Hati-Hatilah, Jika tak Ingin “Tamat Kalimat”

Segala sesuatu yang dikerjakan pasti akan menuai resiko. Ya, begitu juga dengan berkendaraan di jalan raya. Pasti ada resiko yang akan kita hadapi. Setidaknya ada tiga resiko yang harus siap kita terima. Kalau tidak ditabrak orang, maka akan menabrak atau jatuh terguling sendiri di jalan raya. Ketiga resiko itu juga akan bisa mengantarkan kita ke tiga tempat yang berbeda; ke rumah sakit, penjara, atau ke liang kubur. Meskipun demikan, bukan berarti resiko itu tidak dapat dihindarkan. Jika kita mau labih berhati-hati tentu resiko tersebut bisa diminimalisasi atau bahkan terelakan dengan sempurna.

Hidup dijaman yang serba canggih ini telah membuat orang enggan untuk berjalan kaki. Hal itu didukung dengan ketersediaan kendaraan yang siap untuk mengantarkan kita ke mana saja. Ditambah lagi saat ini memperoleh kendaraan juga tidak begitu sulit. Hanya dengan bermodalkan uang satu juta saja kita sudah bisa membawa pulang sebuah sepeda motor, tentu dengan mencicil sejumlah uang setiap bulannya. Sadarkah kawan, bahwa di balik kemudahan yang ditawarkan di zaman ini ada beberapa resiko yang siap menunggu para pengendara di jalan raya. Bahkan tak jarang resiko itu harus membuat pengendara yang malang meregang nyawa di jalan raya.

Masih segar dalam ingatan saya bagaimana seorang pengendara tergeletak di jalan arah ke lubuk minturun tadi malam. Seorang bapak terkapar di jalan setelah ditabrak sebuah mobil yang melaju cukup kencang dari arah yang berlawanan. Bapak yang malang itu terkapar di jalan raya dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Ironisnya tak seorang pun dari orang yang menyaksikan kejadian itu berani untuk menolong si Bapak yang malang. Mereka hanya mematung menatap dengan wajah prihatin si Bapak yang tengah terkapar dengan darah mengalir deras dari kepalanya, sementara kaki sang bapak terjepit motornya yang sudah remuk sebahagian itu.

Jujur saja pemandangan seperti itu sempat membuat perut saya mual tak karuan. Bulu roma saya bergidik menyaksikan sang bapak yang seolah tak ada harapan lagi menikmati kehidupan dunia lebih lama. Terbesit rasa iba di hati saya, namun apalah daya saya juga tak bisa berbuat banyak untuk sang Bapak. Saya tak mungkin turun dari kendaraan ketika itu karena kami─segenap rombongan─ ketika itu juga harus sampai tujuan tepat waktu. Alhasil jadilah kami hanya menyaksikan sepintas kejadian naas itu.

Setidaknya meskipun sepintas lalu saja, pemandangan itu telah cukup memerikan pelajaran kepada saya dan mungkin juga buat kita semua agar selalu berhati-hati di jalan raya. Ketahuilah wahai kawan, berkendara di jalan raya juga memiliki aturan kosopanan yang mesti kita taati bersama, di samping prinsip kehati-hatian yang mesti selalu kita junjung tinggi. Karena jika kita lengah dan mengabaikan prinsip kehati-hatian akan berakibat buruk bagi diri kita sendiri, dan bahkan buat orang lain. Serta juga tidak tertutup kemungkinan akan menimbulkan kerugian kepada keluarga orang lain yang salah satu anggota keluarganya kecelakaan.

Sedianya norma kesopanan di jalan raya tidak hanya milik seseorang, atau sekelompok orang saja. Tapi sejatinya harus dijunjung tinggi dan ditaati oleh seluruh mereka yang memakai dan berkendara di jalan raya. Karena bagai manapun juga, prilaku kita akan berakibat kepada orang yang ada di sekitar kita, atau bahkan kepada orang yang tidak ada hubungan langsung dengan kehidupan kita.

Di kesempatan lain, saya teringat dengan sepenggal kalimat seorang teman yang diucpakanya sembari bercanda, “ugal-ugalan di jalan raya, akan buat kita lebih dekat dengan Tuhan”. Saya pikir ucapan seorang teman tadi ada betulnya juga. Bagaimana tidak, dengan ugal-ugalan dan semberono di jalan raya tentu akan berpontensi menimbulkan kecelakaan. Juga tidak tertutup kemungkinan akan mengakibatkan kehilangan nyawa karena kecelakaan itu. Nah, ketika itu semua terjadi, artinya kita akan ketemu Tuhan bukan?

Jika tidak ingin tamat kalimat di jalan raya, prinsip kehati-hatian mutlak kita pegang. Memang kita tidak bisa pungkiri bahwa perkara ajal dan kematian adalah rahasia Allah dan bagian dari takdir kita. Namun selaku makhluk yang beriman kita bisa pilih bagaimana kita harus mati meskipun ajal kita memang hanya sampai waktu itu. Kita bisa pilih mati dengan cara yang baik, atau meregang nyawa di jalan raya hanya karena kita mengabaikan prinsip ‘hati-hati’ dan melanggar norma kesopanan di jalan raya. Renungkanlah!

Padang, 08012012

Label:

0 komentar:

Posting Komentar

MOhon kritik dan sarannya..!!

Search

Tentang Saya

Foto Saya
Heru Perdana
Menulis adalah sarana pembebasan jiwa
Lihat profil lengkapku

Add Me on Facebook

Download

Download ebook gratis Download ebook gratis

Blog Info

free counters
Powered by  MyPagerank.Net

Followers