Ibu, Wanita berjuta Kasih

Kasih ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa,.....

Sepenggal lirik lagu di atas kiranya sangat cocok dalam mengambarkan kasih dan sayang seorang ibu kepada anaknya.

Coba mari kita kembali merenung sejenak, sudah berapa tahun kita hidup di dunia ini dan sudah berapa banyak kita membalas tulus kasih seorang ibu?
Apakah kita hadir ke dunia ini begitu saja? Jawabannya tentu saja “tidak”. Ada sesosok pribadi yang telah rela mempertaruhkan nyawanya, sehingga kita bisa menghirup udara segar di bumi Allah yang elok ini. Yah, dialah “ibu”. Seorang wanita berjuta kasih. Lewat pengorbanan dan perjuangan beliau kita bisa mengecap manisnya madu kehidupan. Bukan hanya darah, tetesan air mata dan juga peluh kesakitan, namun juga untaian do’a dan harapan disenandungkan untuk kesejahteraan dan kebahagian kita, anaknya.

Jangan kita mengira kalau perjuangan dan pengorbanan itu dimulai hanya dari semenjak kita lahir saja. Perlu kita sadari bersama, bahwa pengorbanan dan perjuangan itu sudah dimulai jauh sebelum tangisan pertama kita terdengar. Ya sembilan bulan sebelum itu seorang ibu telah mengandung dan membawa kita kemana-mana dengan penuh cinta dan kasih sayang. Belum lagi ketika melahirkan kita, seorang ibu harus bersabung nyawa antara hidup dan mati. Sungguh sebuah pengorbanan yang sangat luar biasa. Hanya wanita yang tangguh dan memiliki cinta kasih yang luar biasa yang mampu menjalani dan melewati itu semua. Cinta kasih itulah yang telah membuat seorang ibu mampu memikul beban yang luar biasa itu. Rasa itu jugalah yang telah membuat ibu sanggup menahan penat, lelah dan berjuta rasa tidak nyaman yang mendera ketika mengandung dan melahirkan kita.

Hari itu kita telah dilahirkan. Kelahiran yang disambut dengan suka cita oleh orang yang ada di sekeliling kita. Sesosok manusia munggil nan lucu telah lahir dari rahim seorang wanita yang tangguh dan penuh kasih sayang−dialah ibu kita−. Penat dan lelah serta rasa sakit seketika hilang ketika mendengar tangisan pertama kita, anaknya yang kelak diharapkan akan membawa sejuta harapan dari beliau. Sesaat setelah, itu sang ibu segera memberikan ASI pertamanya kepada anaknya. Ketika itulah kita akan meresakan hangatnya aliran cinta dan kasih sayang dari seorang ibu yang tidak akan mungkin terbalas sampai kapanpun. Seiring dengan kelahiran kita, itu artinya perjuangan dan pengorbanan seorang ibu yang lebih berat akan segera dimulai kembali.

Waktu terus saja berjalan, kita telah tumbuh menjadi seorang bayi yang mungil dan lucu. Seorang ibu begitu telaten merawat dengan penuh cinta dan kasih sayang yang tulus dan tak tergantikan. Ibu rela mengurangi waktu tidurnya demi kenyamanan tidur kita, anaknya terkasih. Seekor nyamuk pun tidak direlakan oleh ibu untuk hinggap dan menggigit tubuh anaknya. Ketika kita menangis, ibu pun dengan sigap mencari sebab kenapa buah hatinya menangis. Apakah kerena lapar dan haus atau karena popok anaknya basah dan harus diganti? Ah, sungguh luar biasa kasih sayangmu ibu.

Ibu adalah wanita yang hebat. Bahkan sangat hebat dan luar biasa. Tidak ada satu katapun yang pantas dan bisa untuk melukiskan kehebatan kasih sayang seorang ibu. Ibu adalah sosok pribadi yang pemberi. Seorang pemberi tanpa pambrih dan selalu diiringi dengan hangatnya kasih sayang. Mulai dari do’a, pengorbanan yang tulus, tenaga, fikiran, waktu, harta benda dan juga air mata telah diberikan oleh seorang ibu kepada kita. Hanya satu harapan beliau, yaitu supaya anak-anaknya bisa bahagia dan hidup sejahtera. Sederhana bukan? Ya, tapi tidak dengan pengorbanan ibu untuk kita, pegorbanan beliau sungguh luar biasa. Kadang agar kita bahagia, tidak jarang seorang ibu harus mengabaikan kebahagiaan untuk dirinya sendiri.

Ketika kita sudah memasuki usia sekolah dan baru saja belajar untuk menulis dan membaca. Seorang ibu dengan begitu sabar dan penuh kasih sayang mendampingi si buah hati dalam mengeja setiap huruf yang kita baca. Ibu juga dengan begitu telaten mengajarkan tangan kita untuk mengukir setiap goresan angka dan huruf di atas lembaran kertas putih. Hal itu terus berlangsung hingga kita pandai dan lancar membaca serta menulis.

Tidak terasa waktu begitu cepat berputar dan berlalu. Kita, bayi mungil nan lucu tadi telah tumbuh menjadi sesosok pribadi yang dewasa. Sekian tahun sudah berlalu semenjak tangisan pertama kita terdengar. Selama itu pula kita telah dibesarkan dan dididik dengan hangatnya sentuhan cinta dan kasih sayang dari seorang ibu. Bahkan sampai saat sekarang ini kita tetap saja merasakan hangatnya aliran kasih sayang ibu itu. Kasih sayang yang tidak akan pernah habis sampai kapanpun. Kasih sayang seorang ibu kepada kita ibarat matahari yang tiada jemu menyinari hamparan bumi Allah ini. Mengingat begitu besarnya jasa dan kasih sayang seorang ibu kepada kepada kita, rasanya tidak berlebihan Allah Tuhan Yang Maha Agung menganjar jasa beliau dengan meletakkan surga di bawah telapak kaki ibu. Agar kita tidak lupa dan durhaka kepada beliau.

Begitu besar cinta, kasih dan sayang seorang ibu kepada kita. Apakah masih ada alasan buat kita untuk melukai hatinya? Apakah masih ada alasan bagi kita untuk tidak membahagiakan beliau? Tanyalah hati kecil kita masing-masing, dan jawablah dengan jujur setulus hati.

Mulai hari ini mari kita berkomitmen untuk tidak akan melukai hati seorang ibu. Mulai saat ini mari kita berjanji untuk tidak akan membuat seorang ibu meneteskan air mata, akibat luka karena sayatan pisau perbuatan buruk kita. Mulai detik ini mari kita tingkatkan bakhti kita kepada ibu, orang yang telah melahirkan kita. Ketika beliau sudah tiadapun kita masih harus berbakti melalui do’a. Do’a seorang anak yang shaleh.

Ingatlah, Kasih ibu itu sepanjang jalan dan sepanjang masa,….


*Oleh: Heru Perdana ──sebuah renungan──
22122012


[ Selengkapnya...]
Label:

Belajar Dari Jari Tangan

Sebagai seorang manusia normal tentu kita memiliki tangan. Pada tangan tersebut ada lima jari. Kelima jari itu memiliki nama yang berbeda dan dengan fungsi yang berbeda pula. Namun, pernahkah terfikir oleh kawan untuk belajar dari kelima jari itu? Ya, jika mau kita dapat belajar tentang kehidupan dari jari tangan kita sendiri. 

Jari tangan tidak hanya berfungsi untuk menggenggam. Juga tidak melulu digunakan untuk menunjang aktifitas kita sehari-hari. Ada fungsi lainnya yaitu untuk sarana belajar tentang kehidupan jika kita mau sedikit merenung dan berfikir. Tentu ada banyak pelajaran dan hikmah yang dapat kita petik dari bahagian tubuh yang ini. 

Mari kawan, kita perhatikan satu persatu dari lima jari tangan kita. Ibu jari yang berukuran paling besar melambangkan simbol yang bagus atau hebat. Hal ini tercermin ketika kita menggunakan ibu jari untuk memberi apresiasi pada sesuatu yang kita nilai baik, bagus, indah, canggih dan sebagainya. Akan tetapi, ibu jari yang gemuk itu akan kalah oleh jari kelingking yang lebih kecil, bahkan paling kecil ketimbang jari-jari yang lain dalam permaianan “suit-suitan”. Hal ini mengambarkan kepada kita bahwa orang besar, berkuasa, dan punya kelebihan tidak boleh sombong dan lupa diri, karena ada kalanya akan dapat dikalahkan oleh orang kecil yang lemah dan tak punya kekuasaan. Oleh sebab itu tidak perlu sombong, karena di atas langit masih ada langit. 

