seperti ijuk tak bersaga.


*Oleh: Heru Perdana
Padang, 27 April 2011, 15:33 WIB

[ Selengkapnya...]
Label:

Segenggam Kepercayaan

Ibu, sesulit itukah mendapatkan kepercayaanmu?
Ibu, semahal itukah kepercayaanmu?
Ibu, tolonglah dengar jeritan hati anakmu ini
Jeritan hati seorang anak yang merindukan kepercayaan seorang ibu
Oh Ibu, tolonglah

Ibu, kenapa baru saja kami akan mulai engkau sudah katakan
Jangan nak, nanti kau gagal
Ibu, kenapa baru saja kami akan melangkah, engkau sudah katakan
Jangan nak, nanti kau celaka
Gagal dan celakakah yang membuat engkau gamang memberikan kepercayaan itu?
Ibu, tidakkah engkau sadari
Gagal dan celaka adalah bagian dari takdir Tuhan
Untuk kami,
Untuk anakmu yang haus akan kepercayaanmu ini.

Ibu, kami tahu ibu sangat menyayangi kami
Ibu, kami sadar, ibu sangat mengasihi kami
Ibu, kami yakin akan ketulusan cintamu
Ibu, kami sangat mempercayai dan tidak ragu akan itu semua
Tapi, kami mohon berikanlah segenggam kepercayaan itu.
Kepercayaan yang tulus dari hati lembut seorang ibu


Ibu, berikanlah
Berikanlah segenggam kepercayaan itu
Agar kami mampu mengenggam dunia dan kehidupan ini.
Ibu, dengarlah,…..





*oleh: Heru Perdana
Padang, 25 April 2011, 09: 13 WIB

[ Selengkapnya...]
Label:

Di suatu Senja

Senja itu,..
Di persimpangan itu,..
Tiga boca berwajah lugu
Berlari mengejar, mengaharap belas kasih dari pengendara
Yang berhenti di persimpangan lampu merah

Ah, mereka mengahapiri kami
Mengahampiri aku dan temanku
Yang kebetulan tengah berhenti di sana saat itu
“kak, minta kuenya kak”, begitu kata mereka mengiba
Tak kuasa melihat wajah tak berdosa itu, memohon dan mengharap,
akhirnya kami berikan saja kue itu kepada mereka
mereka berhamburan berlari ke emperan toko tak jauh dari persimpangan itu

Di sana mereka buka bungkusan kue itu
Berebut, gelak tawa terhambur keluar dari bibir-bibir mungil mereka
Ada sedikit rasa bahagia terasa di hati ini melihat tingkah mereka
Namun, di sis lain hatiku juga ditusuk rasa gundah melihat mereka
Mengapa mereka harus di sana senja itu?
Dengan perawakans sedikit kumal
Harusnya mereka sudah bersih dan siap untuk mengaji di mesjid
Ke mana orang tua mereka?
Siapa yang salah dengan pemandangan itu?

Padang, 19 April 2010, 18:52 WIB
Oleh: Heru Perdana

[ Selengkapnya...]
Label:

Lupa, Adakah manfaatnya?

Lupa, mungkin kata ini terdengar sangat tidak enak dan mengandung makna negatif bagi kita. Banyak juga diantara kita yang tidak ingin “lupa” itu datang menghampiri kehidupan kita. Seolah “lupa” itu adalah mala petaka besar yang sangat tidak diharapkan ikut serta mewarnai hari-hari kita. Perlu kawan sadari, bahwa lupa adalah “penyakit” yang menhampiri setiap orang. Saya, anda dan kita semua tentu pernah meresakan jenis penyakit ini bukan? Lupa yang saya maksud disini bukanlah termasuk pikun.

Kawan, lupa sebenarnya tidak melulu merugikan kita. Lupa juga ada manfaatnya. Lebih dari itu lupa juga merupakan salah satu nikmat dan anugrah Allah untuk hamba-hambanya yang perlu kita syukuri. Betapa tidak enaknya hidup ini terasa jika kita tidak bisa lupa. Berapa banyak kesedihan dan misibah yang terjadi dalam hidup kita, yang mungkin saja akan membuat kita lupa cara tersenyum jika tidak ada nikmat lupa ini.

