Mengatasi Rasa Kehilangan

*Pernah dimuat di HALUAN edisi Minggu, 26 juni 2011

Kehilangan merupakan salah satu keadaan dan fenomena hidup yang akan kita hadapi dalam mengaharungi bahtera kehidupan. Rasa kehilangan umumnya sifatnya adalah pribadi. Kecuali jika kita menceritakannya pada orang lain. Lebih lanjut, kehilangan adalah sebuah momen yang sangat tidak disukai oleh siapapun. Saya, anda dan kita semua tentu tidak suka jika kehilangan harus mampir dalam sejarah perjalanan kehidupan kita. Kerana memang kehilangan akan sangat menyakitkan bagi mereka yang mengalaminya. Ironisnya, tak seorangpun diantara kita yang tidak pernah merasakan kehilangan. Kita sadari atau tidak, seringkali kehilangan ini akan memicu munculnya sebuah rasa kesedihan dalam hati mereka yang mengalaminya. Dan inilah persoalan sesungguhnya dari sebuah pristiwa kehilangan.

Kehilangan akan tetap terjadi dalam setiap fase kehidupan kita. Karena memang tidak ada yang abadi di dunia ini. Semuanya akan berubah dan selalu akan melibatkan “rasa kehilangan” dalam persoalan ini. Di samping itu, kehilangan ini merupakan bahagian dari takdir Allah yang harus kita terima selaku hamba Allah di muka bumi ini. Jika kehilangan itu tidak bisa kita hilangkan secara total dari kehidupan kita, tentu kita perlu mempersiapkan cara jitu agar kehilangan itu tidak membuat kita terkurung dalam lingkaran kesedihan yang tidak berujung dan akan membuat hari-hari kita begitu terasa sulit dan menjemukan.

Sebanarnya tidak ada cara baku dalam mengahadapi rasa kehilangan ini. Kerana seperti yang disinggung di awal tadi, rasa kehilangan adalah persoalan pribadi dan tentunya membutuhkan cara secara pribadi pula dalam mengatasi persoalan ini. Namun demikian setidaknya saya akan berbagi beberapa cara dalam mengatasi rasa kehilangan dan kesedihan karena kehilangan. Pertama, biarkan diri kita sejenak hanyut dalam luapan perasaan dan emosi ketika kehilangan. Emosi dan rasa sedih itu perlu pelampiasan. Namun ingat, kita juga harus melepasknnya dengan cara yang tepat. Mungkin menagis atau berbagi dengan orang lain adalah salah salah satu caranya. Dan yang paling penting, jangan biarkan diri kita terlalu lama dalam kondisi ini. Sepuluh menit saja mungkin cukup, setelah itu lemparkan rasa kehilangan dan kesedihan itu jauh-jauh dari diri kita. Lalu tatap masa depan!

Kedua, selalu melihat sebuah peristiwa dari sisi positifnya. Setidaknya dengan selalu berfikir positif dan melihat sebuah pristiwa dari sisi positifnya kita telah berusaha mengahadirkan energi positif ke dalam diri kita. Kehilangan yang awalnya menyakitkan jika dipandang dari sisi positif mungkin akan jadi sesuatu yang bisa membuat kita bisa belajar agar lebih hati-hati dalam menjalani kehidupan.

Ketiga, yakinkan diri kita bahwa Allah tidak akan menguji hambanya diluar kemapuan kita. Setiap hamba di muka bumi ini tentu tidak akan luput dari ujian dari Allah. Dan salah satu bentuk ujian itu adalah kehilangan. Jika kebetulan kehilangan itu mengahmpiri kita, berarti Allah menilai kita sanggup untuk menerima ujian tersebut sebagai sarana naik kelas menjadi seorang hamba Allah yang lebih baik. Yakinlah setelah kesulitan itu pasti akan ada kemudahan. Dan ini adalah janji Allah yang telah termaktub dalam Al-quran. Tidak usah bersedih dan hanyut dalam kesedihan.

Keempat, yakin bahwa Allah maha Pengasih dan Maha Penyayang. Firman Allah yang termaktub dalam surat al-Fatihah yang berbunyi,”Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang” memberikan kekuatan kepada kita agar kita tidak berputus asa dan larut dalam kesedihan jika dilanda persoalan kehidupan, termasuk rasa kehilangan. Ayat ini memotivasi kita agar senantiasa berjuang, karena masih banyak rahmat dan nikmat Allah yang bisa kita raih di atas bumi ini.

Kelima, jangan menyalahkan diri sendiri apalagi menyalahkan Allah dalam persoalan kehilangan. Jangan sampai kita menyalahkan diri sendiri dengan kehilangan yang melanda kita, karena hal itu hanya akan membuat kita makin terpuruk dalam jurang kesedihan. Kita juga jangan sampai menyalahkan Allah dalam masalah rasa kehilangan ini, karena hal itu akan memicu kita menjadi hamba yang mudah berputus asa dari nikmat dan karunia Allah.