Kemudian coba kawan tengok jari manis. Di jari ini biasanya akan melingkar sebuah cincin, terutama cincin kawin. Jari inilah dengan cincinnya yang akan menandai seseorang itu sudah punya istri ataupun suami. Meskipun menyandang status jari yang paling “parlente” dengan bertenggernya perhiasan emas di sana, tak pernah jari manis merasa sombong dan menolak untuk berkerja sama dengan jari-jari yang lain. 

Agaknya, ini juga bisa kita jadikan pelajaran. Walaupun kita adalah orang yang berada -orang kaya- janganlah kita sampaikan melupakan bahwa kita juga harus tetap bisa bekerja sama dan menjalin hubungan baik dengan orang di sekitar kita. Karena bagaimanapun juga kita adalah makhluk sosial yang tak mungkin hidup sendiri. 

Selanjutnya, mari kita perhatikan jari telunjuk. Sesuai namanya jari yang satu ini berfungsi untuk menunjuk sesuatu, entah itu tempat, orang, benda dan lain sebagainya. Tak jarang juga telunjuk ini digunakan untuk menuding seseorang. Nah, sadarkah kita ketika telunjuk menunjuk untuk menuding seseorang, ada empat jari mengarah kepada kita. Pernahkah kita berfikir bahwa ini mengisyaratkan kepada kita agar jangan terlalu cepat menilai bahkan menghakimi orang lain. Siapa tahu kita sendiri lebih buruk ketimbang mereka. 

Beralih ke jari tengah. Jari ini biasa dan sering digunakan untuk menghina dan memaki seseorang. Setidaknya ketika seseorang mengacungkan jari tengah ke arah orang lain maka konotasinya itu adalah sebuah makian atau hinaan. Walaupun jari ini identik dengan kejelekkan dan makian, namun jari yang lain tidak pernah menolak untuk bekerja sama dengan jari yang satu ini. Hal ini juga pantas menjadi cerminan buat kita dalam hidup. Meskipun seseorang itu mememiliki catatan kelam, bukan berarti serta merta kita harus menjauhi dan menghakimi mereka. Karena sebejat apapun seseorang, tetap saja ada sisi baik dalam diri mereka. 

 Kawan, kita juga patut meniru bagaimana kompaknya jari-jari kita dalam melakukan apa yang diperintahkan oleh otak. Mereka bahu-membahu melakukannya sesuai dengan ukuran dan fungsi masing-masing. Layaknya jari tadi, kita harus bisa hidup kompak, rukun dan damai dalam kehidupan bermasyarakat di tengah beragam perbedaan yang ada. Lebih baik mencari persamaan di tengah perbedaan daripada menonjolkan perbedaan dalam banyak persamaan. Hidup rukun dan kompak itu indah kawan. Dan perbedaan itu adalah rahmat jika kita mampu menyikapinya dengan bijak. 

Guru kehidupan itu ada di mana-mana. Kita bisa belajar kapan dan di manapun, termasuk dari jari tangan. Semoga bermanfaat..!!


 -Heru Perdana-
 Padang, 27112012

[ Selengkapnya...]
Label:

Sentilan Tuhan

Hari ini, tepat satu minggu kejadian itu berlalu. Kejadian yang sempat mebuat air mataku berlinang. Kawan tentu bertanya, kejadian apa gerangan yang telah menimpaku, hingga aku terkesan seperti orang cengeng. Bukan bermaksud ber-lebai-lebay dengan menceritakan kejadian ini, namun setidaknya aku berharap dengan adanya tulisan ini kita bisa sama-sama mengambil hikmah dan pelajaran. 

 Begini ceritanya kawan, seminggu yang lalu aku baru saja ditimpa musibah. Leptop pemberian orang tuaku, yang diamanahkan kepadaku dan adikku untuk bisa dipergunakan dalam mengerjakan tugas-tiugas kuliah telah hilang digondol maling. Kejadiannya begitu cepat kawan. Mungkin hanya lima menit saja waktu yang diperlukan maling itu untuk membawa laptopku, sekaligus telah berhasil membuatku termenung dan tak tau harus berbuat apa. Yang jelas kecerobohan dengan meninggalkan leptop harus kubayar mahal.

 Terus terang kawan, seperti yang telah akau singgung tadi, aku sempat berlinangan air mata beberapa saat setelah kejadian itu. Bukan karena kehilangannya. Tapi lebih karena disebabkan respon orang tuaku ketika mendengar berita kehilangan dariku. Mereka kecewa kepadaku, seolah kepercayaan yang telah mereka berikan, aku sia-siakan begitu saja. Sungguh sedih hatiku kawan. Di saat aku sedang membutuhkan kepercayaan dari mereka dalam memulai usahaku, justru malah mengecewakan mereka dengan berita kehilangan leptop. Aku tak risau kehilangan apapun di dunia ini. Namun jujur saja, aku sangat takut kehilangan kepercayaan orangtua.

Barangkali hari itu Tuhan ingin menyentilku. Mungkin saja Tuhan sudah jenuh melihat segala bentuk kecerobohan yang telah begitu sering aku lakukan, baik yang disadari maupun tidak. Agaknya melalui musibah itu Tuhan ingin memperingatkan aku tentang pentingnya sikap kehati-hatian dan mawas diri. Karena apapun bisa terjadi dalam waktu yang relatif singkat dengan efek yang begitu komplit. 

Sebenarnya fenomena kehilangan kali ini bukan yang pertama aku alami. Sudah ada sederetan pristiwa kehilangan sebelumnya. Mulai dari kehilangan uang, handphone, helm, buku, dan yang lainnya. Sudah terlalu sering, bahkan aku tak bisa lagi menghitung urutan yang keberapa kehilangan kali ini. Yang jelas, kehilangan kali ini adalah musibah kehilangan dengan nominal terbesar dalam sejarah kehidupanku sampai detik ini. Dan aku tak berharap akan ada kejadian serupa menimpa ku. 

Kawan, mungkin barang yang hilang tidak akan pernah kembali lagi, kecuali ada keajiban yang diberikan Tuhan. Namun, setidaknya dengan kejadian ini aku bisa mengambil hikmah. Kalaupun tidak bisa terlihat dalam waktu dekat, aku akan terus mencari dan menyelami hikmah di balik tragedi yang baru saja menimpaku. Aku masih yakin bahwa tidak ada satu pun kejadian di bawah kolong langit Allah ini yang terjadi tanpa hikmah. 

Kehilangan merupakan salah satu keadaan dan fenomena hidup yang akan kita hadapi dalam mengaharungi bahtera kehidupan. Lebih lanjut, kehilangan adalah sebuah momen yang sangat tidak disukai oleh siapapun. Aku, anda dan kita semua tentu tidak suka jika kehilangan harus mampir dalam sejarah perjalanan kehidupan kita. Kerana memang kehilangan akan sangat menyakitkan, jika kita tak pandai menata hati dalam menyikapinya. Kita sadari atau tidak, seringkali kehilangan ini akan memicu munculnya sebuah rasa kesedihan dalam hati mereka yang mengalaminya, tak terkecuali aku. 

Bagiku sakit yang diakibatkan oleh sayatan sembilu kehilangan bisa diatasi dengan cara mengikhlaskan. Kita boleh saja berbeda pendapat dalam hal ini kawan. Tapi bagiku mengikhlaskan adalah cara terbaik dalam menentramkan hati pasca musibah kehilangan. Mengikhlaskan memang tidak bisa marubah masa lalu, tapi setidaknya dengan mengikhlaskan dapat menceriakan hari ini dan membahagiakan hari esok. Dengan mengikhlaskan pikiran kita bisa lebih jernih untuk menyibak hikmah atas peristiwa kehilangan. 

Tuhan mengingatkan hamba-Nya dengan cara berbeda-beda. Tak jarang kadang dengan cara yang menurut kita agak sedikit ekstrim. Seperti yang aku alami, kehilangan laptop untuk bisa mengerti bagaimana pentingnya sikap hati-hati dan waspa. Aku mengangap musibah ini sebagai ujian kenaikan kelas agar menjadi pribadi yang lebih kuat. Mungkin saja Tuhan sedang mempersiapkan aku untuk menjadi pribadi yang lebih besar untuk diberikan sesuatu yang lebih besar, tentunya dengan desertai tanggujawab yang besar pula. Sebelum itu diberikan, tentu Tuhan ingin memantaskan hamba-Nya menerima itu semua dengan beberapa ujian. 