Dalam kehidupan ini terlalu banyak lakon kesedihan yang harus kita mainkan. Apakah itu karena meninggalnya keluarga kita, ditinggalkan orang tercinta, karena kehilangan barang yang disayangi, maslah diperkuliahan, atau karena dimarahi atasan, dan kejadian-kejadian lain yang bisa menyulut kesedihan. Nah, di sinilah nikmat lupa ini berperan. Dengan adanya nikmat lupa kita dapat kembali melupakan secara berangsur-angsur kejadian-kejadian yang menyedihkan itu, lalu bisa tertawa kembali dan menikmati indahnya hidup. Bayangkan kalau saja kita selalu mengingat hal-hal yang menyedihkan yang pernah menimpa kita mungkin kita tidak akan bisa lagi menjalani kehidupan ini dengan normal.

Sekali lagi saya katakan, bahwa “lupa” ini merupakan salah satu nikmat yang sangat besar untuk umat manusia. Bagaimana tidak, dengan nikmat lupa inilah kita bisa terhibur dari musibah-musibah yang pernah menimpa kita, kita bisa melepaskan iri dan kedengkian, kita bisa melupakan orang yang telah pernah menyakiti dan berbuat salah kepada kita. Dengan nikmat lupa ini juga hantu kekesalan, stress, tekanan hidup dan bahkan rasa malu tidak lagi mengejar-ngejar kita. Jadi bersyukurlah karena kita masih bisa lupa yang telah menghantarkan kita untuk dapat menikmati indahnya kehidupan ini.

Cobalah renungkan..!!!


*Oleh: Heru Perdana
Padang, 18 April 2011, 23:25 WIB


[ Selengkapnya...]
Label:

Kau Ku Lepas Karena Cinta

Sudah seminggu ini perasaan Andana tidak tenang. Suasana lebaran tahun ini pun tidak begitu bisa ia nikmati. Lebaran tahun ini bagi Andana tidak ubahnya seperti perpindahan dari hari di mana tidak boleh makan dan minum di siang hari kepada hari yang dibolehkan melakukan itu semua. Pikiran Andana masih diliputi ketidaktenangan. Mimpi yang bergelayut dalam tidurnya beberapa hari yang lalu telah berhasil mengusik hati dan pikirannya. Mimpi itu begitu jelas dan terasa nyata dalam ingatannya.


Dalam mimpinya itu Andana melihat wanita yang telah berhasil meluluhkan hatinya yang membeku itu berjalan berbimbingan tangan dengan orang lain, sementara dia juga ada di sana. Wanita tambatan hati Andana telah digandeng orang lain, dan yang lebih menyakitkan serta mengiris hati, Andana tidak kuasa mencegahnya hingga ia terbagun dari tidurnya dan mimpi itu buyar.

Paginya Andana segera menelpon Putri, begitu nama kekasih hatinya itu. nomor telah ditekan, nada sambungpun telah terdengar. Dengan hati yang masih diliputi ketidak tenangan Andana menungu jawaban dari seberang sana. Jawaban wanita terkasih yang sangat ia sayangi.

“Hallo, Assalamu’alaikum”, sebuah suara terdengar dari seberang sana.
“wa’alaikum salam”, jawab Andana.
“apa kabar dek?”, Andana melanjutkan ucapannya.

“Baik bang”, jawab Putri dengan nada datar dan tidak seperti biasanya. Biasanya dia begitu riang dan antusias jika ditelpon oleh Andana. Tapi suara seperti itu tidak lagi ditemukan oleh Andana dari kekasihnya.

“Lagi sibuk ya dek? Atau abang menganggu?” Andana coba berbasa basi.
“oh, ngak kok. Adek ngak sibuk”, jawab Putri sekenanya.
“Bang udah dulu ya, papa memanggil adek tuh”, Putri melanjutkan dan langsung memutuskan telepon.

Lama Andana termenung memandangi hamaran sawah yang hijau di belakang rumahnya di kampung. Mimpi yang begitu tidak ia perhitungkan dan sering kali ia anggap sebagi bunga tidur, mulai mengusik hatinya. Ia mulai menghubung-hubungkan mimpi itu dengan kenyataan hidupnya. Kadang ia berfikir apakah mimpi itu adalah pertanda buruk akan muara cintanya yang telah ia rajut bersama Putri lebih dari dua tahun.

