Bak Ijuk Tak Bersaga

Jika kawan bertanya tentang seberapa penting kekuatan mental dalam mengharungi samudra kehidupan ini, maka jawaban terbaik yang bisa diberikan adalah” sangat penting”, dan bahkan lebih penting dari kehebatan kemampuan intelektual. Meskipun antara keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Kemampuan berfikir yang sangat hebat dan luar bisa tanpa didukung oleh kekuatan mental yang mupuni maka tidak akan berati apa-apa, alias tidak ada kekuatanya. Pepatah minang menyebutkan “bak ijuak indak basaga”. Tidak memiliki kekuatan.


Kita sadari atau tidak, hidup ini tidak melulu lurus-lurus saja. Hidup penuh lika-liku. Dalam hidup tentu ada halangan, yang lebih populer kita kenal dengan istilah masalah. Untuk mengahdapi masalah dalam kehidupan ini tentu tidak akan cukup hanya dengan kecerdasan pikiran saja tanpa didukung oleh kekuatan mental yang hebat pula. Banyak orang yang gagal karena tidak mampu menata mental dan emosi dengan baik.

Ada sebuah cerita tentang seorang kawan yang memiliki kecerdasan intelektual yang sangat luar biasa dan pantas diacungi jempol. Sebut saja namanya Uyung. Uyung adalah sesosok manusia cerdas yang pernah bersekolah di sebuah SMA faforit di kotanya. Semua pengahargaan dan prestasi akademik telah berhasil diraihnya. Tropi dan mendali hasil dari kecerdasannya juga telah berjejer rapi di lemari rumahnya. Namun, petaka mulai datang ketika Uyung menginjak masa-masa duduk di kelas tiga, ia memutuskan untuk tidak sekolah sampai selama delapan bulan hanya karena merasa tidak dihargai oleh teman-teman seangkatannya. Untung saja dia masih bisa mengikuti ujian karena pertimbangan keerdasannya dan segenap prestasi yang telah ditorehkannya untuk sekolahnya itu. Akhirnya ia bisa juga lulus dan melanjutkan kuliah di perguruan tinggi.

Ketika kuliah di perguruan tinggipun Uyung memiliki cerita menarik sekaligus memilukan. Dia diterima di sebuah perguruan tinggi faforit yang juga masih berada di kotanya. Ia diterima pada pilihan keduanya, yaitu farmasi. Sebuah jurusan yang mungkin tidak semua orang mampu untuk mencapainya. Akan tetapi, Uyung hanya bertahan di sana tidak lebih dari dua semester saja. Alasan dia meninggalkan kampusnya itu juga masih desebabkan karena hal-hal “spele”. Kecerdasan Uyung yang luar biasa dapat perhatian khusus dari dosennya dan memicu kecemburuan sosial di kalangan kawan seangkatan dan para seniornya. Celakanya, Uyung tidak siap mental dengan keadaan itu. Padahal kalau saja dia bisa sedikit cerdas mengelola kekuatan mentalnya , mungkin keputusan “bodoh” meninggalkan kampusnya itu tak perlu ditempuhnya.

Akhirnya, Uyung memutuskan untuk memulai kembali kuliahnya disebuah perguruan tinggi agama, yang lagi-lagi masih di kotanya. Di sana ia mulai mendapati sedikit ketenangan dan bisa menikmati kecerdasannya. Namun sayang, hal itu juga tidak bisa bertahan lama. Ironisnya, Uyung mengalami “mimpi buruknya” kembali di saat-saat ia dan kawan-kawannya mulai menyusun tugas akhir sebelum diwisuda dan dinobatkan menjadi seorang sarjana. Uyung tidak cukup kuat mental dalam menghadapi birokrasi yang sedikit agak berbeli-belit dan “bertele-tele”.

Di saat kawan-kawannya mampu menata mental untuk mengahdapi itu semua, Uyung malah memilih mundur dan keluar dari jalur perjuangan menuju tangga sarjana, tidak melanjutkan kuliahnya lagi. Padahal hanya tinggal selangkah lagi untuk meniti tangga sukses di kampus itu. Ironis memang, tapi itulah yang terjadi dengan seorang Uyung yang begitu cerdas. Tapi sayang kecerdasannya yang laur biasa tidak didukung dengan kekuatan mental dan emosi yang mupuni. Sehingga ia mundur, dan mengalah pada nasib. Uyung bak ijuk yang tak bersaga. Semoga saja kita tidak menjadi Uyung-uyung selanjutnya.

Sepenggal kisah miris tentang seorang Uyung tadi sudah cukup kiranya bagi kita betapa pentingnya bagi kita menata kekuatan mental untuk menghadapi pergolakan permasalahan kehidupan ini. Kekuatan mental inilah yang sering disebut oleh para ahli kita dengan kecerdasan emosional (EQ). Yang dewasa ini dipercaya kedudukannya lebih penting dari kecerdasan intelektual (IQ). 


Telah banyak juga dipertontonkan di pentas kehidupan bahwa mereka yang sukses itu adalah mereka yang memiliki kekuatan mental dan emosi yang hebat. Sebut saja sederetan nama besar seperti Andri Wongso seorang motivator ternama di Indonesia, Bob Sadino seorang pengusaha sukses yang selalu mengenakan celana pendek kemana pergi, Purdi Chandra pemilik lembaga bimbingan belajar primagama, dan banyak lagi mereka yang sukses karena kemampuan dalam menata mental dan emosi.

Nama-nama besar yang kita sebutkan di atas tadi, terbilang memiliki kemampuan intektual yang tergolong biasa-biasa saja, namun mereka mampu mengelola kekuatan mental dan emosi dengan baik. Kekuatan mental yang luar biasa itulah yang mereka gunakan untuk bangkit dari setiap kegagalan yang mereka terima. Kekuatan emosi yang bagus pula yang telah berhasil membuat mereka keluar dari segenap masalah kehidupan yang menerpa kehidupan mereka. Mereka memandang kegagalan dan masalah kehidupan bukanlah akhir dari segala-galanya, namun merupakan awal dari sebuah kehidupan yang lebih baik dan sarana pendewasaan diri.

Jadi, mari mulai saat ini kita tata kekuatan mental dan emosi kita dengan baik, agar kita tidak seperti ijuk tak bersaga.


*Oleh: Heru Perdana
Padang, 27 April 2011, 15:33 WIB

Label:

0 komentar:

Posting Komentar

MOhon kritik dan sarannya..!!

Search

Tentang Saya

Foto Saya
Heru Perdana
Menulis adalah sarana pembebasan jiwa
Lihat profil lengkapku

Add Me on Facebook

Download

Download ebook gratis Download ebook gratis

Blog Info

free counters
Powered by  MyPagerank.Net

Followers