Tuhan menyentilku agar akau tidak terlena dan hanyut dibawa arus kecerobohan. Tuhan mengingatkan agar aku segera sadar dan tahu bagaimana cara menghargai dan menjaga barang yang diamanahkan kepadaku. Meskipun sedih karena kehilangan, tapi aku masih bersyukur Tuhan masih mau mengingatkan ku, selaku hamba-Nya. Itu menandakan Tuhan masih sayang kepadaku dengan masih mau mengingatkan. Seperti halnya orang tua yang selalu menegur jika anaknya berbuat salah.

 Sekali lagi kawan, selalu ada hikmah di balik setiap kejadian. Setidaknya dengan merenungi dan cerdas menyikapai takdir Tuhan, ada pelajaran yang dapat kita ambil dari sebuah persoalan kehilangan. Kita bisa belajar menjadi pribadi yang lebih menghargai keberadaan sesuatu, belajar memanfaatkan waktu dengan baik dan optimal, menyadari bahwa kita adalah makhluk yang tidak sempurna, serta belajar ikhlas menerima kenyataan hidup berupa kehilangan untuk menjadi pribadi yang lebih kuat.


 Heru Perdana
 Padang, 10 September 2012, 08: 47

[ Selengkapnya...]
Label:

Urusan Jadi Mudah dengan Sedekah

Kalau saja kawan bertanya tentang apakah aku percaya bahwa sedekah itu dapat melapangkan dan memudahkan urusan. Maka, jawabannya adalah sangat percaya. Ya, saya percaya bahwa sedekah itu dapat mempermudah urusan karena saya telah pernah merasakan dan mengalaminya sendiri.

Beberapa bulan yang lalu saya diajak oleh kawan-kawan di FoSSEI Sumbar untuk bisa bergabung dengan tim peneliti dari IMZ Jakarta untuk meneliti distribusi zakat dalam mengentaskan kemiskinan di kota Padang. Tanpa pikir panjang saya langsung menerima tawaran tersebut. Hitung-hitung buat menambah pengalaman, begitu pertimbangan sederhana kala itu. Setelah mendapatkan instruksi dan teknis kerja dari koordinator tim, maka mulailah kami melakukan penelitian dengan berbekal data alamat-alamat para mustahik yang kami dapatkan dari beberapa lembaga pengelola zakat di kota ini. Kami harus mewawancarai para mustahik yang alamatnya sudah ada di tangan kami.

Ketika itu hari Selasa, adalah hari ketiga saya melaksanakan penelitian. Saya berangkat dari rumah sekitar pukul 09.30 WIB. Langsung menuju daerah Padang Selatan. Karena memang target penelitian hari itu adalah sekitar kecamatan Padang Selatan. Dengan bermodalkan selembar kertas yang di dalamnya telah tertulis dengan rapi alamat yang harus dikunjungi hari itu, saya susuri gang demi gang. Namun, hingga siang menjelang tak satupun alamat yang tertera dalam kertas itu ditemukan. Saya nyaris putus asa dan patah arang. Akhirnya, saya putuskan untuk shalat zuhur dulu di sebuah mesjid. Setelah shalat aku segera menuju sebuah kedai nasi untuk mengisi perut yang sudah keroncongan.

Setelah makan, saya pun segera membayar di kasir dengan menyodorkan uang lembaran Rp. 20.000,- dan di kembalikan oleh kasir Rp. 7000,- rupiah. Tanpa pikir panjang aku memeberikan semua kembalian uang tadi kepada pengemis yang biasa duduk di depan kedai nasi itu. Aku berlalu menuju sepeda motor dan segera melanjutkan penelitian dengan tetap pada target mencari alamat yang sudah saya tulis dalam selembar kertas.

Ajaib, mungkin kata itulah yang pertama kali terlintas dalam pikiran saya ketika sebuah alamat yang tertulis dalam kertas dengan begitu mudah aku temukan dan disambut dengan baik oleh calon responden yang akan saya wawancarai. Penelitian kembali dilanjutkan, kurang dari sepuluh menit saya menemukan kembali alamat calon responden yang harus diwawancarai. Singkat cerita, hari itu saya bisa mewawancarai seluruh responden yang alamatnya sudah tertera dalam kertas. Hanya membutuhkan waktu kurang dari dua jam semua target terselesaikan.

Dalam perjalanan pulang saya berfikir, apakah ini adalah buah dari sedekah yang saya berikan pada pengemis tadi. Ya, saya yakin ini adalah buah manis dari itu semua. Kawan, ini adalah satu dari sekian pengalaman yang pernah saya rasakan selama ini terkait persoalan sedekah, sekaligus menjadi alasan nyata kenapa saya masih percaya bahwa sedekah itu bisa melapangkan dan memudahkan urusan.

Ketahuilah wahai kawan, bahwa sedekah bisa jadi instrument beramal yang maha dahsyat jika dikelola dengan cara yang baik dan tepat. Berbagai masalah yang berkaitan dengan urusan sosial, sebenarnya bisa diselesaikan dengan instrument yang satu ini. Sejatinya, urusan sedekah adalah perkara hati dan keikhlasan para pelakunya. Sedekah menyimpan sejuta misteri dalam kehidupan manusia. Sedekah bisa mendatangkan berkah. Kadang memang sulit meyakini hal ini. Namun, kita bisa membutikan dengan mempraktekkan atau melakukan sendiri eksprimen tentang sedekah. Allah tidak akan pernah lupa dengan janji-Nya. Bersedekahlah dan rasakan hikmahnya.

Padang, 15 April 2012

[ Selengkapnya...]
Label:

Berjuang, Lalu Nikmati Kesuksesan

Kehidupan ini terdiri dari rangkaian demi rangkaian perjuangan untuk mengapai sesuatu. Ya, tak ada dalam hidup ini yang bisa didapatkan dengan instan, semua butuh proses dan perjuangan. Meski pun ada saya berani bertaruh kalau tidak akan tahan lama. Bersinar sebantar lalu redup dan padam. Sudah banyak contoh dipertontonkan oleh lakon kehidupan bahwa yang instan itu tidak akan bertahan lama. Sebut saja beberapa artis yang terkenal secara mendadak, tenar sebentar lalu redup dan menghilang. Kenapa itu terjadi? Alasanya adalah proses yang dijalani untuk sampai ke titik itu tidak cukup untuk membuat dia bertahan diterpa badai persaingan. Dan banyak contoh lain lagi.


Kawan tentu masih ingat dengan sebuah cerita yang mungkin sangat sering kita baca atau dengar ketika kita masih dudk di bangku sekolah dasar dulu. Kisah tentang dua ekor monyet yang yang berebut sebatang pohon pisang. Kira-kira ceritanya seperti ini. Pada suatu hari ketika dua ekor monyet sedang bermain di tepi sungai, mereka melihat sebatang pohon pisang yang hanyut. Dengan bersusah payah mereka menyeret batang pisang itu ke tepi sungai.

Ketika sudah sampai di tepi sungai, maka dua ekor monyet tadi sepakat untuk membagi batang pisang menjadi dua. Monyet pertama yang bermentalkan instan ingin mendapat bagian setengah ke atas. Kenapa? Alasannya sederhana kawan, karena pikirannya yang picik mengangap bahwa bagian atas dari pisang tadi telah berdaun dan tidak akan lama lagi tentu akan berbuah. Sementara monyet kedua harus berusaha legowo menerima jatah batang pisang setengah ke bawah yang masih memiliki akar sebagai cikal kehidupan si batang pisang. Setelah kata sepakat didapatkan, maka bergeraklah dua ekor monyet tadi ke kebun masing-masing dengan mengotong separoh dari batang pisang jatah masing-masing.

Pisang telah ditanam. Hari pertama belum ada perubahan. Pisang monyet pertama masih berdaun hijau. Sementara pisang monyet kedua belum memperlihatkan tanda-tanda kehidupan. Hari berganti dan waktu pun terus berjalan. Mulailah tanda-tanda kematian nampak pada pisang milik monyet pertama. Berbanding terbalik dengan pisan monyet kedua yang gurat kehidupan kian tampak jelas pada pisang yang ditanamya. Alhasil, pisang monyet kedua tumbuh dan berbuah, sedangkan monyet satu hanya merataipi pemikiranya yang salah dengan melihat kematian pisangnya. Harapan ingin cepat mandapatakan hasil malah menuai sebauh penyesalan.