Pikiran Andana kembalai menerawang ke masa lalunya, dua tahun bersama Putri. Dia dan Putri memang menjalin huubungan yang dinamakan pacaran. Namun, hubungan itu tidak mereka jalani seperti kebanyakan remaja lain yang juga merajut hubungan seperti itu. Hubungan mereka lebih banyak dijalin melalui telpon dan SMS. Kalaupun bertemu, itu hanya untuk sekedar pergi makan atau ke toko buku, dan dilakukan hanya satu atau dua kali dalam sebulan. Masalah dan persolan dalam hubungan mereka juga bisa mereka sikapi serta selasaikan dengan baik dan bijak. Ah, sungguh indah masa-masa itu. tersungging sedikit senyum di bibir Andana mengingat masa lalunya.

Permasalahan terberat yang terasa oleh Andana adalah ketika Putri meminta hubungan mereka berhenti sementara, break istilah anak muda sekarang. Hal itu pulalah yang telah membuat Andana bertanya-tanya sendiri tentang mimpinya. Batinnya bergejolak. Pikiranya kalut. Apakah memang keinginan break Putri itu akan jadi akhir hubungan mereka. Andana jelas tidak berharap itu terjadi.

                                                                    ***
Andana kembali teringat masa lalunya. Pikirannya melayang-layang ke masa lalu. Masih segar dalam memori otaknya bagaimana tiba-tiba Putri minta break kepadanya. Sebuah permintaan yang tiak pernah ia duga dan ia harapkan sebelumya.

Tiada badai dan tidak ada hujan kala itu, tiba-tiba Putri menghubungi Andana dan meminta untuk bertemu dengannya. Andana dengan senang hati memenuhi permintaan tambatan hatinya itu. tak sedikitpu terlintas dalam pikiranya wakti itu kalau Putri kan menyampaikan sebuah permintaan yang tidak diharpakannya. Akhirnya Andana dan Putri bertemu di sebuah tempat yang telah dijanjikan esok harinya.

“apa kabar dek?”, Andana mulai membuka pembicaraan.
“baik bang” jawab Putri
“abang bagaimana?”, Putri balik bertanya.
“oh, baik juga dek”, Andana menjawab lalu melanjutkan pembicraannya.
“ada apa dek? Kenapa adek mengajak abang bertemu pagi-pagi seperti ini?”.
“ada yang perlu adek katakan sama abang. Tentang hubungan kita”, ucap Putri lalu menunduk.
”Apa itu dek?”, desak Andana mulai penasaran. Perasaan tidak enak mulai mengusik hatinya. Namun ia berusaha untuk membuang perasaan itu jauh-jauh dan berusaha untuk tetap tenang.

Putri tidak langsung menjawab. Ia terus saja menunduk dan sesekali menatap wajah Andana yang diliputi kebingungan. Andana melihat mata Putri berkaca-kaca seolah menahan tangis. Perasaan tidak enak makin dalam menghujam di hati Andana.

”Apa yang mau adek katakan? Katakanlah!”, Andana kembali mengangkat suaranya. Putri tetap saja belum menjawab dan tetap menunduk.
“Ada apa dek? Apa yang mau kamu katakan?”, Andana mulai mendesak dan sepertinya sudah mulai kehilangan kesabaran.

Putri berlahan mulai mengangkat wajahnya. Air mata mulai menetes membasahi pipinya yang rada kemerahan karena menahan tangis sebelumnya.
“Adek pengen kita break dulu bang!”, akhirnya Putri menjawab pelan, lalu menunduk kembali tak kuasa menahan tangisnya.
“break?”Andana bertanya seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
“iya bang”, Putri menganguk pelan.
“apa adek sudah yakin dengan keputusan ini?”, Tanya Andana kembali mayakinkan, berharap Putri bisa berubah pikiran.
“udah bang”, jawab Putri di sela isak tangisnya.
“Baiklah, kalau itu keinginan adek. Bang terima”, jawab Andana meski hatinya tidak sepakat dengan bibirnya yang telah berucap.

“Tapi adek tidak tahu kita harus break sampai kapan bang. Kalau abang punya yang lain yang bisa mengantikan posisi adek di hati abang, abang boleh pergi”, Putri angkat suara setelah mereka tengelam dalam keheningan dan hanyut dalam perasaan masing-masing. Andana semakin bingung dengan pernyataan Putri itu. pernyataannya itu seolah menyiratkan sesuatu.

“Ada apa sebenarnya dek? Apakah ada lelaki lain di hati kamu saat ini selain abang? Kalau memang iya, jujur saja. Kita akhiri saja hubungan ini dengan baik-baik. Abang tidak akan larang kamu pergi. Abang sadar bahwa cinta itu tidak bisa dipaksakan. Kalau memang ada yang terbaik dari abang di mata adek saat ini, pergilah dengan dia. Pergilah kejar kebahagiaanmu dengan dia.”

