Begitulah hidup


Lama aku menunggu kedatangan sebuah travel  yang telah aku pesan dari tadi siang untuk mengantarkan aku pulang ke kampung halaman tercinta, tanah tumpah darahku. Sambil menunggu aku sempatkan bercengrama sembari sesekali bercanda dengan teman-temanku di rumah. Hari sudah sore, mentai hampir terbenam di ufuk barat sana, namun travel itu juga kunjung datang. Agak gelisah juga aku menunggu.

Aku ambil handphoneku yang terletak di atas meja di samping sebuah televisi, sambil melihat jam di diding yang telah menunjukan pukul 05.45 sore aku telpon kembali sopir travel itu. “Uda sadang di jalan menuju ke situ”, begitu suara ku dengar dari seberang sana. Sepuluh menit berselang travel telah berdiri dengan gagah di depan rumahku dan siap melarikan ku ke kampong halamanku yang telah lama tidak aku lihat. Setelah pamit aku segera melompat ke atas travel itu dan duduk di bangku belakang.

***

Travel telah melaju meninggalkan rumahku. Sang sopir pun segera memutar musik dari sebuah tape player yang ada di dalam mobil itu. Karena penumpang yang ada di dalam mobil itu lebih banyak orang tua, maka seolah mengerti selera orang-orang tua, sang sopir memutar lagu-lagu daerah──minang─. Karena memang kebanyakan  orang tua itu lebih senang mendengar lagu-lagu minang. Dan aku yang berada di dalam mobil itu harus ikut juga mendengarkan dan menikmatinya saja. Karena jika memprotes lalu diadakan voting layaknya pemilu, sudah jelas aku kalah suara.

Ada sebuah anekdot dalam lagu tersebut yang telah mengusik pikiranku dan membuatku termenung. Sebuah anekdot ringan namun sarat makna. Kira-kira anekdotnya itu ceritanya begini.

Alkisah, sebelum manusia diciptakan dan diturukan ke dunia ini, konon katanya Tuhan terlebih dahulu menciptakan kuda. Kuda telah diciptakan, lalu Tuhan berkata kepada kuda, “wahai kuda, engkau telah aku ciptakan. Aku beri engkau umur enam puluh tahun dan, kerjamu hanya menggangkat dan menangung beban saja”.

Mendengar tugasnya hanya sperti itu kuda  protes, “Tuhan kalau tugasku hanya mengagut dan menaggung beban maka kurangilah umurku”.

“Baiklah, umurmu Aku kurangi jadi tiga puluh tahun”, jawab Tuhan setelah mempertimbangkan. Maka berlebihlah unur kuda tiga pluh tahun lagi. Lalu kuda segera diturunan ke bumi.

Kemudian Tuhan ciptakan anjing. Setelah diciptakan, Tuhan juga berkata kepada anjing, “wahai anjing, engkau kuciptakan dan akan ku beri umur selama dua puluh tahun, lalu kerjamu hanya menjaga rumah saja”.

Mendegar penjelasan Tuhan, anjing pun protes, “wahai Tuhanku, kalau hanya untuk menjaga rumah Engkau ciptakan aku, maka kurangilah umurku”. Tuhan menyetujui dan mengurangi separuh dari umur anjing tersebut. Maka umur anjing juga bersisa sepuluh tahun.

Setelah anjing diciptakan, lalu Tuhan menciptakan monyet. Kemudian Tuhan juga berkata kepada monyet, “wahai monyet, engkau Aku ciptakan dengan umur dua puluh tahun dan kerjamu hanya menghibur saja”.

Mendengar kerjanya hanya menghibur layaknya kuda dan anjing, monyet juga meminta umurnya dikurangi. “Wahai Tuhanku, jika kerjaku hanya menghibur, maka sudilah kiranya Engkau mengurang jatah hidupku”, pinta monyet kepada  Tuhan. Permintaan monyet dikabulkan dan umurnaya dikurangi sepuluh tahun, maka bersisa umur monyet sepuluh tahun lagi. 

Terakhir, barulah Tuhan menciptakan manusia. Kemudian Tuhan pun berkata kepada manusia, “wahai manusia, Aku ciptakan engkau dan akan Ku beri umurmu selama dua puluh tahun. Kerjamu hanya bersenang-senag saja”.

Mendengar hal itu, muncullah sifat serakah manusia. Karena hidupnya hanya untuk besenang-senang saja, maka manusia meminta tambahan umur kepada Tuhan.

“Wahai Tuhanku, sudilah kiranya Engkau menambah umurku, karena duapuluh tahun itu telalu sedikit buatku”, rengek manusia kepada Tuhan.

Tuhan pun menyetujui permohonan manusia, “baiklah, wahai manusia. Akan Aku tambah umur engkau. Ambil lah sisa umur kuda, anjing dan monyet”. Manusiapun setuju dan segera diturunkan ke bumi.