Kawan, setidaknya kisah ini sudah bisa jadi pelajaran bagi kita. Bahwa untuk mencapai sebuah kesuksesan itu perlu melewati beberapa proses sebelum menuai hasil sebagai wujud dari perjuangan kita dalam menapaki jalan menuju kesuksesan. Sejatinya proses inilah yang nantinya sangat menentukan bagaimana indahnya sebuah keberhasilan. Kita akan tahu manisnya sebuah kesuksesan dari pahitnya perjuangan yang telah kita lalui. Hidup adalah proses, maka mari kita nikmati proses itu.

Kadang sepintas lalu kesuksesan itu memang tampak mudah dan cepat. Karena kita menyaksikan di media-media yang diperlihatkan itu adalah keajaiban dari sebuah kesuksesan, bukan proses bagaimana kesuksesan itu dapat diraih. Sekali lagi saya katakan, sukses itu tidak instan, yang bisa kita lakukan hanyalah mempercepat prosesnya, bukan mengapainya dengan cara instan.

Dalam sebuah proses menuju kesuksesan perjuangan dan kesabaran mutlak diperlukan. Tanpa ini sulit kiranya kita akan sampai pada sebuah titik yang disebut dengan kesuksesan. Ada yang mengatakan bahwa orang tidak akan disebut sukses, jika belum melakukan perjuangan untuk meraih kesuksesannya. Dan sesuatu yang diperoleh tanpa usaha, sungguh itu bukanlah sebuah kesuksesan.
Mari berjuang lalu nikmati kesuksesan,..!!



Padang, 25022012

[ Selengkapnya...]
Label:

Lomba menulis antologi FTS Motivasi: “Jangan Menyerah! Bertahan! Bangkit! Menang!”-oleh Kampung WR

Salam Inspirasi,
Mari menulis buku motivasi rame-rame!
Keren loh... selain dibukukan dan terbit Nasional, penulis akan mendapatkan banyak keuntungan.

Gambaran tema lomba:
Lomba menulis ini adalah wadah bagi penulis, untuk berbagi motivasi melalui tulisan yang berdasarkan kisah nyata. Kisah yang terkait dengan ikhtiar menjadi pemenang kehidupan. Dengan harapan, orang yang membaca tulisan tersebut, akan terinspirasi dan menemukani hikmah di balik kisah yang menggugah.

"Cobaan berupa kesedihan dan keterpurukan, menjadi penghalang untuk mewujudkan impian. Jika menyerah saat ujian itu datang, maka kita akan menuai kegagalan. Tapi jika bertahan, lalu bangkit, Insya Allah akan meraih kemenangan. Maka, jangan pernah menyerah! Bertahanlah! Lalu bangkit. Insya Allah kita akan jadi pemenang kehidupan." Ini salah satu pesan yang terkandung dalam buku antologi kita nanti.

Syarat dan Lomba:

  1. Lomba terbuka untuk umum. 
  2. Sesuai dengan jenis tulisan ( FTS), maka isi naskah tulisan adalah cerita yang diangkat dari kisah nyata pribadi atau orang lain.
  3. Naskah ditulis dalam bentuk narasi (gaya bercerita yang mengalir).
  4. Naskah ditulis dalam file MW 2003/2007, jenis kertas A4, spasi 2, batas margin 3 cm (1,18 inci) untuk setiap sisi. Jumlah kata dalam naskah minimal 350 - maksimal 500, termasuk judul.
  5. Naskah adalah karya sendiri (bukan saduran) dan belum pernah dipublikasikan lewat media mana pun.
  6. Setiap peserta, melampirkan biodata berupa narasi maksimal 60 kata, lengkap dengan nama/akun fb, alamat lengkap. Yang ditulis di lembar bawah naskah (terpisah).
  7. Naskah FTS dikirim ke email: wrmotivasi@ymail.com berupa attachman, bukan di badan email.
  8. Tulis judul email: FTS MOTIVASI-Nama fb Penulis. Tulis nama file word: Judul FTS-Nama Penulis.
  9. Setiap peserta hanya bisa mengirimkan satu naskah FTS Motivasi terbaiknya.
  10. Lomba ini dibuka pada tanggal 12 Februari 2012 s.d 21 Maret 2012 (Jam 22:00 WIB)
  11. Hasil Lomba akan diumumkan tanggal 28 Maret 2012, Jam 20:12 WIB
  12. Naskah yang dikirim menjadi hak pelaksana lomba untuk dibukukan.
  13. Keputusan Dwan Juri mengikat.
  14. Tag info lomba ini ke minimal 10 orang sahabat fb.

Unsur-Unsur Penting yang dinilai dalam naskah:

  1. Kesesuaian isi tulisan dengan tema lomba. 
  2. Kaidah penulisan (EYD). 
  3. Kekuatan pesan motivasi yang disajikan, serta keunikan kisah yang diceritakan.


Apresiasi lomba:
Naskah FTS dari 100 orang nominator, akan dibukukan.
Hadiah uang tunai untuk pemenang:
Juara I = Rp. 100.000
Juara I =Rp. 75.000
Juara III =Rp. 50.000


Hadiah berupa beasiswa masuk Sekolah Menulis Cerpen Online (SMCO) Writing Revolution (WR) untuk 5 orang pemenang favorit.
100 orang nominator, akan mendapatkan e-Sertifikat


Ketentuan mengikat:

Sebagai upaya, untuk menghasilkan karya yang berkualitas dan Insya Allah akan "membumi". Peserta lomba, yang berhasil lolos sebagai NOMINATOR antologi FTS Motivasi, diwajibkan untuk membayar dana “investasi” Rp.80.000 ke penyelenggara lomba. Info tentang proses pengiriman/transfer dana ke rekening bank, akan dibahas setelah diketahui nama-nama nominator lomba.

 

Berikut fasilitas untuk 100 orang nominator lomba, di antaranya:

  1. Nominator lomba akan mendapatkan 4 buku sebagai bukti terbit, dan dikirim bebas ongkir ke alamat masing-masing! 
  2. 100 orang nominator lomba, secara langsung melakukan amal kebaikan (sedekah). Karena 5 % dari dana investasi yang terkumpul, akan disumbangkan ke anak Panti Asuhan.
  3. Penulis (100 orang kontributor) dapat keuntungan lansung; dari penjualan 3 buku yang diterima (puluhan ribu rupiah) plus tabungan awal dalam KAS ROYALTI Para Penulis. Selain itu, ada Royalti juga dari Penerbit, yang 100 % akan dibagikan untuk Penulis.
  4. Dan banyak lagi keuntungan/kemudahan lainnya.

Penjelasan rencana pemasukan dan pengeluaran dana pelaksanaan lomba plus dana pendistribusian buku, akan disampaiakan secara transparan kepada nominator lomba. Setelah hasil lomba diumumkan.

Kitalah yang memulai, untuk mengapresiasi hasil pemikiran dan kerja keras kita sendiri.
Mari ber-Ibadah dan memetik kemudahan dengan mengumpulkan RP.80.000, Insya Allah, karya dijamin “membumi” dan modal awal segera kembali!!


Semua proses lomba ditangani secara Profesional. Insya Allah antologi kita juga bermutu, karena lahir dari sebuah kompetisi.

Demikian Info lomba ini kami sampaikan. Sebelumnya, kami ucapkan terima kasih tak terhingga kepada semua penulis yang berkenan ikut berpartisipasi.

Wassalam.
Kantor Rumah Motivasi Kelurahan WR, 11 Februari 2012

Penangung Jawab Lomba FTS Motivasi:
Shitie Fatimah Maniez dan Va Ayana Lubis

Ketua Penyelenggara Lomba Menulis: Lurah Kelurahan WR-Rumah Menulis
Erpin Leader

Mengetahui:
Kepala Pusat SMO WR: Hylla Shane Gerhana
Presiden Direktur SMO WR: Joni Lis Effendi
Sponsor Lomba: SMCO WR: http://menulisdahsyat.blogspot.com/2011/03/sekolah-menulis-cerpen-online-smco.html

*)Sumber: Kampung Writing Revolution-Rumah Penulis

[ Selengkapnya...]

Gelar dari Minang

Tersebutlah Usman Piliang, seorang supir camat di Kampung Hilir, meminta berhenti karena ingin merantau ke Jakarta untuk mengadu peruntungan. Setali tiga uang, ternyata permintaannya disetujui oleh Pak Camat Kampung Hilir. Dengan begitu berngakatlah dia ke Jakarta untuk melaksanakan niatnya.