“Tidak bang. Tidak ada yang lain”, Putri menjawab dan air matanya kembali menetes.
“Jujur saja dek! Abang tidak akan marah. Lebih baik jujur sekarang dari pada nanti rusak semuanya”, Andana kembali meyakinkan.
“Tidak ada bang”.
“Baiklah, kalau begitu nanti setelah lebaran abang akan kembali untuk memperbaiki hubungan kita ini”, Andana mulai pasrah.

Setelah menghirup napas panjang Andana kembali melanjutkan pembicaraannya, “sekarang pulanglah adek. Semoga saja keputusan adek ini bisa jadi sarana introspeksi diri bagi kita berdua”.

                                                                       ***
Malam semakin larut, mentari telah lama tengelam di ufuk barat sana. Dua bola mata Andana mulai dihinggapi rasa kantuk, sehingga memaksanya untuk menyeret langkahnya ke kamar untuk berbaring, lalu tidur. Rasa kantuk telah memaksa Andana untuk membawa tidur saja hatinya yang tengah diselimuti kegundahan itu.

Malam itu Andana kembali bermipi yang hampir sama dengan mimpinya sebelum itu. dalam mimpinya itu, Andana melihat Putri disuapi makan oleh orang lain, sementara Andana berada di sebelah Putri waktu itu. Ketika Andana menegurnya, Putri malah marah kepadanya. Hingga akhirnya Andana terbangun dan tidak bisa lagi benar-benar terlelap sampai subuh menjelang.

Paginya Andana ingin menelpon Putri, berharap bisa sedikit mengobati kegelisahan hatinya akibat mimpi yang datang dalam tidurnya tadi malam. Namun, belum sempat ia menelpon Putri hanphonenya bordering. Sebuah SMS masuk. Segera dibukanya SMS itu dan ternyata adalah SMS dari sahabatnya. Dilayar handphone Andana tertulis,

“Ass,
And, tolong jawab jujur.
Sebenarnya bagaimana hubungan kawan
dengan putri???”


Hati Andana semakin tidak enak setelah membaca SMS itu. Ia segera membalasnya.

“wass,
Aku sedang Break sama Putri.
Dan setelah lebaran ini akan
Aku perbaiki semuanya…”

 
Tidak lama berselang SMS balasan dari sang sahabat kembali masuk.

“serius lah And,..!!
Kalian break kan,..???
Bukan putus,.???”


Andana makin bingung dan perasaannya tambah tak menentu. Dibalasnya SMS itu kembali.

“serius kawan,
Memangnya apa yang terjadi?”

Balasan SMS mengejutkan diterimanya.
“Aku melihat Putri bersama laki-laki lain, kawan.
Dua hari yang lalu.
Dan kata temannya itu cowok barunya.”

Tak terkira panasnya hati Andana membaca balasan SMS itu. Bagai disambar petir di siang bolong, ketika Andana membaca balasan SMS dari sahabatnya itu. Ingin rasanya dia segera menelpon Putri dan menanyakan semua prihal berita yang disampaikan kawannya itu.

Di sela-sela emosinya yang memuncak Andana masih bisa sediit berpkir jernih. Dia sadar amarah sedang merajai dirinya. Jika ia tetap paksakan berbicara mungkin tidak penyelesaian yang akan didapat, malah mungkin akan mendatangkan masalah baru. Akhirnya Andana mengurungkan niatnya untuk menghubungi Putri.

Andana memutuskan untuk mandi, lalu pergi bersama teman-tamannya untuk sedikit menghibur lara hatinya. Hingga magrib menjelang baru ia pulang ke rumahnya.

                                                                           ***

Satu minggu telah berlalu semenjak Andana menerima berita buruk lewat pesan singkat dari temannya. Setelah dia benar-benar yakin telah bisa menguasai dirinya serta mengontrol emosinya, barulah Andana menghubungi Putri kembali untuk meminta kepastian berita yang didengarnya. Ia tidak ingin mendengar berita dari orang lain saja. Ia ingin mendengar langsung dari mulut seorang Putri, wanita yang telah dua tahun menjalin hubungan dengannya. Meski di lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih berharap berita yang didengarnya itu tidak benar. Ia juga masih berharap hubungannya dengan Putri bisa diperbaiki.

