Ketika Cinta Mengalahkan Persahabatan

Waktu terus saja berputar dengan begitu cepat. Tidak terasa hampir tiga tahun sudah kejadian itu berlau. Namun kejadian itu masih saja membekas dalam memori otakku ini. Seolah kejadian itu baru saja terjadi sore kemarin. Sedih, malu, marah bercampur aduk jadi satu dan menyesak dalam dada ini ketika kejadian itu terlintas kembali dalam ingatanku. Ingin rasanya aku melupakan itu semua, tapi begitu sulit rasanya.

Kejadian memalukan itu terlalu dalam menghujam dalam relung hatiku ini. Kejadian di mana cinta telah mengalahkan nilai-nilai persahabatan yang tulus dan berakhir dengan sebuah penyesalan yang sangat mendalam, tidak hanya bagi Uyung−begitu dia Aku panggil−yang telah berbuat tapi, juga bagi orang terdekat yang selalu berada disekitar dia. Sungguh pendek pikiran temanku itu waktu itu.

Aku tak mengerti apa yang ada di otak Uyung waktu melakukan itu semua. Mungkin saja Uyung mengira bahwa apa yang diperbuatnya itu hanya akan berakibat baginya. Ternyata dia keliru, karena perbuatannya yang tanpa pertimbangan itu telah meberikan akibat buruk untuk orang tua dan orang-orang di sekelilingnya, termasuk aku dan beberapa orang temanku yang tidak tahu apa-apa tentang masaah itu. Karena kami telah dicoret dari daftar sahabat Uyung jauh sebelum kejadian memalukan itu terungkap. Sebabnya hanya sederhana saja, karena kami tidak setuju dia menjalin hubungan asmara dengan seorang gadis pindahan yang kami anggap tidak pantas untuk dia. Kami hanya berusaha menjadi sahabat yang baik buat Uyung, yang ingin memberikan yang terbaik juga buat sahabatnya. Hanya itu motivasi kami melarangnya, sederhana bukan? Ya, tapi cukuplah membuat kami terdegradasi dari daftar sahabatnya. Itu semua bukan terjadi serta-merta begitu saja, ada deretan cerita panjang dalam lika-liku perahabatan kami hingga kami terbuang dari daftar sahabatnya.

***

Awalnya kami berasahabat baik-baik saja layaknya orang lain bersahabat. Bercanda bersama, ketawa bersama, ikut merasakan kesedihan kawan ketika mereka sedih, saling berbagi dan saling menguatkan, Saling terbuka, dan banyak hal-hal indah lagi yang telah berhasil kami rajut dalam hubungan persahabatn itu. Bahkan sampai ada seorang teman kami mengatakan, “kalau kita begini terus , rasanya kita sudah seperti saudara ya?” . kalimat seperti itu keluar dari mulut seorang temanku ketika kami tengah melewati hari indah kami di rumah Uyung.

Namun itu semua hanya tinggal kenangan ketika ada seorang anak pindahan yang telah berhasil mencuri hati Uyung−temanku tadi−. Aku akui kalau wanita itu memang memiliki paras di atas rata-rata. Konon katanya dia juga pindahan dari pulau nun jauh di seberang sana. Dan dia juga kabarnya anak angkat dari kepala sekolah kami waktu itu. Kesan pertama waktu dia baru masuk kelasku cukup mempesona, dia merupakan seorang gadis ayu nan sopan. Senang juga rasanya hati ini melihatnya. Wajar kiranya jika Uyung terpincut dan jatuh hati padanya. Tapi itu hanya kesan pertama dan hanya beberapa minggu saja bertahan.


Samapai kami mulai mendengar berita-berita miring terkait wanita itu. Nah, di sini lah awal konflik itu dimulai. Kami mulai menceritakan berita yang kami dengar kepada Uyung ─ teman malangku tadi─. Awalnya Uyung menerima dan mau mendengar pendapat-pendapat kami. Namun, seiring waktu berjalan, Uyung mulai memeperlihatkan ketidak senangannya dengan masukan-masukan yang kami berikan. Walau bibirnya mengatkan berterimakasih dengan masukan kami, tapi wajahnya dan tatapan matanya jelas-jelas memperlihatkan rona ketidak-sukaan. Betul kata orang kalau mata itu jendela hati.


Sebenarnya kami merasakan ketidak sukaanya itu, tapi kami tetap saja terus menasehatinya dan memberinya masukan. Kami hanya ingin jadi kawan yang baik. Kawan yang mana yang tega melihat kawannya jatuh ke pelukan wanita yang tidak baik dan tidak pantas untuk dia seorang laki-laki yang baik? Kawan yang mana yang tahan melihat kawannya dibodoh-bodohi dan dimanfaatkan oleh orang lain? Kawan yang mana yang mau melihat kawannya menempuh jalan yang salah? Kawan yang baik pasti tidak akan rela sahabatnya terjerumus di jalan yang salah. Nah, begitu juga kami. Akhirnya kami sudah bosan dan akhirnya memberi sebuah pertanyaan kepada Uyung, “Kamu pilih cewek itu, atau pilih kami sahabatmu?”. “Aku lebih pilih cewek ini” ujarnya singkat. Berlinang air mataku mendengar jawabannya tadi. Jawaban yang sama sekali tidak kami harapkan.