Setibanya di Jakarta, mula-mula dia bekerja sebagai tukang angkat di Tanah Abang. Setelah dapat mengumpulkan sedikit modal, dia mulai berdagang. Dengan modal seadanya digelarlah dagangannya di pinggir jalan di Tanah Abang.

Nasib rupanya memihak kepadanya. Singkat cerita, beberapa tahun kemudian dia berhasil memiliki kios kain di dalam pasar. Dia pun berkeluarga dan memiliki 2 anak. Bahkan tahun ini dia membangun rumah di Depok, di lingkungan perumahan dosen UI.

Karena tetangganya semua akademisi, macam-macam gelarnya, ada Prof., ada Phd. dll. Usman merasa malu kalau papan namanya tidak tercantum gelar seperti tetangganya. Dibuatlah papan naman dari perak, dipesan dari Koto Gadang, dengan nama DR.Usman Piliang, MSc.


Kabar kesuksesan Usman merebak dengan cepat di kampungnya. Mendengar kabar tersebut, ayahnya ingin berkunjung ke umahnya di rantau. Ketika ayahnya datang berkunjung, sambil bangga dia bertanya di mana anaknya kuliah, sebab setahu dia, Usman hanya berdagang. Dengan malu-malu Usman menerangkan gelarnya di papan nama itu, "Nama itu artinya 'Disiko Rumahnyo Usman Piliang Mantan Supir Camat'."




Disiko= disini
nyo= nya

[ Selengkapnya...]
Label:

Perjalanan Menapaki Guru Kehidupan

Ujian semester telah berakhir. Itu artinya aku telah bisa sedikit bernapas lega, setidaknya menjelang semester selanjutnya. Aku tengah bersiap menikmati libur semester ini yang terhitung hanya tiga minggu. Tak terlintas di pikiran ingin berlibur ke mana awalnya, hingga aku bercerita kepada seorang sahabat yang kebetulan juga sedang memasuki masa awal liburnya. Dalam pembicaraan itu, akhirnya terlintas di pikiranku untuk mangajak sahabat itu berlibur ke Pekanbaru.

Setali tiga uang, rupanya sahabatku tadi menyambut ide itu dengan antusias. Karena dia juga adalah seorang yang juga hobi jalan-jalan dan senag mencoba hal yang baru. Tanpa pikir panjang langsung disusun agenda perjalanan. Disepakati kami akan berangkat hari Kamis pagi. Perjalanan akan dimulai dari kota Padang dengan mengendarai sebuah sepeda motor keluaran Jepang dan akan mampir dulu di kota Payakumbuh untuk menyambangi seorang teman. Barulah dari Payakumbuh perjalanan dilanjutkan menuju Pekanbaru.

Kamis pagi adalah hari yang cerah. Mulai dari hari kamis itulah cerita perjalanan ini dimulai. Segala persiapan telah disiapkan dan kami pun siap malaju menuju Pekanbaru, ranah Lancang kuning. Setelah sarapan dengan segelas kopi dan sepotong roti, tepat pukul 8.30 WIB kami siap melaju di atas dua roda menuju kota Pekanbaru. Motor mulai dipacu dengan kecepatan sedang meliuk-liuk di atas aspal yang dihiasi sedikit lubang hadiah dari truk barang yang selalu kelebihan muatan.

Hangatnya mentari pagi mengiringi perjalanan kami ketika itu. Setelah mengisi bahan bakar di sebuah SPBU di Kayu tanam perjalanan kami lanjutkan kembali. Tujuannya adalah menjambangi seorang sahabat di Payakumbuh sebelum ke Pekanbaru. Tak ada hambatan yang berarti dalam perjalanan, hingga kami tiba di Payakumbuh tepat pukul 11.45 WIB dan mampir dulu di rumah seorang teman tadi.

Hampir empat jam kami habiskan waktu bercengkrama dengan dia. Setelah makan siang dan menikmati segelas kopi kami melanjutkan perjalanan menuju Kota Pekanbaru. Kawan, dengan bermodalkan hobi jalan-jalan dan mencari suadara baru di berbagai daerah, kami tak perlu merogoh kocek untuk makan siang dan minum kopi. Ada seorang sahabat yang dengan senang hati menyediakan itu semua. Kiranya inilah keuntungan nyata menurutku dari hobi jalan-jalan, di samping pengalaman dan tambahan pengetahuan.

Rintikan hujan sempat menghadang kami sesaat setelah meninggalkan rumah seorang teman tadi. Berhenti sebentar, Setelah sedikit rintikan hujan tadi berakhir, cuaca kembali cerah, dan perjalanan kembali dilanjutkan. Motor kembali dipacu, kali ini kawankulah yang jadi joki. Giliran aku yang duduk manis di jok belakang sambil menyandang sebuah tas.

Kami begitu menikmati perjalanan ini. Jujur saja ini adalah perjalanan pertama buatku dan sahabatku tadi. Keindahan alam dan sejuknya udara begitu terasa ketika kami mulai memasuki kecamatan Harau. Motor terus dipacu meliuk-liuk menjejal setiap jengkal aspal hitam hingga berselang beberapa jam kami sampai di Kelok Sembilan. Pemandangan alam yang indah dan suasan pengerjaan jembatan layang di Kelok Sembilan memaksa kami untuk menghentikan laju sepeda motor dan berhenti sejenak untuk melakukan ritual berfoto ria. Setidaknya foto-foto tersebut bisa jadi jejak perjalanan kami di kemudian hari. Tak sampai lima belas menit kami habiskan waktu di sana. Perjalanan kembali dilanjutkan, karena kami harus mengejar target sampai di Pekanbaru menjelang isya.

Setiap rambu-rambu penunjuk arah tak luput dari perhatianku dalam perjalanan ini. Akulah yang berposisi sebagai penumpang merangkap navigator karena perhatian temanku harus fokus ke jalan, agar kami tak tamat kalimat di jalan raya akibat kelengahan dan juga tak tersesat dalam perjalanan. Yah, begitulah kesepakatan tak tertulis dalam perjalanan antara aku dan sahabatku.

Berselang satu jam semenjak kami berhenti di Kelok Sembilan tadi, akhirnya kami sampai di sebuah jembatan yang panjang melintasi danau Mingkuang. Di sana kami melihat banyak juga pengendara yang berhenti. Menyaksikan keadaan seperti itu, kami pun memutuskan untuk ikut serta berhenti. Menyaksikan pemandangan yang tak kalah menarik dengan pemandangan di kelok Sembilan, kamipun kembali melaksanakan aksi foto-foto. Dalam perjalanan kali ini mendadak kami kena virus narsis dan bawaanya pengen berfoto disetiap moman yang indah dalam perjalanan.

Setelah berhenti beberapa menit di jembatan tersebut dan sesi foto-foto kami anggap cukup, motor kembali dipacu menuju kota Pekanbaru yang jaraknya masih sekitar 100 kilometer lebih dari tempat kami berhenti itu. Kondisi jalan yang cukup bagus dan tidak terlalu ramai membuat temanku bisa memacu motor dengan agak kencang dari sebelumnya.

Di Bangkinang sahabatku tadi menepi, dan menyerahkan kendali sepeda motor kepadaku. tanpa banyak kata langsung aku gantikan posisinya. Dari Bangkinang ke Pekanbaru motor tidak bias lagi dipacu dengan kecepatan tinggi, karena arus lalu lintas sudah cukup ramai dan Susana sudah gelap karena mentari sudah kembali ke peraduannya. Tepat pukul 19.20 WIB kami menginjakan kaki di ranah lancing kuning. Tujuan utama kami terlebih dahulu adalah rumah salah seorang family.

Kami disambut dengan hangat oleh family dan para sahabat yang ada di Pekanbaru. Dan dengan senang hati mereka siap jadi tour guide kami selama di Pekanbaru. Kami menghabiskan waktu empat hari di Pekanbaru untuk jalan-jalan dan mengunjungi para sahabat di Pekan baru, sebelum akhirnya kami kembali ke kota Padang. Kami menginjakan kaki kembali di kota Padang tepat pada hari Senin, pukul 20.40 WIB.

Lelahnya perjalanan tak begitu kami rasakan. Perjalanan Padang-Pekanbaru tak menyematkan kepenatan yang berati di tubuh kami. Jika kawan bertanya mengapa? Maka jawabanya adalah karena kami melakukannya dengan hati senang. Apapun jika dilakukan dengan hati senang, tentu tidak akan menyisakan rasa letih. Nah, begitulah kiranya perjalanan kami kali ini.