Andana segera menghubungi Putri. Ditelponnya ke hanphone Putri. Sekali tidak diangkat. Dua kali juga beum terdengar jawaban. Dicobanya yang ketiga kali, juga belum ada yang mengangkat. Akhirnya Andana mencoba menghubungi ke telpon rumah Putri, namun hasil yang sama juga didapatnya, tidak ada yang mengangkat.hampir ia putus asa dan berfikir Putri sudah tidak mau lagi ia hubungi. Perang batin mulai berkecamuk kembali di hatinya. Dalam suasana hati yang sudah hampir putus asa itu, dicobanya sekali lagi menelpon ke handphonenya Putridan ternyata diangkat.

“Hallo, Assalamu’alaikum”, jawab suara yang sudah lama tidak ia dengar dari seberang sana.
“Wa’alaikum salam, apa kabar dek?”, Andana menjawab.
“baik bang. maaf ya, tadi adek lagi di luar rumah, handphone tinggal di kamar”, Putri coba menjelaskan.

“iya, ngak apa-apa. Put, abang ingin sama Putri hari ini. Jam berapa bisa? Biar nanti abang jemput”, Andana menjelaskan maksud dan keinginanya.
Sejenak Putri berfikir, “ jam empat aja bang”.
“bang jemput aja ke rumah ya”, Andana menawarkan.
“iya”, jawab Putri lalau telepon dimatikan.

Tidak lama kemudian handphone Andana berbunyi. Sebuah pesan diterima, dan ternyata pengirimnya adalah Putri.

“Bang, ngak usah jemput adek ke rumah.
Papa lagi di rumah.
Jemput aja ke kos teman adek
di dekat kampus adek ya”

 
seolah tak ingin berdebat dan memperumit masalah, segera dibalas SMS itu oleh Andana.
“baik lah”
                                                                           ***
Jam empat sore Andana menjemput Putri ke kos temannya. Cuaca agak mendung sore itu, sama dengan hati Andana yang juga mendung dan galau. Sepanjang jalan Andana hanya diam saja. Motor yang dikendarai Andana melaju menuju sebuah kafe dengan kecepatan sedang. Namun, sesampainya di depan kafe itu Putri tidak mau turun dan meminta agar ke pantai saja. Andana tidak mau berdebat dan menuruti kemauan Putri. Motor pun kembali dipacu menuju pantai.

Sesampainya di pantai, Andana masih berlagak bodoh seolah tidak terjadi apa-apa dan tidak ada berita yang sampai ke teinganya. Sejurus kemudian Andana mulai angkat bicara memecah keheningan di antara mereka berdua.

“Dek, dulu abang pernah berjanji ingin memperbaiki hubungan kita, dan inilah saatnya abang menepati janji abang itu”.
Putri diam saja mendengar ucapan Andana seraya menatapnya dengan wajah dan tatapan nanar.
“Bang, masih berharap hubungan kita bisa diperbaiki dan kita seperti dulu lagi, saling menghargai, saling mengisi, saling berbagi dan saling percaya”.
“Bisakah kita mewujudkan itu kembali dek?”, Andana melanjutkan ucapanya.
Mendengar pertanyaan itu Putri menangis berurai air mata. Seolah terpukul dan terpojok dengan pertanyaan yang dilontarkan Andana. Sepertinya Putri sudah tahu arah pembicaraan Andana, lalu ia menyela.
“Sebenarnya apa yang telah abang dengar tentang adek?”
Andana mengerenyitkan dahi, masih berlagak tidak tahu, lalu ia menjawab.
“Kenapa adek bertanya seperti itu? Sebenarnya apa yang terjadi denganmu?”. Putri tidak menjawab, dan hanya menagis saja seraya memegang tangan Andana.

Lama mereka berdiam diri dengan perasaan yang sama-sama tidak menentu. Akhirnya Andana berkata jujur bahwa ia telah mendengar semua berita miring yang telah menyayat hatinya, karena tidak tahan lagi menahan luapan hatinya yang luka karena dikhianati.

“Abang sudah dengar kabar itu. Apakah benar itu semua dek?”, Andana coba bertanya dengan menguat-nguatkan hatinya.
Putri tidak menjawab, hanya uraian air mata yang terlihat meleleh di pipinya. Lalu, dengan setengah mendesak Andana kembali bertanya.
“Betul apa yang telah dkatakan orang itu dek?”
Tidak kuasa didesak akhirnya Putri mengangukan kepalanya seraya berkata, “iya bang”.