Keenam, jangan fokuskan pikiran pada rasa kehilangan, tapi lihatlah berapa banyak nikmat dan Karunia Allah yang telah kita terima. Pernahkan kita merenungkan berapa banyak nikmat dan karunia Allah yang telah kita terima selama hidup di dinia ini? Ketika kita diuji oleh Allah dalam bentuk kehilangan sesuatu yang kita cintai, maka ingatlah masih banyak nikmat Allah yang lain yang patut kita syukuri. Berhentilah bersedih, lalu bersyukurlah!

Yang terakhir, perbanyaklah berdoa dan mengingat Allah, Rabb Yang Maha Berkehendak. Karena dengan memperbanyak mengingat Allah dan memasrahkan diri kepada-Nya adalah cara terbaik untuk menumbuhkan rasa kesabaran, ketabahan dan keikhlasan dalam menerima kenyaataan hidup. Ingatlah, tidak ada kejadian yang terjadi di bawah kolong langit Allah ini tanpa hikmah, dan kehilangan merupakan bagian dari proses perubahan kehidupan kita.

Sekali lagi, selalu ada hikmah di balik setiap kejadian, setidaknya dengan merenungi beberapa hal di atas ada pelajaran yang dapat kita ambil dari sebuah persoalan kehilangan itu antara lain, Belajar menjadi pribadi yang lebih menghargai keberadaan sesuatu, belajar memanfaatkan waktu dengan baik dan optimal, menyadari bahwa kita adalah makhluk yang tidak sempurna, serta belajar ikhlas menerima kenyataan hidup berupa kehilangan untuk menjadi pribadi yang lebih kuat.

Padang, 22 Juni 2011, 14.30 WIB
*Oleh: Heru Perdana



[ Selengkapnya...]
Label:

Hiduplah Bagaikan Padi

Ketika menamatkan pendidikan di sebuah madrasah, aku melanjutkan pendidikanku ke sebuah perguruan tinggi agama. Semenjak berubah status dari siswa menjadi mahasiswa ini aku mulai sering mengunjungi kampung halamanku alias pulang kampung. Sebuah kegiatan yang jarang aku lakukan ketika aku masih duduk di bangku madrasah dulu. Sekarang aku telah kuliah dan telah menjadi mahasiswa, momen ini aku gunakan untuk bisa lebih sering pulang kampung, karena memang jadwal kuliahku tidak sepadat jadwalku ketika sekolah dulu. Selain bisa lebih sering bertemu orang tuaku, rutinitas ini juga membuat aku bisa lebih merasa dekat dengan kawan-kawan kecilku dulu yang telah aku tinggalkan semenjak tamat SD. 

Suatu ketika, aku pulang kampung ketika orang di kampungku tengah sibuk menanam padi, di kamupungku momen itu diistilahkan dengan musim bertanam. Di kampungku memang kegiatan utama ekonomi masyarakat adalah bertani. Alasan aku pulang pun juga untuk membantu orang tuaku untuk menanam padi di sawah. Ya, karena aku tidak bisa pungkiri, aku bisa bersekolah seperti ini banyak sedikitnya adalah dari hasil sawah yang diolah oleh orang tuaku. 


Kira-kira dua setengah bulan berselang semenjak musim bertanam itu berlalu, padi yang kami tanam sudah mulai mengeluarkan bulir-bulir yang akan berkembang menjadi buah padi. Semakin hari bulir tersebut semakin berisi. Aku pun masih sering pulang ke kampung dan menyaksikan perkembangan pertumbuhan padi itu.

Kawan, kali ini aku tidak akan membahas tentang masalah pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi, karena aku bukanlah mahasiswa pertanian. Tapi ada satu hal menarik yang patut kita tiru dan kita contoh dari padi. Kawan tentu ingat dengan sebuah nesehat orang bijak ini, “jadilah seperti padi, semakin berisi semakin meruduk”. Nah, itulah yang akan coba aku bagi dengan kawan-kawan.

Kala itu, aku tengah duduk di belakang rumahku di suatu pagi yang cerah. Di belakang rumahku memang ada beberapa petak sawah dan salah satunya adalah sawah milik orang tuaku. Entah kenapa pagi itu aku tiba-tiba saja teringat perkatan habat orang bijak itu. Mungkin saja karena hanyut dengan pemandangan yang aku lihat ketika itu atau mungkin juga karena sebuah bacaan yang aku baca malam tadi. Dan juga tidak tertutup kamungkinan kedua alasan yang aku sebutkan tadi adalah penyebabnya. Tidak penting membahas itu, yang lebih penting adalah aku ingin berbagi dengan kawan melalui tulisan ini.