Jujur saja kawan, banyak pelajaran yang dapat aku petik dari perjalanan kali ini. Sebenarnya ke Pekanbaru saat ini, bukanlah ke Pekanbaru yang pertama buatku. Namun, entah kenapa berkunjung ke Pekanbaru di kesempatan ini begitu terasa istimewa dari kunjungan-kunjungan sebelumnya. Mungkin karena banyak pelajaran yang aku dapat itulah alasanya.

Kalau boleh sedikit bercerita, maka dari perjalanan inilah aku mengetahui bagaimana kerasnya kehidupan di rantau orang yang dilakoni oleh sahabat-sahabatku yang tengah mengadu peruntungan di negeri Lancang kuning itu. Dari perjalanan ini jugalah aku semakin paham bahwa menjalin silaturrahim itu memudahkan reski dan melapangkan hidup. Perjalanan kali ini juga memperlihatkan kepadaku arti tulus sebuah persahabatan.

Kawan, sejatinya guru kehidupan itu ada di mana-mana. Melakukan perjalanan adalah salah satu cara menemui dan mengambil pelajaran darinya. Inilah ceritaku dalam perjalanan menapaki guru kehidupan, lalu apa ceritamu,..???


Padang, 22022012


[ Selengkapnya...]
Label:

Catatan Senin Sore

Hari ini adalah hari terkhir liburku, besok aku akan ujian. Harusnya aku menikmati hari libur ini, akan tetapi, entah kenapa hari ini kejenuhanku memuncak. Ketika orang-orang di luar sana bersuka cita menikmati hari liburnya, aku malah merana karena rasa suntuk yang melanda selama hari libur ini

Rasa suntuk hari ini berbeda dengan hari kemaren. Hari ini rasa suntuk itu sudah tak ketolongan dan sudah berhasil mengacaukan persipanku untuk menghadapi ujian hari esok. Jika rasa suntuk kemaren bisa aku enyahkan dari pikran ini dengan melakukan aksi bersih rumah lalu dikuti dengan duduk manis di depan televisi sembari menonton pertandingan sepak bola antara Semen Padang, tim kebanggaan urang awak melawan Arema Indonesia. Namun hari ini rasa suntuk itu tak bisa aku hilangkan dengan cara seperti itu. Akupun telah mencoba cara lain, sudah aku coba membaringkan diri di pembaringan sederhana di kamarku, berharap mata ini bisa terpejam barang satu atau dua jam. Lalu ketika bangun rasa suntuk itu sudah melayang dari pikiranku berganti dengan pikiran yang semangat. Tapi apalah daya, setelah hampir lima belas menit mencari posisi yang nyaman untuk tidur, mata ini tak juga kunjung terpejam. Bahkan rasa suntuk itu kian tajam menghujam di pikiran ini dan perasaan tak nyaman pun sudah mulai menghinggapi.

Tak mau rasa suntuk merajai pikiranku, akhirnya aku bangun dari tempat tidur. Kemudian aku putuskan untuk menyambangi Gramedia saja. Aku bergegas menuju kamar mandi, lalu bersiap meluncur ke tempat faforit untuk mengurai kejenuhan dan melepas suntuk. Setelah bekemas ala kadarnya, akupun mendorong sepeda motor kesayangan keluar dan memeberikan sedikit pemanasan sebalum aku paksa motor itu menggantarkan aku ke Gramedia.


Memang bukan kali ini saja gramedia sebagai tujuan bagiku untuk menghilangkan sara suntuk. Aku sudah terbiasa semanjak duduk di bangku kuliah menjambangi toko buku di kala suntuk menghingapi pikiran di sela-sela aktifitas kuliah. Karena dengan berkunjung ke toko buku ada semancam kesegaran tersendiri yang aku peroleh. Kesegaran yang cukup ampuh membuang rasa suntuk dari pikiranku. Dan tak jarang aku menemukan inspirasi-inspirasi baru sepulang dari berkunjung ke toko buku (gramedia).


Selang beberapa menit, aku telah berada di gramedia. Setelah memarkir motor dan menitipkan tas, aku segera bergegas ke lantai dua. Rak buku baru adalah tujuan utamaku. Buku pertama yang aku pegang adalah buku karangan Dahlan Iskan, mantan dirut PLN yang sekarang sudah jadi menteri. Sudah lama sebenarnya, aku menginginkan membaca buku yang ditulis oleh pria nan terkenal sederhana ini. Sebelumnya aku sudah mendengar bagaimana enaknya membaca tulisan beliau dari beberapa orang teman. Dan aku juga sudah pernah membaca beberapa tulisan beliau.

Tidak hanya satu, tiga buah buku Dahlan Iskan aku temukan hari ini. Semuanya bagus dan menggugah. Namun apalah daya, kali ini aku tak bisa memboyong ketiga buah buku itu sekaligus ke rumah, mengingat kondisi kantong yang sudah mulai meprihatinkan menjelang akhir bulan. Masalah klasik yang sudah tak terelakan bagi setiap anak kos, seperti aku ini.

Setelah menimbang-nimbang keadaan kantong, akhirnya aku putuskan untuk membeli satu dari tiga buku Dahlan Iskan tersebut. Meskipun aku sadar betul kosekuensi dari keputusan ini aku harus mengurangi alokasi dana untuk belanja harian. Meminimalisir pengeluaran yang tidak perlu. Bagiku itu tak masalah. Menurutku dengan membeli buku sama saja kita sedang berinvestasi untuk masa depan. Kawan boleh saja tidak setuju dengan pendapatku, tapi yang jelas itulah prinsipku terkait persoalan ini.

Rasanya jika ke Gramedia, tidak cukup bawa uang hanya seratus atau dua ratus ribu saja. Kadang aku iri, melihat pengunjung yang dengan mudahnya membeli buku tanpa harus cemas dengan keadaan keuangan mereka. Jujur saja kawan, sempat terlintas di pikiranku suatu saat nanti aku akan bisa memebeli semua buku yang aku iginkan, tanpa terkendala urusan keungan. Bahkan aku juga punya impian suatu saat nanti aku akan punya sebuah toko buku. Aku sangat berharap impian ini bisa terwujud dan Allah meloloskan keinginan aku ini. Amiin.

Hari ini rasa suntuk dan kejenuhan yang bersemayam di pikiranku, telah aku tinggalkan di Gramedia. Seperti biasanya, mengunjungi toko buku masih terbukti ampuh menghapus rasa suntuk dari pikiranku. Di samping jalan-jalan, mengunjungi toko buku adalah caraku untuk menyegarkan pikiran dan menghilangkan kejenuhan. Ini caraku, apa caramu?

Padang, 23012012

[ Selengkapnya...]
Label:

Hati-Hatilah, Jika tak Ingin “Tamat Kalimat”

Segala sesuatu yang dikerjakan pasti akan menuai resiko. Ya, begitu juga dengan berkendaraan di jalan raya. Pasti ada resiko yang akan kita hadapi. Setidaknya ada tiga resiko yang harus siap kita terima. Kalau tidak ditabrak orang, maka akan menabrak atau jatuh terguling sendiri di jalan raya. Ketiga resiko itu juga akan bisa mengantarkan kita ke tiga tempat yang berbeda; ke rumah sakit, penjara, atau ke liang kubur. Meskipun demikan, bukan berarti resiko itu tidak dapat dihindarkan. Jika kita mau labih berhati-hati tentu resiko tersebut bisa diminimalisasi atau bahkan terelakan dengan sempurna.

Hidup dijaman yang serba canggih ini telah membuat orang enggan untuk berjalan kaki. Hal itu didukung dengan ketersediaan kendaraan yang siap untuk mengantarkan kita ke mana saja. Ditambah lagi saat ini memperoleh kendaraan juga tidak begitu sulit. Hanya dengan bermodalkan uang satu juta saja kita sudah bisa membawa pulang sebuah sepeda motor, tentu dengan mencicil sejumlah uang setiap bulannya. Sadarkah kawan, bahwa di balik kemudahan yang ditawarkan di zaman ini ada beberapa resiko yang siap menunggu para pengendara di jalan raya. Bahkan tak jarang resiko itu harus membuat pengendara yang malang meregang nyawa di jalan raya.