Sebuah jawaban yang sangat tidak diharapkan keluar dari mulut seorang wanita yang sangat dikasihi oleh Andana. Jawaban Putri itu seolah telah melucuti semua tulang dari dalam tubuh Andana. Rasa kecewa, marah, benci dan sedih berbaur jadi satu mengaduk-aduk relung hati Andana, seorang pria yang telah terlanjur setia menambatkan cintanya pada satu hati wanita. Pada akhirnya wanita itu sendiri yang mencabik-cabik hati dan perasaannya.

Namun apa boleh buat, semuanya sudah terjadi dan telah terlambat untuk menyesal. Kesetiaan Andana telah dikhianati oleh seorang wanita yang begitu istimewa di hatinya selama ini. Tidak pernah terlintas dalam hatinya akan dikecewakan oleh Putri. Andana telah terlanjur menaruh harapan besar pada Putri, wanita berparas ayu dan berhati lembut yang telah berhasil meluluhkan kerasnya hati seorang Andana dua tahun yang silam.

“ya sudah Put, semuanya sudah terjadi. Marahpun abang kepadamu tidak ada gunanya lagi. Abang maki-makipun kamu hanya akan menambah sakit hati abang. Sudah cukup abang terluka karena dikianati saja. Abang tidak mau lagi terluka karena dendam dan amarah. Abang tidak akan menyuruhmu memilih antara abang dan dia. Sudah sangat terlambat melakukan itu semua. Kamu telah jelas memilih dia. Sekarang pergilahkamu bersama lelaki itu” Andana berujar dengan tenang membunuh rasa amarahnya kepada Putri.


“Abang…abang…abang…”, Putri berkata di sela isak tangisnya, seolah tidak percaya Andana akan sanggup berkata seperti itu kepadanya. Awalnya Putri mengira Andana akan memaki-makinya lalu meninggalkannya sendiri di pantai. Dan ternyata Andana tidak melakukan itu semua. Belum sempat Putri melanjutkan ucapanya, sudah dipotong oleh Andana.

“Berhentilah kamu menangis! Semuanya sudah terjadi. Simpan saja air mata buayamu itu. Sekarang jalanilah hubungan kamu dengan cowok baru itu dengan baik. Abang tak usah kau pikirkan lagi. Kalau sudah begini abangpun bisa menyembuhkan luka abang sendiri. Pergilah! Pergilah bersama dia, kejar kebahagiaanmu yang tidak kau dapati dengan abang”. Andana berhenti sejenak dan menghela napas panjang, lalu kemali melanjutkan ucapannya.
“Satu hal yang perlu kamu ingat Put, berhentilah menyakiti hati laki-laki dan mengecewakannya, karena laki-laki juga masih punya perasaan”.
Semuanya sudah diungkapan Andana. Kegelisahan hatinya selama ini sudah sedikit terobati. Dengan melepas hubungannya dengan putri sudah bisa sedikit dia bisa bernapas lega. Tanpa terasa matahari telah tenggelam bak ditelan lautan. Rona-rona keemasan memantul dari lautan yang terhampar luas dihadapan mereka. Andana segera bangkit dari tempat duduknya, dan mengajak Putri untuk pulang karena senja telah menyelimuti tepian pantai itu.

“ayo kita pulang! Hapuslah air matamu itu. Tidak usah kau menagis lagi. Kejarlah kebahagiaanmu dengan lelaki itu”.

                                                                                 ***
Andana telah melepas ikatanya dengan Putri senja itu. Hamparan pasir putih dan deburan ombak yang telah menjadi saksinya. Andana tidak ingin lagi mempertahankan rajutan cintanya dengan Putri yang telah dikusutkan oleh hadirnya orang ketiga yang datang dari jauh. Andana yakin Tuhan punya rencana indah dibalik itu semua. Keyakinan seperti itulah yang memberikan kekuatan kepada Andana untuk menghadapi permasalahannya.

Setelah mengantarkan Puti kembali ke kos temannya, Andana segera pulang membawa sejuta lara di hatinya. Di kos itulah terakhir kalinya Andana melihat wajah Putri yang baru diputuskannya itu.

Tahukah kawan apa yang membuat Andana sanggup melakukan itu semua? Jawabanya hanya satu kawan, Cinta dan rasa sayanglah yang membuat Andana melakukan itu semua. Andana tidak ingin merampas kebahagiaan orang yang disayanginya, meskipun harus mengorbankan hati dan perasaanya sendiri. Makanya ia dengan lapang hati memutuskan hubungannya dengan Putri dan melepasnya mengejar kebahagiaan bersama orang lain. Semua orang punya cara sendiri untuk mengobati lukanya, dan bagi Andana begituah cara dia menyembuhkan luka hatinya.