Dua puluh tahun pertama kehidupan manusia di bumi memang hanya untuk bersenang-senang saja. Jika kekurangan, tingal minta kepada orang tua. Lalu setelah itu barulah manusia masuk kepada tiga puluh tahun usia kuda dan mulai menaggung beban hidup. setelah tigapuluh tahun usia kuda berlalu, manusia mulai memasuki usia anjing dan hanya bisa tinggal dan menjaga rumah saja. Selanjutnya baru manusia masuk pada fase usia monyet yang kerjanya hanya menghibur-hibur cucu. Karena memang hanya itu pekerjaan yang bisa dilakukan oleh manusia pada usia itu.
***

Begitulah anekdot yang aku dengar dari tape yang ada di dalam mobil itu. Meskipun hanya disampaikan lewat canda dan lagu, namun cukuplah untuk membuat aku termenung dan berfikir, ternyata memang begitulah kehidupan kita. Betul kata orang bijak, bahwa hidup itu berputar. Anekdot itu juga menyinggung bahwa dalam diri kita ini masih terdapat sikap serakah. Jika sikap itu tidak bisa kita taklukan dengan baik, maka dia akan jadi raja dalam diri kita dn akan membuat hidup kita hancur berantakan.

Kawan, mari kita  selami lagi maksud anekdot yang telah aku ceritkan tadi. Anekdot tadi sebenarrnya sederhana saja,hanya bercerita tentang siklus hidup manusia dan sikap serakah yang bersemayam di dalm hati manusia. Jika kita tela’ah dengan baik, maka akan banyak hikmah yang akan kita temukan  di dalamnya.

Sesuai dengan anekdot tadi, dua puluh tahun pertama hidup kita─manusia─ memang hanya untuk bersenang-senang saja, atau paling tidak kita tidak perlu berfikir tentang kehidupan. Kenyataan ini sulit untuk kita pungkiri. Bagaimana tidak, pada rentang usia kita dari satu sampai dua puluh tahun ini kita masih mengandalkan orang tua. Jika kita lapar tinggal makan makanan yang telah disiapkan oleh ibu kita. Begitu juga jika kita perlu uang, apakah itu untuk belanja, biaya sekolah, biaya kuliah dan untuk biaya-biaya yang lainnya, kita juga tinggal minta saja pada orang tua kita tanpa mau tau dari mana uang itu berasal. Buat kita yang penting kebutuhan terpenuhi.

Barulah ketika manusia memasuki fase dewasa,kita mulai merasakan pahitnya hidup. kita mulai menaggung beban. Inilah fase hidup kuda yang aku maksudkan dalam anekdot tadi. Pada rentang waktu tiga puluh tahun dalam fase ini manusia harus berjuang untuk hidupnya. Manusia mulai banyak menaggung beban, menaggung keluarganya jika ia sudah berkeluarga. Memikirkan biaya dan kebutuhan sekolah anaknya. Dan beban-beban kehidupan lain yangsuka atau tidak harus ditanggung oleh manusia.

Setelah berlalu tiga puluh tahun tadi manusia mulai memasuki masa pensiun atau mungkin sudah mulai tidak sangggup lagi bekerja. Anak-anak mereka pun telah tumbuh dewasa dan sudah bisa hidup mandiri. Pada saat inilah manusia memasuki fase umur anjing sebagai mana yang disebutkan dalam enekdot di atas. Manusia pada usia ini akan lebih banyak menghabiskan hari-harinya di rumah sekaligus menunggui rumah sementara anak-anak mereka keluar dan bekerja. Fase ini jika umurnya manusia panjang maka akan dilanjutkan dengan fase di mana manusia sudah berumur lanjut dan kerjanya hanya menghibur dan mengasuh cucu dari anak-anak mereka, layaknya monyet dalam anecdot tadi. Begitulah siklus kehidupan manusia.

Kawan, ketika manusia meminta tambah jatah umur kepada Tuhan, di saat itulah sejatinya naluri keserakahan manusia bekerja. Dan sering kali keserakahan itu mengalahkan akal sehat manusia. Sifat itu terpatri sampai saat ini dalam hati manusia. Sifat seperti itu perlu dikendalikan dengan baik dan dijinakkan. Jika tidak maka sifat seperti itu akan mengantarkan manusia kepada sebuah peteka. Betapa banyak kita lihat manusia di luar sana yang telah diperbudak oleh keserakahannya. Keserakahan juga yang telah mengantarkan manusia kepada jurang kesengsaraan.

Karena hidup kita berputar layaknya roda eiring dengan beputarnya waktu, maka kita harus siap untuk itu. Kita jangan sampai ditipu oleh waktu dn kesenangan ketika masih muda. Sudah seharusnya kita isi kepala dan dada kita dengan berbagai ilmu pengetahuan agar ketika kita dihadapkan kepada masa di mana kita harus menangung dan memikulbeban kehidupan, kita bisa menjalaninya dengan baik. Dan kita juga harus berhati-hati  untuk tidak silau dengan segala kemewahan dan kemegahan dunia, agar tidak di perbudak oleh nafsu keserakahan.

*Heru Perdana P ──Sebuah Catatan──

Label:

1 komentar:

  1. shalalabeinspired mengatakan...:

    hmm...batua jo ma bg, :)

    panjang bana caritonyo bg,tapi kato2nyo ancak bg..bisa termotivasi dek nyo :)

Posting Komentar

MOhon kritik dan sarannya..!!

Search

Tentang Saya

Foto Saya
Heru Perdana
Menulis adalah sarana pembebasan jiwa
Lihat profil lengkapku

Add Me on Facebook

Download

Download ebook gratis Download ebook gratis

Blog Info

free counters
Powered by  MyPagerank.Net

Followers