Masih segar dalam ingatan saya bagaimana seorang pengendara tergeletak di jalan arah ke lubuk minturun tadi malam. Seorang bapak terkapar di jalan setelah ditabrak sebuah mobil yang melaju cukup kencang dari arah yang berlawanan. Bapak yang malang itu terkapar di jalan raya dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Ironisnya tak seorang pun dari orang yang menyaksikan kejadian itu berani untuk menolong si Bapak yang malang. Mereka hanya mematung menatap dengan wajah prihatin si Bapak yang tengah terkapar dengan darah mengalir deras dari kepalanya, sementara kaki sang bapak terjepit motornya yang sudah remuk sebahagian itu.

Jujur saja pemandangan seperti itu sempat membuat perut saya mual tak karuan. Bulu roma saya bergidik menyaksikan sang bapak yang seolah tak ada harapan lagi menikmati kehidupan dunia lebih lama. Terbesit rasa iba di hati saya, namun apalah daya saya juga tak bisa berbuat banyak untuk sang Bapak. Saya tak mungkin turun dari kendaraan ketika itu karena kami─segenap rombongan─ ketika itu juga harus sampai tujuan tepat waktu. Alhasil jadilah kami hanya menyaksikan sepintas kejadian naas itu.

Setidaknya meskipun sepintas lalu saja, pemandangan itu telah cukup memerikan pelajaran kepada saya dan mungkin juga buat kita semua agar selalu berhati-hati di jalan raya. Ketahuilah wahai kawan, berkendara di jalan raya juga memiliki aturan kosopanan yang mesti kita taati bersama, di samping prinsip kehati-hatian yang mesti selalu kita junjung tinggi. Karena jika kita lengah dan mengabaikan prinsip kehati-hatian akan berakibat buruk bagi diri kita sendiri, dan bahkan buat orang lain. Serta juga tidak tertutup kemungkinan akan menimbulkan kerugian kepada keluarga orang lain yang salah satu anggota keluarganya kecelakaan.

Sedianya norma kesopanan di jalan raya tidak hanya milik seseorang, atau sekelompok orang saja. Tapi sejatinya harus dijunjung tinggi dan ditaati oleh seluruh mereka yang memakai dan berkendara di jalan raya. Karena bagai manapun juga, prilaku kita akan berakibat kepada orang yang ada di sekitar kita, atau bahkan kepada orang yang tidak ada hubungan langsung dengan kehidupan kita.

Di kesempatan lain, saya teringat dengan sepenggal kalimat seorang teman yang diucpakanya sembari bercanda, “ugal-ugalan di jalan raya, akan buat kita lebih dekat dengan Tuhan”. Saya pikir ucapan seorang teman tadi ada betulnya juga. Bagaimana tidak, dengan ugal-ugalan dan semberono di jalan raya tentu akan berpontensi menimbulkan kecelakaan. Juga tidak tertutup kemungkinan akan mengakibatkan kehilangan nyawa karena kecelakaan itu. Nah, ketika itu semua terjadi, artinya kita akan ketemu Tuhan bukan?

Jika tidak ingin tamat kalimat di jalan raya, prinsip kehati-hatian mutlak kita pegang. Memang kita tidak bisa pungkiri bahwa perkara ajal dan kematian adalah rahasia Allah dan bagian dari takdir kita. Namun selaku makhluk yang beriman kita bisa pilih bagaimana kita harus mati meskipun ajal kita memang hanya sampai waktu itu. Kita bisa pilih mati dengan cara yang baik, atau meregang nyawa di jalan raya hanya karena kita mengabaikan prinsip ‘hati-hati’ dan melanggar norma kesopanan di jalan raya. Renungkanlah!

Padang, 08012012

[ Selengkapnya...]
Label:

Unforgettable Moments
















TELAH TERBIT:

Judul: Unforgettable Moments
Penulis: Tri Lego Indah FN, Ahmed Ghoseen Al-Qohtany, & SYUMITY Lovers
Tebal: xvi + 374 Hlm
... ISBN : 978-602-19599-6-1
Harga : Rp. 60.000,- (belum termasuk Ongkir)

Dapatkan di TB. Gramedia Kesayangan Anda!!!
Cara Pemesanan Online
Ketik UM#Nama Lengkap#Alamat Lengkap#Jumlah#No.Telp.
kirim ke 08197964001 / 0838 6918 0234


----------------------
ENDORSMENT:
----------------------
"Inspirasi bisa datang dari manapun, dan yang paling berkesan tentu datang dari pengalaman kita sendiri. Kumpulan kisah dalam buku ini akan memberi Anda suntikan inspirasi yang nyata, terjadi setiap hari, dan sangat dekat dengan pengalaman anda sendiri!"- Dedy Dahlan, Passion Coach. Penulis buku Best Selling "PASSION - Ubah Hobi jadi Duit”

----------------------
SINOPSIS :
----------------------
Kisah-kisah yang ada di buku ini, adalah kisah penuh warna yang dialami sendiri oleh para kontributornya. Based True Story yang menjadi keharusan naskah, menjadikan kisah yang ditulis menjadi berjiwa. Membaca setiap chapter di buku ini, membawa kita merefleksi satu tahun perjalanan hidup kita di 2011. Begitu banyak warna terserak yang mewarnai hidup kita. Dari segala kisah yang telah dibagi, kami sangat berharap, kisah-kisah tersebut dapat memberikan pelajaran, hikmah, inspirasi dan manfaat bagi para pembaca.

[ Selengkapnya...]
Label:

Di Persimpangan Kebimbangan

Sore itu hari begitu cerah, seolah mentari enggan untuk berhenti menyinari bumi tanah tumpah darahku. Namun tidak dengan hatiku, hatiku tidak secarah mentari kala itu. Hatiku saat itu dalam kebimbangan, hatiku saat itu dalam kegalauan. Kegalauan yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Inilah kegalauan hati seoarang anak kelas enam SD yang baru saja selesai ujian EBTANAS.

Kegalauan hatiku saat itu bukan tanpa sebab, kawan. Ada dilema besar dan pergolakakan batin yang luar biasa merasuk ke dalam hati dan pikiranku. Aku harus memilih satu dari dua pilihan yang orang tuaku tawarkan padaku. Mungkin bagi sebagian orang hal ini adalah pilihan yang mudah, tapi tidak untukku.

Bagiku ini adalah pilihan yang sulit yang harus aku putuskan dalam memilih jalan yang harus aku tempuh demi masa depan dan nasibku kelak. Jujur saja, sungguh berat memutuskan semua ini buatku. Namun aku harus putuskan pilihan yang baik buatku dan baik buat ibu,ayah dan adik-adikku kelak.

Aku harus memilih antara melanjutkan sekolah di kampungku saja atau pergi merantau dan melanjutkan sekolahku di sebuah Pesantren. Pilihan sederhana sebenarnya, tapi entah kenapa begitu sulit untuk aku pilih dan putuskan.

Aku bimbang begini, sebenarnya alasanya sederhana sekali kawan. Aku masih agak enggan untuk meninggalkan kampung halamanku ini. Terlalu banyak kenangan indah yang sudah terlanjur aku ukir di kampungku ini. Sulit rasanya meninggalkan kebersamaan yang begitu indah dengan kawan-kawan kecilku.

Sulit rasanya berpisah dengan si Ardi yang lucu tapi usil, yang selalu buat kami belari tunggang-langgang di kejar pak Sabar karena telah merusak pematang sawahnya untuk mencari belut. Yudi temanku yang baik hati namun pendiam yang sering jadi objek keusilan Ardi. Pino si wajah lugu namun banyak akal yang sangat lihai menangkap ikan di sungai. Aku sangat salut dengan kelihaiannya dalam menangkap ikan. Dalam persoalan yang satu ini aku tak pernah bisa menandingi apa lagi mengalahkannya. Belum lagi, si Uyung sesosok manusia mungil yang tidak pernah kehabisan ide untuk buat kami tertawa terpingkal-pingkal dengan tingkah dan guyonannya yang lucu. Ketika bersamanya, seolah dalam hidup ini hanya ada rasa bahagia dan tertawa. Serta banyak lagi kawan-kawan kecilku yang harus aku tinggalkan jika memang aku harus pergi.

Ah, sulit sekali rasanya meninggalkan kampung ini. Sulit meninggalkan kawan-kawanku yang unik dengan berjuta kenangan bersama mereka. Dengan berbagai keunikan itu mereka telah berhasil membuat aku bimbang dan berkelahi dengan perasaanku sendiri dalam memutuskan arah masa depanku.