Selamat jalan Putri, semoga dapat kau reguk madu kebahagiaan itu bersama dia.
Mengikhlaskan adalah salah satu cara paling ampuh untuk menyembuhkan luka di hati. Yakinlah,.!!!



*Sebuah cerpen oleh Heru Perdana
Pesisir Selatan, 10 April 2011, 08:40 WIB

[ Selengkapnya...]
Label:

Zakat Produktif dan Permasalahanya

Pembicaraan tentang zakat produktif kian hari makin hangat dibicarakan, baik itu di kalangan akedemisi, praktisi bahkan telah menyentuh lapisan masyarakat umum. Munculnya pembicaraan tentang zakat produktif ini, agaknya tidak terlepas dari kekecewaan masyarakat tentang zakat yang seyogyanya adalah salah satu elemen penting dalam mengentaskan kemiskinan yang juga tidak kunjung terlihat membuahkan hasil dalam mengurangi angka kimiskinan di Indonesia. Karena sistem pendistribusian zakat yang ada selama ini hanya digunakan untuk hal-hal konsumtif saja.

Sebenarnya zakat produktif ini bukan lagi barang baru. Penyaluran zakat secara produktif ini pernah terjadi dan dilakukan di zaman Rasulullah SAW. Hal ini dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dari Salim Bin Abdillah Bin Umar dari ayahnya, “bahwa Rasulullah telah memberikan zakat kepadanya lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi”.

Zakat produktif juga bukan jenis zakat baru. Zakat pruduktif ini lebih kepada tata cara pengelolaan zakat, dari yang sebelumya hanya digunakan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif dan pemenuhan kebutuhan sesaat saja, lalu diubah penyaluran dana zakat yang telah dihimpun itu kapada hal-hal yang bersifat produktif dalam rangka pemberdayaan umat. Dengan kata lain dana zakat tidak lagi diberikan kepada mustahik lalu habis dikonsumsi. Akan tetapi dana zakat itu diberikan kepada mustahik untuk mengembangkan sebuah usaha produktif dimana pelaksanaanya tetap dibina dan dibimbing oleh pihak yang berwenang seperti BAZ dan LAZ.

Jika kita tetap bertahan pada sistem pendistribuisan zakat yang bersifat konsumtif maka kenginan dan cita-cita untuk cepat mengurangi dan menghapus kemiskinan di ranah Indonesia ini hanya akan jadi mimpi belaka. Karena mustahik yang menerima zakat pada tahun ini akan kembali menerima zakat pada tahun tahun berikutnya. Dengan kata lain, mustahik saat ini akan melahirkan mustahik-mustahik baru dari keturunanya. Hal ini tentu tidak akan bisa menggambarkan bahwa zakat itu adalah salah satu media untuk mencapai pemerataan kesejahtaraan masyarakat.

Nah, jika kita mau sedikit merubah tata cara pendistribusian zakat kepada yang bersifat produktif, maka diharapkan zakat sebagai salah satu instrumen penting kebijakan fiskal Islam akan dapat mengurangi atau bahkan mengahapuskan kemiskinan di Republik ini. Kita berharap dengan adanya zakat produktif ini akan bisa memunculkan muzakki-muzakki baru. Dengan bahsa lain, mereka yang tahun ini adalah penerima zakat mungkin dengan adanya zakat produktif akan bisa membayar zakat satu, dua atau tiga tahun ke depan. Tidak hanya itu, dengan adanya kebijakan zakat prduktif ini juga akan bisa mengenjot laju pertumbuhan ekonomi umat.

Bukankah salah satu tujuan disyaria’tkannya zakat adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umat khususnya kaum du’afa, baik dari segi moril maupun materil. Penyaluran zakat secara produktif adalah salah satu cara cerdas untuk meujudkan itu semua. Tentu saja, agar hal itu bisa direalisasikan dengan baik dan tepat sasaran, maka kerja keras dan profesionalisme pihak-pihak atau institusi-institusi pengumpul dan menyalur dana zakat. Mulai dari pemilihan program pemberdayaan yang tepat, disertai dengan proses pendampingan dan pembinaan para mustahik secara berkesinambungan dan termenajemen dengan baik harus dilakukan. Ini akan menjadi kata kunci kesuksesan pendayagunaan zakat.