Perlu kawan ketahui, kalau Uyung bukanlah orang bodoh dan tidak tahu agama. Dia telah ditempa dengan ilmu agama selama tiga tahun di sebuah pesantren sama dengan diriku. Kemudian melanjutkan sekolahnya ke sebuah madrasah faforit di kota Aku tinggal ini. Tapi, entah setan apa yang telah merasuki jiwanya, sehingga iya mampu melakukan perbuatan bodoh yang hanya layak dilakukan oleh hewan berkaki empat ─maaf kalau terlalu kasar, karena itulah yg telah diperbuatnya─. Dia telah berhasil mencorengkan arang di muka orang tuanya, yang telah berusaha banting tulang untuk membiayai semua kebutuhannya. Tak terbayangkan oleh ku bagaimana malunya orang tua Uyung setelah kejadian itu.


Sapandai-pandai tupai malompek, sakali jatuah juo. Tepat sekali rasnya sebuah pepatah lama yang masih tetap popular sampai saat sekarang ini untuk menggambarkan terungkapnya perbuatan busuknya itu. Uyung lah tupai malang yang telah jatuh tadi. Sekali jatuh tamat sudah ceritanya di sekolahku itu. 


Masih ku ingat sekali bagaimana wajah Uyung saat aku temui dia pasca kejadian itu. Sungguh menyedihkan raut wajahnya,kawan. Aku tanyai dia bersama beberapa orang temanku terkait perbuatanya itu. Kalau saja Aku tidak berusaha untuk menahan seorang temanku yang emosi dan ingin memukulnya mukin sudah lunak si Uyung yang malang ditangan temanku yang emosinya sudah sampai di ubun-ubun tadi. Uyung juga sempat mengatakan kepada kami bahwa dia akan segera meninggalkan kota ini untuk kembali menyambung harapan orang tuanya yang sempat pupus oleh karena ulah bodohnya yang tidak punya perhitungan tadi. 


Masih segar dalam ingatanku bagaimana rona wajah Uyung ketika akan berangkat meninggalkan kota ini di malam itu. Sebuah rona wajah penuh penyesalan. Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur, dan buburpun telah basi. Juga masih jelas terbayang bagaiman wajah ayahnya dan isak tangis ibunya di malam kepergianya itu. Anak yang dibangga-banggakan selama ini telah mencoreng arang diwajah beliau. Tak sanggup rasanya aku menatap wajah ibu itu. Wajah orang yang telah Aku anggap sebagai orang tuaku sendiri. Tapi apa boleh buat, aku tak bisa berbuat banyak. Uyung lah pangkal bala dari semua ini.


Di sela-sela isak tangisnya, ibu Uyung masih sempat bertanya kepadaku, “Kenapa kalian biarkan Uyung berbuat seperti ini? Tak tahu lagi ibu mau kemana muka ini diletakkan”. Sungguh tidak mampu aku menjawab pertanyaan ibu tadi. Hanya mata yang berkaca-kaca memendam sedih yang bisa Aku tunjukan, walau di dalam hati aku bergumam, “Sudah kami larang dia menjalin hubungan dengan wanita itu, namun Uyung masih saja berkeras hati dan meninggalkan kami sebagai sahabatnya. Uyung lebih memilih wanita itu ketimbang kami, sahabatnya”.



***
Uyung memang telah pergi jauh, namun dia telah meninggalkan pelajaran berharga buat Aku dan kita semua. Bahwa setiap peruatan buruk yang kita lakukan tidak hanya kita yang akan menanggung akibat dari perbuatan buruk itu. Bisa jadi kelurga, sahabat atau orang sekeliling kita juga akan merasakan akibat buruk perbuatan kita itu. Maka berhati-hatilah dalam berbuat, karena setiap perbuatan pasti mengandung sebuah resiko dan akibat.

Satu hal lagi yang dapat kita jadikan pelajaran dari penggalan cerita Si Uyung ini, bahwa sepandai apapun kita menyimpan sebuah keburukan, cepat atau lambat pasti akan terungkap juga. Sepandai apapun kita menyimpan bangkai pasti akan tercium juga bau busuknya. 


Uyung adalah potret seorang manusia yang telah dibutakan oleh cinta. Cinta memang buta, tapi kita tidak harus dibutakan oleh cinta. Cinta sejati itu harus disalurkan pada saluran yang tepat, yaitu ikatan pernikahan. Jika belum sanggup maka tahanlah dulu, seperti menahan buang air sampai bertemu WC. Jangan kita hanya memperturutkan nafsu dan cinta yang buta saja, sehingga membuat kita terjerat dalam jebakan cinta yang kita buat sendiri.


Mulai saat ini berhati-hatilah dengan cinta. Labuhkanlah cinta itu di hati yang tepat dan pada waktu yang tepat pula.


*Oleh: Heru Perdana 





–Sebuah catatan−

Label:

2 komentar:

  1. ToNk saMpaH Q mengatakan...:

    kyeend2..
    semuay krena tlah dibutkan oleh cinta..

Posting Komentar

MOhon kritik dan sarannya..!!

Search

Tentang Saya

Foto Saya
Heru Perdana
Menulis adalah sarana pembebasan jiwa
Lihat profil lengkapku

Add Me on Facebook

Download

Download ebook gratis Download ebook gratis

Blog Info

free counters
Powered by  MyPagerank.Net

Followers