Allah yang Maha Kuasa melalui alam ciptaan-Nya memang telah memberikan banyak pelajaran berharga kepada kita. Pelajaran itu tentu akan kita dapatkan jika kita benar-banar mau memperhatikan ciptaan-Nya. Padi adalah salah satu contoh ciptaan Allah yang patut kita tiru dan teladani.

Padi jika semakin berisi, maka akan semakin merunduk. Kita hendaknya selaku manusia juga harus bisa seperti itu. Idealnya semakin banyak kita tahu dan mememiliki ilmu bukan lantas membuat kita menjadi sumbong dan angkuh, lalu meremehkan orang lain. Berlakulah layaknya padi, semakin berisi dan berpengetahuan kita harus rendah hati.

Tahukah kawan bahwa penyebab kahancuran sesorang itu lebih banyak disebabkan oleh faktor dalam dirinya sendiri.? Kesombongan adalah salah satu sifat yang memberikan kontribusi terbesar dalam proses kehancuran itu, jika kita tidak mampu mengendalikan diri dengan baik. Kesombongan adalah awal dari diri kita untuk menutupi kesadaran dan kebenaran yang timbul. Seperti gelas yang telah terisi penuh, orang sombong tidak akan mau menerima pengetahuan dan informasi baru dari orang lain, karena telah meresa dirinya hebat dan tidak butuh orang lain. Orang sombong juga sulit untuk membagi apa yang ia punya dengan orang lain, karena takut tersaingi oleh orang lain.

Berlakulah seperti padi yang semakin merunduk jika berisi. Kita harus selalu berlaku rendah hati, karena dengan demikian kita akan mudah memperoleh dan menrima informasi serta ilmu baru. Sehingga membuat kita bisa cepat beradaptasi dengan lingkungan di mana kita tinggal. Dengan begitu kehidupan akan lebih terasa indah dan ringan untuk dijalani.

Selain semakin berisi semakin merunduk, ada lagi yang menarik dari padi. Padi adalah tanaman yang sangat banyak memberikan manfaat buat kita manusia. Sifat ini dari padi juga patut kita tiru. Kita harus jadi manusia yang memberikan manfaat buat orang dan lingkungan di sekitar kita. Bukankah manusia paling mulia itu adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia yang lain.?

Ya, kita harus siap menularkan ilmu dan kelebihan materi yang kita miliki kepada orang lain yang membutuhkan. Kita tidak boleh menyimpan ilmu itu sendiri, karena hal itu akan bisa membuat kita terjerumus ke dalam jebakan-jebakan kesepian kehidupan. Ketika kita tidak mau lagi berbagi dengan orang lain tentu orang lain juga tidak akan mau lagi berinteraksi dengan kita, alhasil kita akan terjerembab kedalam jebakan kesepian yang kita ciptakan sendiri. Kalau sudah begini maka hidup dan dunia ini akan terasa sempit. Kawan, bagaimana pun juga manusia tidak akan bisa mengingkari fitrahnya sebagai makhluk sosial. Makhluk sosial itu hidup membutuhkan orang lain.

Padi adalah tanaman hebat, yang bisa beradaptasi dengan lingkungan. Selain di sawah, padi juga bisa tumbuh di ladang atau perbukitan. Jika padi ditanam di sawah maka kehidupan padi itu relatif enak dan mudah karena pasokan air tersedia cukup. Lalu bagaimana dengan padi di ladang atau perbukitan? Padi juga bisa hidup di sana, walau harus ditanam pada musim hujan dan padi harus bisa beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berat itu.

Lagi-lagi sifat seperti ini patut kita teladani dari tanaman yang bernama padi. Kita juga harus bisa menyesuikan diri dengan lingkungan. Kita harus tahan banting dan cepat beradaptasi dengan lingkungan sekitar tepat kita hidup. Karena hidup tidak melulu dihiasi dengan kesenangan belaka, selalu saja ada duka menyertainya. Kita harus siap dengan setiap kemungkinan kehidupan yang akan kita temui. Sesulit apapun kehidupan, kita harus berusaha tetap memberikan manfaat terhadap orang di sekeliling kita, layaknya padi tadi.

Sungguh luar biasa, pesan-pesan kehidupan itu disampaikan Allah melalui tanaman padi. Mari kita buka mata kita untuk selalu mempelajari ayat-ayat Allah di muka bumi ini. Masih banyak yang bisa kita pelajari dari alam.


Oleh: Heru Perdana
Padang, 03 Juni 2011, 11: 15 WIB

[ Selengkapnya...]
Label:

Search

Tentang Saya

Foto Saya
Heru Perdana
Menulis adalah sarana pembebasan jiwa
Lihat profil lengkapku

Add Me on Facebook

Download

Download ebook gratis Download ebook gratis

Blog Info

free counters
Powered by  MyPagerank.Net

Followers