Penerapan pola penyaluran zakat produktif ini bukan berarti tanpa hambatan dan kendala. Pada praktikya di lapangan banyak ditemukan kandala dan permasalahan menyertai program ini. Mulai dari kendala pengumpulan dana zakat dari para muzakki, pengelolaan, hingga pendistribusian serta pembinaannya kerap kali menuai masalah. Sehingga program ini belum begitu banyak terlihat berperan dalam pemberdayaan ekonomi umat.

Minimnya dana zakat yang terkumpul oleh lembaga-lembaga amil zakat adalah satu kendala utama tidak berjalannya program ini dengan baik. Disenyalir hal itu disebabkan karena kurangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga pengelola zakat yang dipandang kurang anamah, sehingga mereka lebih memilih mendistribusikan zakat langsung kepada mustahik, dan oleh mustahik dana zakat yang mereka terima itu habis dikonsumsi. Akibatnya tahun ini mereka menerima zakat, tahun depan juga tetap menirima zakat. Tidak ada perubahan dan hanya akan menampah panjang daftar penduduk miskin Indonesia.

Kendala seperi ini sebenarnya bisa diatasi dengan adanya transparansi pengelolaan zakat oleh lembaga-lembaga pengumpul dan pengelola dana zakat. Hal ini bisa direalisasikan dengan melibatkan akuntan profesional, lalu mempuplikasikan hasil penghitungan dan penyaluran zakat itu di media masa, seperti koran-koran nasional atau media televisi. Diharapkan dengan adanya upaya seperti itu akan kembali meningkatkan kepercayaan masyarakat, hingga dana zakat bisa dihimpun secara maksimal.

Belum memadainya sumber daya manusia yang dimiliki oleh lembaga-lembaga pengumpul zakat untuk menjalankan program ini. Apakah itu pada bagian pengelolaan atau pada tahap pembinaan. Karena mustahil rasanya program ini akan berjalan dengan baik sesuai harapan jika tidak dilakukan pembinaan yang berkesinambungan terhadap para mustahik penerima zakat. Pemberian zakat produktif ini tidak akan berhasil jika bantuan modal kerja diberikan tanpa diiringi proses perubahan mindset mustahik penerima zakat. Selama ini mustahik beranggapan bahwa dana zakat hanya untuk dikonsumsi, dengan adanya pembinaan maka akan terjadi perubahan mindset mustahik dan juga bisa menumbulkan jiwa enterpreniur dalam diri mereka. Pendistribusian zakat secara produktif, mulai dari proses pemilihan mustahik yang tepat, meberikan pelatihan dan bimbingan tentunya akan menghasilkan SDM yang tidak hanya berbeda dari pola fikir tetapi juga kuat dan mandiri secara ekonomi.

Minimnya dukungan politik dari pemerintah dalam betuk undang-undang juga dipandang sebagai salah satu kendala dalam penerapan zakat produktif ini. Selama ini pemerintah terkesan setenga hati dalam menyikapai permasalahn zakat ini. Padahal tanpa dukungan dari pemerintah tersebut, zakat tidak akan pernah menjadi gejala objektif masyarakat yang bersifat nasional. Sehingga kebanyakan lembaga-lembaga pengumpul zakat seperti PKPU, dompet duafa, rumah zakat indonesia dan LAZ yang lainnya bergerak sendiri-sendiri dalam menarik para muzakki untuk mau menyalurkan zakat mereka melalui lembaga amil zakat untuk bisa didistribusikan secara produktif.

Jadi, mari kita dukung bersama tata cara pengelolaan zakat secara produktif ini. Agar zakat sebagai salah satu kebijakan fiskal dalam mengentakan kemiskinan dan sarana pemerataan tingkat kesejahteraan umat benar-benar dapat kita rasakan bersama. Denagn terwujutnya itu semua maka Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin akan terbukti dengan sendirinya. Amin.


*Oleh: Heru Pedana P (mhs. Ekonomi Islam IAIN Imam Bonjol Padang)
Padang, 01 April 2011, 15.10 WIB

[ Selengkapnya...]
Label:

Search

Tentang Saya

Foto Saya
Heru Perdana
Menulis adalah sarana pembebasan jiwa
Lihat profil lengkapku

Add Me on Facebook

Download

Download ebook gratis Download ebook gratis

Blog Info

free counters
Powered by  MyPagerank.Net

Followers