Namun di sisi lain, orang tuaku menganjurkan agar melanjutkan pendidikan ke kota saja, di sebuah Pondok Pesantren Modern di kota. Anjuran ini sebenarnya bemula dari cerita seorang teman ayahku yang anaknya sudah bersekolah di sana. Orang tuaku juga pernah melihat anak temannya itu beceramah. Tidak hanya itu saja, ditambah lagi cerita teman ibuku yang juga anaknya telah dulu bersekolah di sana dan telah tamat serta telah melanjutkan kuliah dengan jurusan yang menurut orang tuaku sangat bagus dan membanggakan.

Tidak adil rasanya ayah dan ibuku menyuruh aku melanjutkan sekolah ke kota hanya karena melihat anak temannya. Bagaiman pun juga aku masih berhak menentukan arah hidupku tanpa harus mengukuti anak teman beliau yang harus membuat aku berpisah dengan kawan-kawanku. Aku juga tidak ingin masa depanku adalah masa depan yang aku peroleh hanya karena ikut-ikutan saja.

Aku bingung, entah kenapa orang tuaku begitu ingin aku mengikuti jejak anak temannya itu. Ketika aku bertnaya, “kenapa ibu dan ayah begitu ingin aku melanjutkan sekolahku ke pesantren?”. Ayah dengan sedikt senyum menjawab, “kelak engkau akan tahu jawabannya ketika telah mengikuti anjuran kami ini”. Jawaban ayah buat aku makin bimbang.

***

Mentari telah tenggelam di balik bukit. Aku pulang setalah puas bermain dan mandi di sungai bersama teman-temanku. Ku lemparkan bajuku yang basah ke dalam sebuah ember dekat sumur. Aku ganti baju, lalu makan. Makan pun terasa tidak enak senja itu. Aku masih bingung. Selera makanku telah dikalahkan oleh kebingunganku sendiri. Dalam kebingungan itu aku mengutuki diriku sendiri. Kenapa aku begitu lemah. Memutuskan untuk melanjutkan sekolah saja aku harus bimbang dan kehilangan selera makan seperti orang sedang putus cinta.

Setelah makan aku pun mengambil sarung bersiap untuk pergi mengaji ke mesjid. Inilah kebiasaan kami anak-anak kampung setelah magrib, yaitu belajar mengaji di mesjid. Belajar mengaji dilakukan dalam bentuk halaqah dan dibimbing oleh seorang guru yang sudah tua dan sangat suka kopi. Aku tahu itu karena di saat mengajarkan kami beliau sering menyuruh salah satu di antara kami untuk memesankan kopi ke warung yang tidak jauh dari mesjid.

Biasanya kami mengaji hanya sampai waktu isya. Jika isya telah masuk maka proses belejar dihentikan, lalu shalat isya berjemaah. Kami baru boleh pulang setelah shalat isya dan menggulung kembali tikar yang kami duduki untuk belajar tadi.

Di rumah aku telah ditunggu oleh kedua orang tuaku. Tidak biasanya mereka menungguku seperti ini. Jelas saja keadaan ini menimbulkan sejuta tanda tanya dalam diriku. Aku coba lagi mengingat-ingat perangaiku sehari ini. Rasanya aku tidak ada melakukan salah. Pagi aku sekolah. Siangnya aku bermain berama teman-temanku dan tidak berkelahi. Sorenya aku telah menyiram tanaman, kerja rutinku setiap hari. Dan kali ini baru saja aku pulang mengaji. Aku tidak pernah libur mengaji, kecuali hujan lebat. Tapi kenapa aku di tungggu seperti itu oleh orang tuaku.

Belum hilang kebingunganku, ayahku berkata, “duduklah, kami perlu bicara denganmu”.
“ada apa ayah?”, aku masih belum mengrti apa yang akan dibicarakan orang tuaku.
Lalu ibuku menyahut, “kamu telah selasai ujian EBTANAS, dan besok pengumuman kelulusanmu akan keluar”.
Aku mulai paham kenapa ayah dan ibu menungguku seperti ini. Aku tahu persoalan yang akan dibicarakan tidak jauh dari soal kelanjutan sekolahku.

Aku tatap wajah mereka, “iya bu, tapi aku belum bisa putuskan, aku masih ragu”.
Lalu ibuku melanjutkan pembicaraanya, “kau harus cepat putuskan nak, karena pendaftarannya sudah dibuka dan hampir tutup. Kami sangat ingin kau melanjutkan sekolahmu ke kota, di sebuah pesantren”.

Lalu ayah menyela, “ini bukan untuk kami, tapi untuk masa depanmu juga”.
Ayah diam sejenak dan melanjutkan pembicaraanya kembali, “Jika tetap di kampung, maka temanmu hanya orang itu-itu saja. Pengalaman yang kau dapatkan juga tak akan banyak dan pola pikirmu juga tak akan banyak berubah. Namun, jika kau pilih untuk sekolah ke kota, maka pengalamanmu akan banyak bertambah. Kamu juga akan mendapatkan teman baru tanpa harus kehilangan teman-teman di kampung. Ayah yakin, pola pikirmu juga akan labih maju dan berkembang”.

Aku hanya menganguk takzim dengan penjelasan beliau. Tak berani lagi aku menjawab. Jangankan untuk menjawab, menatap wajah merekapun aku sudah tak kuasa. Alasan yang mereka berikan sangat tapat. Tak bisa lagi aku berkilah. Setidaknya dengan mendengar penjelasan ayah tadi kebimbanganku sudah agak sedikt berkurang, namun hati ini belum juga mantap mau menjatuhkan pilihan ke mana.

“Pikirkanlah, dan cepat putuskan!”, ayahku setengah mendesak lalu bangkit dari tempat duduknya dan berlalu meninggalkan aku bersama ibu.

Sepeninggal ayah, ibu mengusap kepalaku. Ibu melihat jam dinding usang yang menepel dengan anggun di dinding rumahku. Jam usang itu sudah menunjukan pukul sepuluh lewat lima belas malam. Ibu lalu menyuruh ku tidur.
“tidurlah dulu, sudah malam! Pikirkan apa yang ayahmu katakan tadi. Yakinlah ini semua demi kebaikanmu nak. Ini bukan untuk kami, tapi untuk masa depanmu”.

Aku mengangguk menandakan paham, lalu bangkit dari tempat dudukku. Kemudian aku berlalu meninggalkan ibu dan segera menuju kamarku, tapatnya kamarku dan kamar dua orang adik laki-lakiku. Sampai di kamar aku pandangi adik-adiku yang telah lelap dan hanyut entah ke mana di bawa oleh mimpinya. Rona wajah mereka jelas sekali belum ada beban. Berbeda denganku yang tengah diamuk kebimbangan. Aku buka sarung yang ku pakai untuk mengaji tadi, lalu ku lipat dan aku letakkan di sandaran kursi yang ada di kamarku.

Malam itu aku tidak bisa benar-benar tidur nyenyak . aku hanya menerawang menatap langit-langit kamarku yang belum dipasang loteng itu. Pikiranku masih digangu oleh rasa binggung untuk memutuskan dua pilihan yang diberikan orang tuaku. Antara tetap di kampung atau merantau untuk melanjutkan sekolah. Jika tetap di kampung maka perngalaman yang aku dapat hanya itu-itu saja, tidak ada perubahan. Namun jika aku pilih untuk melanjutkan sekolah ke kota, aku harus meninggalkan kawan-kawanku dengan segenap keunikannya. Ah, aku bingung!

Akhirnya aku bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju sumur, lalu aku berwudu’. Aku ingin mengadukan masalah ini pada Allah dengan melakukan shalat istikharah. Akan aku amalkan pelajaran yang pernah di berikan oleh guruku ketika belajar di MDA di sebelah mesjid tempat aku biasa mengaji. Aku bentangkan sajadah, aku shalat dua rakaat. Setelah itu aku mulai mengadukan kebingunganku pada Allah melalui untaian bait-bait do’aku. Do’a anak kelas enam SD. Aku berharap besok ketika bangun pagi aku sudah mendapatkan kemantapan hati untuk memutuskan akan melanjtkan sekolahku ke mana. Setelah mengadukan semuanya kepada Allah, aku baru sedikit tenang dan tertidur.



*Heru Perdana
Padang, 04012012

[ Selengkapnya...]
Label:

Search

Tentang Saya

Foto Saya
Heru Perdana
Menulis adalah sarana pembebasan jiwa
Lihat profil lengkapku

Add Me on Facebook

Download

Download ebook gratis Download ebook gratis

Blog Info

free counters
Powered by  MyPagerank.Net

Followers